Wednesday 18 February 2015

Short Story "Dekat Di Hati" part 3

Melipat Jarak


Kita adalah sepasang mega, angin menciptakan jarak yang selalu kita rasa percuma. Pagi tak pernah sepi, atau bahkan sendiri, sebab pelukmu tak pernah tak terasa lewat doa-doa sederhana. Juga sua yang teryakini bukan sekadar mimpi-mimpi.

"aku adalah kau yang hilang, dan kau adalah pengelana yang telah menemukan arah pulang. Karena bahagia adalah sebuah kepulangan, mari berjalan beriringan." sahutmu pada pagi yang tak pernah asing juga tak pernah usang.

Bahagia kita bukan lagi perihal bagaimana kita menemukan, tapi bagaimana kita melipat jarak dan tetap dekat.
---

Meskipun Tidak Saling Memandang

Entah sudah berapa banyak cerita, kisah cinta yang terjadi di dunia ini. Kenapa semuanya musti tentang cinta, kenapa semuanya harus tentang rasa yang katanya pasti dimiliki oleh seluruh makhluk di alam ini ?. aku percaya akan kekuatan cinta, kekuatan yang sudah di tunjukkan, telah dibuktikan dalam mengubah dunia. Dan aku percaya dengan ikatan hati yang, sekali lagi katanya, terjalin pada sepasang orang yang memang saling mencintai. Meskipun sepasang makhluk ini tidak sedang bersama dalam satu tempat dan waktu.
Dan seperti itulah aku saat ini, menyendiri di kamarku yang sepi. Malam semakin larut. Entah mengapa malam ini aku menjadi mellow. Aku hanya ingat pada kak Bagas, mantan kekasihku yang masih saja aku cintai sampai saat ini. Tiba – tiba saja malam ini aku sangat merindukannya. Entahlah. Akupun tidak mengerti alasannya. Kangen saja. That’s it.
Airmataku meleleh tanpa bisa aku menahannya. Aku tidak tahu juga mengapa airmata ini mengalir. Sumpah, aku tidak bisa menjelaskan mengapa aku selalu menangis ketika aku merasakan rindu yang luar biasa kepadanya. Rindu, rindu dan rindu.
“Kalau kamu juga merasakan rindu yang sama denganku, tolong telpon aku, please...”, aku bergumam sendiri, tidak kepada siapapun. Jelas kepada mas Bagas yang dalam imajinasiku ada di hadapanku. Aku sangat menginginkan suaranya terdengar malam ini.

Kamu apa kabar?”,
Aku menatap layar ponselku yang menunjukkan kalimat yang sangat aku kenal jenisnya. Is it really?, benarkah ikatan hati itu memang ada. Meskipun kedua individu itu tidak saling memandang secara langsung?, meskipun mereka saling berjauhan?
---

Janji Hati

Aku kembali memandang bayanganku di cermin, mungkin sudah untuk yang ketiga kalinya, kembali merapikan kerah kemejaku, juga memeriksa kancing-kancingnya. Aku memandang cermin, sekali lagi, dan kali ini berusaha tersenyum.

Aku harus tersenyum, iyakan ?

Aku punya janji untuk tersenyum. Dan aku tidak suka ingkar janji.


Tangan panjang Kak Bagas tiba-tiba saja mengalung dileherku sebelum akhirnya menarik tubuhku untuk jatuh ke pelukannya. Dan aku memutuskan untuk bersandar sejenak, beberapa detik saja, agar aku mampu berjalan tegak setelah ini.

Aku harus kuat, iyakan ?


“Sudah siap ?”


Aku hanya mengangguk, namun Kak Bagas tak melepaskan tangannya, membuat kami berjalan berdempetan, dan untuk kali ini aku tidak keberatan. Melihat semua mata yang memandang ke arahku saat kakiku beranjak keluar, tiba-tiba membuat aku ciut, membuat perlindungan Kak Bagas terasa tepat.


Aku tidak begitu paham setelah itu. Setelah mobil dan jalanan yang sepi. Setelah suara doa dan tangisan yang bercampur. Setelah ramai dan kemudian hanya ada aku.


Berlutut di depan gundukan tanah yang baru saja menutupi tubuhmu. Yang kini penuh bunga, walau kamu pernah bilang, kamu tidak suka bunga. Tidak ada laki-laki yang suka bunga katamu.


Dan dalam sekejap, tiba-tiba saja semua kalimat-kalimat yang pernah kamu ucapkan berputar-putar di kepalaku.


“Kamu minta aku jangan nangis, kamu minta aku untuk kuat, kamu minta aku untuk tersenyum. Dan aku tepatin janjiku, iyakan ? Jadi mulai saat ini, walaupun kita ada di dua tempat yang berbeda, aku mau kamu tepatin janji kamu juga untuk selalu ada di hatiku, sampai nanti, sampai jiwa kita bisa berdekatan kembali.”
---

Kau Ada Diantara Jemari
by Julta Anugerah

Aku mulai menikmati meluruskan kakiku di sofa beranda ini. Teh panas dan keripik tempe telah 2 jam menemaniku.

'Sayur makan dong. Harus adil sama tubuh, penuhi haknya.' begitu bunyi pesan pendek perempuan di sana, yang terpisah beribu mil dari kotaku, tapi berasa sesentimeter di sela jari-jari yang sedang menekan tombol ponsel.

Aku menjawab singkat 'iya, mau kau temaniku?'

Begitulah cara kita berkomunikasi. Mengandalkan ponsel yang kini lebih akrab dibilang gadget atau smartphone oleh kebanyakan. Menjadikan alat ini sahabat bagai orang terdekat yang tak bisa ditinggalkan, bahkan hanya semenit saja. Yang kadang kalau kita lupa sebentar saja menyentuhnya, bagai kehilangan dunia.

'Pagi sayuur, sudah bangun?' begitu sapaan pagi perempuanku yang selalu aku tunggu.

Dan aku dengan mata yang baru terbuka membalasnya 'morning cintaa'

Aahh..sepertinya dunia hanya segenggaman saja. Aku menikmati semua ini. Tak ingin aku mengeluh dengan jarak, ruang, waktu. Kita belajar menghargai apapun yang kita punya saat ini.

Beberapa kali aku baca Display Picture teman-teman di kontak messenger ku 'Tuhan, jaga dia saat ku tak di sampingnya. Karena hanya penjagaanMulah yang selalu sampai padanya'

Itu juga yang selalu menguatkanku, untuk tak lelah mencinta. Aku yakin Tuhan pasti mengerti, bila kita menganggap jarak tak berarti.

---

No comments:

Post a Comment