Hanya Berjumpa via Suara
Sudah pukul sembilan malam, seperti biasa, aku duduk di
jendela sembari menjuntaikan kaki. Kupandangi langit yang bertaburan bintang.
Angin yang berhembus mesra mengelus wajahku seolah semakin memperkuat rinduku pada
Bagas, kekasihku.
Aku meneleponnya. ‘Halo, sayang’ sahut dia setelah
teleponnya diangkat.
Itu adalah suara yang paling kutunggu. Suara yang melegakkan
hatiku. Suara yang memecahkan lamunan ketika memikirkannya. ‘Kamu apa kabar
sayang?’ tanyaku sambil tersenyum menengadah melihat bintang yang berkedip.
‘Aku baik sayang. Kamu apa kabar? Aku rindu sama kamu’.
Ia semakin membuatku tersipu. ‘Aku juga baik. Aku rindu kamu
juga sayang’.
Kami sudah satu tahun tidak pernah bertemu. Kami terpisah
oleh bentang jarak yang terlalu melampaui batas. Meski begitu, kami selalu
bertemu via suara. Ya, suara kerinduan yang berhasil mengetuk pintu hatiku.
Mengetuk rasa rindu yang bergejolak di dada.
Aku jadi teringat dengan perkataannya kala itu. Ia bilang,
suatu saat aku akan kembali padamu dengan cinta yang sama. Ia tahu bagaimana
cara melelehkan hatiku. Bahkan, sampai sekarang.
Sudah belasan menit kami bercakap melemparkan rindu. Malam
ini benar-benar terang, meski terbalut gelap. Warna hitam bukan berarti kelam.
Warna hitam bukan berarti malam. Aku selalu percaya, cinta itu dapat menerangi:
sesuatu yang gelap.
‘Bulan depan kita ketemu ya sayang’ ucapnya.
‘Benar kamu akan datang kemari?’ tanyaku, memastikan ia tak
memaksakan diri datang ke negeriku yang jaraknya amat jauh dari negerinya.
‘Iya sayang. Aku sudah rindu. Rasanya aku berdosa selalu
mengulur waktu tak jadi bertemu denganmu’.
‘Ya sudah sayang. Aku tunggu kedatanganmu ya’ balasku.
Lagi-lagi aku tersipu. Malam ini terasa semakin hangat bila ku ingat terakhir
kali ia memelukku sebelum ia terbang pergi jauh.
Aku mengerti mengapa bintang yang menggantung di semesta
alam berkedip indah ke arahku. Mereka hanya ingin memberitahuku bahwa cinta
akan tetap bersinar meski dibaluti ruang gelap.
---
Sunset Hari Ini
By AUTHOKIMP
Warna lebih gelap kini bertemu dengan langit biru yang
cerah. Menggantikannya menjadi sebuah warna Jingga yang menghiasi langit kota
Palembang. Hari ini cerah, lebih dari cerah untuk melihat Matahari yang dalam
hitungan menit lagi akan tenggelam dan berganti oleh sang rembulan.
Pria yang kini tengah menatap layar komputernya kini beralih
menatap sisi kiri ruangannya. Jendela besar dengan pantulan cahaya orange yang
menyilaukan matanya. Matahari terbenam. Dia tersenyum dan mengarahkan duduknya
menatap Sunset yang menjadi background langit Kota Palembang diatas gedung kantornya
yang berada di lantai 7. Dia menutup matanya, merasakan cahayanya perlahan lalu
tersenyum kembali ketika dia membuka matanya.
Pria itu kini beralih menatap ponselnya. Tidak butuh waktu
lama ponsel itu kini telah berada ditangannya. Mengetikkan beberapa kata
singkat yang selalu membuatnya tersenyum ketika dia melakukan hal yang sama
seperti ini setiap harinya.
“Kau melihatnya? Sore ini sangat indah.”
Dan tidak menunggu lama pesan itu langsung dia kirimkan.
Menit itu juga ponselnya kembali berdering dan ukiran senyum pria itu kembali
terpatri di wajahnya.
