Sunday 1 November 2015

Kaulah Kamuku [oneshoot]

Inspired song by Fatin ft. The Overtunes, Kaulah Kamuku
Cast: Chelsea-Bagas

Angel, Chindai, Marsha, Tissa


Sekitar jam 4 sore, lapangan SMA Cahaya Jaya masih saja rame dengan riuh teriakan para siswinya yang sedang melihat latihan basket sore itu. Bukan tanpa alasan para siswi itu setiap Sabtu sore seperti hari ini masih betah berlama disekolah. Bagas, kapten team basket sekolah adalah magnet para siswi tersebut. Bagas yang sekarang telah kelas 12, bisa dibilang adalah pria terpopuler disekolah saat ini. Bahkan dari kelas 10 dulu. Parasnya yang rupawan dengan mata tajam, kulit putih, juga tinggi tubuhnya yang proposonal tak mengherankan banyak siswi sekolah itu jatuh hati padanya.

Namun sepertinya hal itu tak berlaku untuk genk Belle. Genk yang terdiri dari Chelsea, Chindai, Angel, Tissa dan Marsha. Genk cewek yang populer disekolah tersebut yang sekarang juga kelas 12 SMA itu walau beda kelas dengan Bagas. Belle sendiri berarti cantik dari bahasa Prancis. Bukan hanya karena kecantikan mereka saja, namun masing-masing dari mereka juga berpretasi. Chelsea yang langganan juara debat bahasa Inggris mewakili sekolah, Chindai yang pernah mewakili sekolah mengikuti olimpiade matematika, Angel yang paling puitis diantara mereka, Tissa dan Marsha yang merupakan atlet silat dan taekwondo. Bagi mereka, Bagas hanya beruntung saja memiliki paras yang rupawan. Namun untuk akademik ia biasa saja. Makanya genk ini tidak terlihat terlalu interested dengan Bagas. Alasan lainnya adalah beberapa dari mereka sakit hati karena pernah ditolak oleh Bagas walau mereka adalah cewek-cewek populer disekolah tersebut.

“Duh, berisik banget sih tuh anak-anak...” keluh Marsha yang berada didalam perpustakan sekolah tepat berada disebrang lapangan basket.


“Biasalah Sha, Sabtu sore ini. Pasti para cupu lagi narik perhatian Bagas,” timpal Tissa yang sepertinya masih sakit hati pernah ditolak oleh Bagas.


“Haha... cupu...” komentar Chindai yang duduk dihadapan Tissa.


“Teman-teman, udah mau jam 4 nih. Udah mau ditutup perpusnya,” potong Angel yang mendatangi mereka. Karena kesukaannya akan sastra, Angel dengan sukarela terkadang memang menjadi penjaga perpus sekolah tersebut kalau ada waktu kosong seperti hari ini.


“Yaudah yuk, kita pulang,” ajak Chelsea yang mulai berdiri.


Mereka berempat memang biasa pulang bareng dengan kendaraan umum. Lebih bisa tahu dunia kata mereka saat ditanya kenapa memilih memakai kendaraan umum walau kalau minta orangtua mereka, mereka dengan mudah juga akan diberi fasilitas kendaraan pribadi. Hanya saja, arah rumah Chelsea berbeda sendiri dari keempat temannya. Namun Chelsea tetap memilih bersama teman-temannya untuk sekedar menghabiskan waktu bersama di halte sembari menunggu bus.


“Kan bener, Prince wanna be lagi tebar-tebar pesona,” celetuk Marsha sesaat keluar dari gedung perpus dan melihat ramainya lapangan basket.


“Maafkan gue guys, gue udah sakit ati, tapi kenapa kalau liat Bagas lagi main basket tetep kece sih...” ujar Tissa yang terlihat melted.


“Aish. Apaan sih Tiss. Sadar oey...” ujar Chelsea.


“Iya Chel, iya. Gue gak akan ngejar-ngejar cowok itu lagi kok...” gelagap Tissa.


“Elu juga tuh Ngel...” timpal Marsha.


“Iya-iya, gue juga enggak kok,” ucap Angel pasrah yang memang paling sensitif digenk itu.


