Wednesday 26 November 2014

Video Editing: Love Paradise - Chelsea Bagas (Chelgas)

Akhirnya, saya upload video edit Chelgas di channel youtube saya.
Sudah ada yang melihat??

Love Paradise - Chelsea Bagas (CHELGAS)
by: Bee Reyna



Love Paradise - Kelly Chen

You're always on my mind
All day just all the time
You're everything to me
Brightest star to let me see
You touch me in my dreams
We kiss in every scene
I pray to be with you through rain and shiny days
I'll love you till I die
Deep as sea
Wide as sky
The beauty of our love paints rainbows
Everywhere we go
Need you all my life
You're my hope
You're my pride
In your arms I find my heaven
In your eyes my sea and sky
May life be our love paradise
You're always on my mind
All day just all the time
You're everything to me
Brightest star to let me see
You touch me in my dreams
We kiss in every scene
I pray to be with you through rain and shiny days
I'll love you till I die
Deep as sea
Wide as sky
The beauty of our love paints rainbows
Everywhere we go
Need you all my life
You're my hope
You're my pride
In your arms I find my heaven
In your eyes my sea and sky
May life be our love paradise
I'll love you till I die
Deep as sea
Wide as sky
The beauty of our love paints rainbows
Everywhere we go
Need you all my life
You're my hope
You're my pride
In your arms I find my heaven
In your eyes my sea and sky
May life be our love paradise

source: Kelly Chen - Love Paradise Lyrics | MetroLyrics


Ahh, lagu ini romantis banget :')

Pengen gak sih dengerin lagu ini bareng orang yang kalian sayang?
Aku??

Aku pernah mendengarkannya bersama. :D

Hanya saja waktu itu dia masih temen aku. Kita lagi bareng-bareng sama temen lain lagi makan, eh rumah makan itu  muter lagu ini. Itu pertama kali kita denger lagu ini. Kita pada nikmatin lagu romantis ini deh. Terus tiba-tiba hp'Q berdering.

From: Him.
To: Me.
Bee, pengen deh kalau aku punya pacar, pengen dengerin terus nyanyiin berdua sama pacarku.

Langsung... jlebb. Ini serius, dia lagi gak becanda.
Why? ya kalau dia becanda, kitanya lagi kumpul sama temen hampir satu kelas, dia gak hanya akan ngomong itu via sms padaku kan ya. Waktu itu dia juga lagi nyoba PDKT sih.

Aaa~ dan itu ternyata udah 4 tahaun yang lalu. :3

Kalau kalian, kesan lagu ini gimana guys?

Falling in Love at a Coffee Shop #KFTS (Oneshoot)


Hi guys...
This is the first fantasy genre that i made. Don't disappointed if it's not like your expected. :D
Masih aneh mungkin ya, ya baru belajar buat genre baru kayak gini juga. Padahal kalau drama series, genre paling gak ku suka adalah genre fantasy yang gak ada dasarnya. Lebih mending genre horror kalau aku.

Tapi bila genre fantasy'nya ada dasar'nya, setidaknya ada mitos'nya, suka juga sih. Kaya' tentang alien, karna ada yang percaya, ada yang tidak. Ya yang pasti kalau fantasy'nya masih masuk akal, suka-suka aja sih. Namun kebanyakan fantasy drama series saat ini, pada lebay. Jadi ya gitu, gak suka.

Udah lah, langsung aja, terlalu banyak omong nih aku. :D
Ini FF terinspirasi dari KFTS series juga lagu "Falling in Love at a Coffe Shop"nya Landon Pigg ya. Ahh, lagu itu romantis juga lama-lama setelah liat MV'nya. :D