“Aku melihatnya. Aku sangat menikmati sore ini. Cepatlah
kesini. Kita nikmati kembali Sunset ini bersama.”
Dengan cepat kembali Pria itu membalasnya.
“Malam ini aku akan berangkat. Dan besok kita akan melihat
Sunset bersama. bukan hanya Matahari terbenam tapi Matahari terbit. kita juga
akan melihatnya.”
Bagas. Pria itu tersenyum senang. Untuk beberapa bulan ini
dia tidak bisa menemui seseorang yang dicintainya yang tidak tinggal di Palembang.
Dia tinggal di Bandung. Tetapi besok dia pasti akan bertemu dan kembali bersama
menikmati setiap Matahari terbenam yang mereka tidak bisa lewatkan bersama.
Mereka menikmatinya berjauhan. Berbeda tempat, berbeda
Pulau. Tapi itu tidak menyurutkan semua cinta-nya kepada Chelsea ; Gadis yang
dicintainya. Mereka masih berada di langit yang sama.Dan dia beruntung. Meskipun
dia hanya menikmati setiap sorenya seorang diri karena Chelsea jauh tidak berada
di sisinya. Dia percaya, Chelsea selalu ada dihatinya begitu juga sebaliknya.
Mereka merasa dekat karena hati mereka telah terisi oleh cinta yang diciptakan
mereka berdua.
---
LDR
by Chintya Tjoa
LDR
by Chintya Tjoa
"Loe kok mau sih LDR-an?"
"Loe ga takut dia selingkuh?"
"Belum nikah aja uda jadi Bang Toyib apalagi nanti."
"Loe ga takut dia selingkuh?"
"Belum nikah aja uda jadi Bang Toyib apalagi nanti."
Sering sekali teman-temanku mengucapkan hal-hal seperti itu di depan mukaku. Aku agak muak sebenarnya saat mereka dengan terang-terangannya berbicara seperti itu. Jujur, aku memang sedikit iri dengan mereka yang dapat bermalam minggu bersama si dia.
Sedangkan aku?
Malam minggu dilewati dengan menatap layar komputer ataupun berbicara lewat sambungan telepon.
"Aku rindu." Ungkapku suatu malam.
"Keluarlah, lihatlah ke atas. Apa langit yang kau lihat penuh bintang?"
"Iya." Jawabku bingung.
"Langit di sini juga begitu."
Teman-temanku tak akan pernah mengerti seberapa pentingnya pertemuan kami.
Mereka tak akan mengerti perjalanan cinta kami, di mana kami akan menunggu suatu hari bersama. Menunggu-nunggu saatnya bertemu, saat melepas rindu.
Justru karena inilah, kita akan lebih menikmati momen kebersamaan kami.
Setiap hembusan nafasnya, naik turunnya suaranya.... Perubahan suaranya.
Bagaimana aku akan setiap malam membayangkan rupanya sekarang.
Justru karena kejarangannya kami bertemu akan mendekatkan hubungan kami lebih lebih.
Sedangkan aku?
Malam minggu dilewati dengan menatap layar komputer ataupun berbicara lewat sambungan telepon.
"Aku rindu." Ungkapku suatu malam.
"Keluarlah, lihatlah ke atas. Apa langit yang kau lihat penuh bintang?"
"Iya." Jawabku bingung.
"Langit di sini juga begitu."
Teman-temanku tak akan pernah mengerti seberapa pentingnya pertemuan kami.
Mereka tak akan mengerti perjalanan cinta kami, di mana kami akan menunggu suatu hari bersama. Menunggu-nunggu saatnya bertemu, saat melepas rindu.
Justru karena inilah, kita akan lebih menikmati momen kebersamaan kami.
Setiap hembusan nafasnya, naik turunnya suaranya.... Perubahan suaranya.
Bagaimana aku akan setiap malam membayangkan rupanya sekarang.
Justru karena kejarangannya kami bertemu akan mendekatkan hubungan kami lebih lebih.
---
No comments:
Post a Comment