“Beruntung lu Ndai, kita selametin. Belom nyampe nyampein perasaan elu ke si belagu itu...” Ujar Tissa kemudian.


“Iya yah. Oke, thanks guys...” balas Chindai dengan riang merasa blessed.


“Kalo nyempe elu ngungkapin, pasti cuma dijawab...” lanjut Tissa terpotong kalah dengan suara berisik dari lapangan basket.


“Terima. Terima. Terima,” teriakan berulang dari lapangan basket.


“Eh, apaan tuh?” penasaran Marsha yang dibarengin mereka berlima berhenti berjalan dikoridor sekolah tersebut dan fokus melihat kearah lapangan basket yang hanya berjarak sekitar 5 meter dari mereka.


“LAGI???” sedikit teriak Tissa.


“Udah ah yuk, gak penting...” ujar Chelsea mengajak teman-temannya jalan lagi dengan menarik mereka.


“Eh tunggu-tunggu, menarik nih...” ujar Angel.


“Iya nih... pasti dia cuma akan bilang...” sahut Tissa.


“Maaf, tapi kamu pasti juga udah denger kabarkan, kalau aku udah tunangan?” ujar Bagas santai ditengah lapangan yang sedang ditembak oleh seorang siswi yang sepertinya adik kelasnya.


“Kan, bener... haha...” lanjut Tissa yang tadi juga niruin kata-kata Bagas yang selalu ia ucapkan saat menolak cewek.


“Haha... Apal banget lu Tis...” ketawa Marsha.


“Iyalah, gue PERNAH digituin...” balas Tissa dengan nada ditinggiin.


“AKU GAK PERCAYA!” terdengar si cewek yang nembak Bagas berteriak.


“Yaudah yuk ah...” sekali lagi Chelsea narik teman-temannya ini untuk segera pulang.


“Aish, elo Chels... bakal seru tuh tadi,” tolak Marsha namun ia ikut pergi juga.


“Walau gitu juga pasti masih ditolak. Udah biasakan gitu?” ujar Chelsea kemudian.


“Eh, tapi kalian percaya gak sih kalau Bagas beneran udah tunangan?” tanya Chindai sambil menuju halte bus depan sekolah.


“Gue sih gak percaya. Kita masih SMA ini, dia juga potensi jadi palyboy gitu. Masak udah tunangan??” komentar Marsha.


“Tapi kenapa dia selalu nolak cewek dengan alasan udah tunangan kalau dia emang belom tunangan?” tanya Angel realistis.


“Ya mungkin buat basa-basi aja karna Bagas gak suka ceweknya...” ujar Chelsea diplomatis.


“Elu Chels, nurunin pamor gue...” sela Tissa.


“Iya nih, pake bilang gak suka sgala,” sambung Angel.


“Eh... eh... bukan itu maksud gue,” ujar Chelsea cepat takut temannya salah paham padanya.
“Ya daripada jujur gak suka, mending cari alasan lain biar gak terlalu sakit ati kan...” lanjut Chelsea.


“Bentar deh, elu kayak bela Bagas gitu Chels. Alasan elu pada gak suka Bagas juga kenapa sih?” tanya Marsha tiba-tiba.


“Gue jelas, karna pernah ditolak,” sela Tissa.


“Gue juga,” sambung Angel tak sabaran.


“Kalau gue sih karna hampir bernasib sama kayak kalian berdua, terus liat tingkah dia nolakin cewek gitu, jadi ilfil gue,” ujar Chindai.


“Gue sih dari awal gak suka aja. Udah tau kan, dia dulu satu SMP sama gue. Sok cakepan aja dia. Nolakin cewek muluk,” jelas Marsha.


“Elu beneran gak suka sama dia Sha?” goda Tissa.


“Pernah suka dikit sih, tapi langsung cepet ilfil gue,” lanjut Marsha.


“Nah Chels, kalo elu knapa?” tanya Marsha fokus.


“Eh... gue...,”
“Ya sama kayak elu Sha, ilfil liat tingkah sok kecakepannya,” jelas Chelsea gelagapan.


“Eh, busnya dah dateng tuh...” ujar Chindai tiba-tiba ketika melihat bus yang akan mereka naikin sudah tiba.