Langsung aja,
Happy reading guys... ^^

****



Terjadi kehebohan kecil didepan sebuah gerai kopi ternama disebuah pusat perbelanjaan di pusat kota. Gerai kopi tersebut terletak dijajaran toko-toko yang yang terletak dipinggiran jalan yang merupakan kawasan bebas kendaraan. Dan kehebohan yang terjadi di depan gerai kopi tersebut disebabkan oleh seorang nenek yang entah kenapa tiba-tiba kehilangan keseimbangannya. Sehingga nenek tersebut akan jatuh. Terjadi sedikit kehebohan karena beberapa pejalan kaki yang melintas disitu, kaget dan berteriak melihat sang nenek jatuh tapi beruntungnya seorang gadis bermata sipit yang melintas didekatnya, berhasil memegang sang nenek hingga sang nenek tak jadi terjatuh. Kemudian sang gadis pun memapah sang nenek untuk duduk dikursi yang ada didepan gerai kopi tersebut. Dengan telaten sang gadis pun menemani sang nenek hingga kondisi sang nenek membaik. Setelah keadaan sang nenek membaik, sang gadis pun mengantar sang nenek hingga mendapatkan taksi.

Setelah berpisah dari sang nenek, gadis itu kembali ke gerai kopi tersebut. Ia kemudian memesan 3 cup kopi untuk ia bawa. Sambil menunggu kopinya disiapkan, sang gadis duduk didalam gerai didekat jendela kaca sambil memainkan samrtphone’nya. Tiba-tiba sang gadis terdiam sejenak. Ia melihat keluar kaca dan melihat seorang gadis kecil yang terlihat bingung sambil berjalan didepan gerai toko tersebut. Sang gadis kecil pun berhenti dan menghadap melihat sang gadis yang berada digerai kopi tersebut. Sang gadis pun tersenyum, namun sang gadis kecil malah seperti akan menangis. Merasa bersalah, sang gadis keluar menghampiri gadis kecil.

“Hey, kamu kenapa? Kamu bersama siapa disini?” tanya ramah sang gadis sambil berlutut didepan sang gadis kecil.

“Aku mencari mamaku kak, apa kakak melihatnya?” tanya sang gadis kecil dengan muka sedih.

“Jadi, apa kamu terpisah dari mama kamu?” tanya sang gadis lagi sambil membelai pipi sang gadis cilik.

“Aku gak tahu dimana mama, tadi aku kesini sama mama,” ujar sang gadis cilik akan menangis.

“Yaudah, nanti kakak bantu cari ya. Oh ya, nama kamu siapa? Aku Chelsea,” ujar sang gadis yang ternyata bernama Chelsea.

“Roma,” ujar sang gadis cilik menjawab dengan singkat.

“Roma, apa kamu lapar? Kakak beliin waffle dulu yuk,” ajak Chelsea sambil menggandeng tangan mungil Roma. Roma yang digandeng pun ikut saja.

Chelsea memesankan Roma sebuah waffle yang ada di gerai kopi tersebut. Roma yang lapar pun dengan lahap menghabiskan wafflenya sambil bercerita bahwa ia berpisah dari mamanya ketika mamanya sibuk memilih baju disebuah toko yang ramai. Kemudian ia tidak melihat mamanya lagi karena terlalu banyak orang disana. Dan Roma pun berjalan sendiri hingga keluar dari toko tersebut. Setelah Roma selesai memakan waffle’nya, Chelsea pun menemani Roma mencari mamanya.

Chelsea mengantar Roma kesebuah mall yang tentu saja menjual baju. Dan dari cerita Roma tadi, walau Roma tidak mengatakan secara detail bahwa ia berpisah dari sang mama di mall, namun Chelsea menebak Roma berpisah dengan mamanya disebuah mall yang sedang mengadakan obral pakaian. Seperti yang Roma ceritakan, mamanya sibuk memilih baju ditengah banyak orang. Bila itu dibahasakan oleh orang dewasa maka mama Roma sedang berebut baju obral dengan para-ibu-ibu lain yang berdesakan disitu. Maka, Chelsea pun mengantarkan Roma kepusat informasi sebuah mall yang sedang dilangsungkan obral pakaian. Benar saja, disana mama Roma telah menantinya dengan cemas. Mama Roma pun berterimakasih pada Chelsea karena telah mengantarkan Roma dengan selamat.