“Duh Chels, sorry ya. Elu slalu nunggu sendirian,” ujar Angel yang memang bus jurusan rumah Chelsea selalu dateng lebih akhir.


“Iya gak apa-apa. Lagian biasanya juga bentar lagi kok,” ujar Chelsea menenangkan teman-temannya yang merasa bersalah meninggalkan dia sendirian untuk menunggu bus.


Sorry ya Chels, kita duluan,” ujar Marsha.


“Iya Chels, duluan ya. Bye honey...” ujar Tissa sambil cipika-cipiki dengan Chelsea.


Angel, Chindai, Marsha dan Tissa pun sudah pergi dengan busnya. Chelsea mulai berdiri menunggu kendaraannya. Tak selang lama, yang ditunggu pun tiba.


“Nunggu lama gak?” tanya seorang pria sambil memberikan sebuah helm kepada Chelsea.


“Gak juga sih,” jawab Chelsea dengan cemberut sambil memakai helm-nya. Kemudian Chelsea pun naik membonceng motor sport tersebut.


“Eh, kamu kenapa sih?” tanya pria itu sebelum memacu motornya.


“Hah? Gak papa kok,” ujar Chelsea cepat.


“Kok kayak cemberut gitu?” lanjut si pria.


“Tadi dilapangan aku liat,” ujar Chelsea datar.


“Oh... Biasakan? Tadi aku juga liat kamu kok sama genk kamu itu,” ucap sang pria.


“Biasa sih, tapi tetep aja.. hemh,” ujar Chelsea yang kemudian menghela nafas panjang.


“Ohhh... jadi ceritanya lagi jealous nih,” goda pria itu.


“Tuh tau,” ujar Chelsea masih cemberut.


“Ya lagian mereka. Udah dibilang aku dah tunangan mereka masih aja. Makanya, yuk kita go public,” bujuk pria itu yang ternyata adalah Bagas, sang pria terpopuler disekolah.


“Aish, jangan dulu! Gimana aku sama temen-temen aku ntar? Tau ndiri mereka itu haters kamu,” ujar Chelsea cepat.


“Lah kamu sih, kok bisa temenan sama mereka?” gerutu Bagas.


“Ya terjadi gitu aja. Kita juga sama-sama suka keperpus,” jelas Chelsea.


“Kita tuh aneh. Backstreet tuh sama ortu, ini kita dijodohin sama ortu malah backstreet sama temen,” celetuk Bagas mulai menghidupkan motornya lagi.


“Biarin lah, yang penting KAMU KAMUNYA AKU, dan AKU KAMUMU,” tutup Chelsea yang kemudian memeluk punggung Bagas.


“Yap, KAULAH KAMUKU,” ulang Bagas mantap, lalu melajukan motornya mengantar Chelsea pulang. Dan memang setiap hari kalau Chelsea pulang sekolah, walau ia menunggu dihalte bus, tapi sebenarnya ia menunggu Bagas yang sengaja menjemputnya ketika sekolah sudah sepi untuk mengantar Chelsea pulang.


Untungnya sejauh ini tak ada yang notice Bagas selalu memboncengkan Chelsea, karena memang bisa dibilang mereka yang pulang terakhir. Kalau sampai ada yang melihat pasti jadi berita besar. Tak perlu diomongin pun, siapapun yang melihat Chelsea dan Bagas berboncengan sudah mengerti dan sudah bisa membaca yang tersirat kalau ada yang lebih antara Chelsea dan Bagas. Yap, karena Chelsea lah tunangan Bagas untuk yang sebenarnya selama 3 tahun ini. Karena Chelsea adalah Kamu "tunangan"-nya Bagas, dan Bagas adalah Kamu "tunangan"-nya Chelsea.

END 

P.S:  Rencananya cuma bikin Flashfiction, eh malah jadi Cerpen.
Gimana? Greget gak?
Kalau cerita ini aku bikin sequel-nya gimana? :D
Kasih komentar dong biar semangat nulis lagi.
Btw, bbrapa hari lalu di fp kasih challenge untuk beri recommend untuk ku buat cerita. Maaf ya belom ke posting. Tapi beberapa udah dibuat kok. Tunggu aja ya...


Btw, tanggal 1 ya?
#HappyBLoversDay

See you in my next post! ^^