“Ma, tadi Roma dibeliin waffle sama kak Chelsea,” cerita Roma yang berusia 5tahun ini.

“Benarkah? Terimakasih ya, saya berjanji gak akan lengah ninggalin Roma lagi,” janji mama Roma pada Chelsea yang tadi sudah menceritakan bagaimana Roma bisa bertemu dengannya.

*Bagas' POV

Sejak hari itu, aku sudah mengamati gadis ini. Sejak pertama aku melihatnya menolong nenek yang hampir terjatuh dan menemaninya sampai sang nenenk membaik. Yang membuatku tertarik adalah ketika ia sudah pergi bersama sang nenek, namun ia kembali kedalam gerai kopi ini. Jadi, sebelum ia menolong sang nenek, ia berniat akan masuk gerai ini untuk memesan kopi. Namun ia mengurungkan niatnya untuk memesan kopi dan lebih mengutamakan menolong sang nenek. Sejak itu aku kagum padanya.

Tidak sampai disitu, tak berapa lama ketika ia duduk untuk menunggu pesanan kopinya, ia kembali membuatku kagum. Ia mengajak seorang gadis kecil yang terlihat bingung dan tak dikenalnya tersebut untuk makan waffle di gerai kopi ini. Hal itu terlihat aneh untukku. Menolong orang yang tak kita kenal.

Ketika sang gadis bersama gadis kecil tersebut hendak pergi dari kedai kopi tersebut, aku yang waktu itu sudah berada didalam gerai kopi sejak awal bersama Ajil, juga hendak keluar. Rasa penasaranku pada gadis ini pun membuncah muncul. Aku pun berpisah dengan Ajil, lalu secara diam-diam mengikuti gadis ini.

Gadis ini benar-benar mebuatku kagum dengan sikapnya. Dikota yang serba modern dan masyarakatnya cenderung individualis seperti kebanyakan, masih ada gadis baik sepertinya. Gadis itu mengantarkan sang gadis kecil kepada ibunya. Dan dari percakapan mereka, aku tahu nama gadis ini. Chelsea, terdengar sangat pas untuknya.

Ya, sejak hari itu, aku rajin mengunjungi kedai kopi tersebut sekedar untuk tahu lebih jauh tentang gadis ini. Setiap hari Senin hingga Jumat, pada pukul 5pm gadis ini selalu berada di gerai kopi ini. Ia akan memesan 3 cup kopi dengan rasa yang berbeda-beda, namun satu rasa yang akan selalu ia pesan adalah rasa mocca dengan toping extra cream. Sembari menunggu temannnya yang bekerja digedung kantor blok sebelah, ia akan menghabiskan kopi mocca extra creamnya. Lalu temannya akan melambaikan tangan dari luar gerai, dan Chelsea akan segera menghampirinya dengan sisa 2 cup kopi yang ia bawa.

Chelsea bersama temannya yang kuketahui setelah mencari tahu dari kantornya, ia bernama Tissa. Chelsea dan Tissa tinggal bersama dengan menyewa sebuah apartemen dekat kawasan perbelanjaan ini. Ketika mereka akan masuk apartemennya, mereka akan menyisihkan 1 cup kopi yang ia beli tadi, untuk ia berikan kepada security yang berada diapartemenya.

Mereka selalu berangkat dan pulang kantor bersama karena memang kantor mereka juga berdekatan. Hanya terpisah oleh blok kawasan pusat perbelanjaan tersebut. Chelsea bekerja disebuah kantor majalah fashion ternama sebagai editor, dan Tissa sahabatnya bekerja disebuah kantor pengacara sebagai sekertaris. Mereka akan keluar dari apartemen tepat pukul 8.15am, dan Chelsea akan menunggu Tissa saat pulang kantor tepat pukul 5pm di gerai kopi ini. Chelsea akan berada digerai kopi ini kurang lebih selama 15menit.
Setiap Sabtu dan Minggu pagi pukul 6am, Chelsea sendirian tanpa Tissa akan joging disekitar apartemennya. Setelah olahraga pada Sabtu pagi, tepat pukul 7am ia akan sampai di minimarket dekat apartemennya. 
Disana ia akan membeli sayuran organik.

Jangan tanya aku tahu semua itu darimana. Karena sudah 2bulan sejak pertama aku melihatnya, hampir selama itu aku mencari tahu tentangnya. Tidak itu saja, setiap minggu saat berolahraga dikawasan car free day, dia akan selalu bergabung dengan sukarelawan yang mengadakan acara amal yang rutin setiap minggu diadakan dikawasan itu. Dan hal itu semakin membuatku kagum, yang kemudian berubah menjadi suka, mungkin.

#Day 1

Hari ini aku ingin menampakan diri kepada Chelsea. Aku tidak ingin hanya menjadi secret admire’nya. Tapi tiba-tiba keberanian itu hilang ketika aku melihatnya masuk kedalam gerai kopi ini.

“Seperti biasa ya,” ujar Chelsea kepada kasir sambil berjalan menuju kursi favoritnya, dekat jendela.

Aku hanya berani curi pandang kepadanya. Aku ingin menghampirinya, namun pikiran dan hatiku sedang tidak sinkron. Jam sudah menunjukkan pukul 5.14pm yang berarti 1 menit lagi ia akan meninggalkan gerai ini karena Tissa akan menghampirinya.

Satu hal yang belum kalian tahu, aku mempunyai sebuah jam waktu yang bisa menghentikan waktu. Jam waktu berbentuk kecil seperti liontin, aku selalu menyimpannya disakuku. Aku pun mengambil jam itu, dan menggunakannya untuk menghentikan waktu sejenak.

Waktu mulai berhenti. Segala aktifitas didunia ini sudah berhenti selain aktifitasku karena aku yang mengaktifkan jam waktu ini. Semua aktifitas umat manusia sudah terhenti, mereka semua mematung, tidak hanya manusia yang mematung, tetapi juga hewan dan kendaraan sudah mematung sejak aku mengaktifkan jam waktu ini untuk berhenti, dan mereka baru akan tersadar dan melakukan aktifitasnya lagi tanpa sadar waktu telah terhenti, ketika aku mengaktifkan jam waktu ini lagi.

Ketika semua sudah terhenti, semua sudah mematung, Chelsea duduk dikursinya sambil melihat keluar. Bibirnya sedikit belepotan dengan extra cream’nya. Dengan lembut akupun menghapuskan cream yang ada dibibirnya. Lalu aku pun mengambil bunga mawar pajangan yang berada dimeja kosong belakangnya. Aku letakkan mawar itu tepat dimeja hadapannya.  Dan ternyata hari ini ia membawa puzzle yang sedang ia susun. Mungkin ia memainkannya untuk mengusir rasa bosannya menunggu Tissa. Puzzle itu masih berantakan, aku pun membantunya untuk menyusunnya hingga sudah jadi.  Beberapa saat akupun duduk dihadapannya sambil memandangi wajahnya. Mungkin sudah ada 10menit aku menghentikan waktu, dan bila terlalu lama itupun tak baik karena luar angkasa tak terpengaruh dengan penghentian waktu ini. Yang berpengaruh hanya yang ada didalam bumi saja. Maka aku buru-buru kembali ketempat dudukku dan kembali mengaktifkan waktu. Aku tepat berada ditempat duduk pojok belakangnya. Sehingga kemungkinan dia menyadari keberadaanku pun semakin sedikit karena posisiku yang dibelakangnya.

Setelah waktu kukembalikan menjadi normal, Chelsea terlihat bingung. Ada setangkai mawar tepat dihadapannya. Padahal sebelum waktu kuhentikan tadi, mawar itu tak ada. Dan puzzle’nya yang sudah menjadi rapi. Dia pun celingukan melihat kiri-kanannya, namun tak mendapat jawaban karena yang lain bertingkah biasa saja. Tak berapa lama, Tissa pun sudah menunggunya diluar gerai kopi.

Ini hari pertama aku berani berada didekatnya walau dengan menghentikan waktu. Dan ternyata keberanianku belum muncul sempurna. Namun aku tidak akan menyerah begitu saja.

#Day 2

Tepat pukul 5pm Chelsea seperti biasa masuk gerai kopi ini dan memesan 3 cup kopinya. Sambil menunggu pesanannya, ia duduk didekat jendela seperti biasa. Seperti kemarin, pukul 5.14pm, akupun menghentikan waktu kembali.

Dari kursi pojok belakangnya, aku perlahan menghampirinya. Seperti biasanya, bibirnya masih belepotan dengan cream kopinya. Aku pun mengusapnya untuk menghapusnya. Dan aku letakkan se- bouquet mawar merah yang kali ini sudah aku siapkan. Hari ini ia tak membawa puzzle’nya, namun terdapat kertas note kecil yang setiap lembarnya sudah ada tulisan kata acak. Ada beberapa kata seperti “wander” “i’ve” “fallen for” “maybe” “you” dan beberapa lagi. Aku pun berpikir sejenak, kemudian ku susun kertas kecil itu dihadapannya menjadi sebuah kata, “maybe i’ve fallen for you”. Aku pun sejenak memandangi wajahnya dari dekat. Setelah 15menit waktu ku hentikan, aku pun mengembalikannya menjadi normal kembali setelah aku kembali ketempat dudukku.

Chelsea pun sama seperti kemarin, ia kebingungan dengan adanya mawar dihadapannya. Ditambah lagi dengan note yang telah disusun rapi bertuliskan; “maybe i’ve fallen for you”. Dia celingukan melihat kiri-kanannya, dan aku yakin dia belum menemukan aku sebagai dalangnya.

#Day 3

Aku yang bekerja sebagai dosen, hari ini mendapat kelas dadakan karena menggantikan mengajar kelas seniorku yang sedang ada seminar diluar. Akupun hanya mengajar sebentar kelasnya hingga membuatku terlambat ke gerai kopi sore ini. Aku baru keluar dari kelas pukul 5pm tepat.

“Pasti Chelsea sudah berada disana nih,” batinku cemas karena tak mungkin sampai gerai tersebut dalam 10 menit.

Kampus tempatku mengajar tidak terlalu jauh dari kawasan perbelanjaan tersebut, namun untuk berjalan kaki dalam waktu 10menit menuju gerai kopi tersebut tidak mungkin. Mau naik mobil atau motor pun tak mungkin, karena gerai kopi tersebut berada dikawasan bebas kendaraan. Aku pun melihat sekitar, aku melihat seorang mahasiswaku sedang menuntun sepedanya. Tanpa berpikir panjang, akupun meminjam sepedanya. Aku dengan sepeda berkecepatan penuh tersebut, menuju gerai kopi tersebut.

Sampai digerai kopi tersebut, aku parkirkan sepeda mahasiswaku ini didepan gerai kopi. Aku buru-buru masuk dan melihat meja Chelsea. Disana telah kosong. Aku melihat jam tanganku, dan jam telah menunjukkan pukul 5.17pm. Dengan kecewa aku berjalan menuju kursi biasanya aku menunggunya. Masih sambil berjalan dengan kecewa, aku mengeluarkan jam waktuku dan terus memandanginya. Aku pun duduk dikursiku masih dengan lamunan dan pandangan pada jam waktuku.

Tiba-tiba, semua terasa aneh.

*Chelsea’s POV

#Day 3

Ini adalah hariku memastikan siapa yang dua hari ini telah memberiku kejutan. Aku datang lebih awal kegerai kopi hari ini. Pukul 4.30pm aku telah sampai. Dan aku hanya memesan 1 mug kopi yang aku minum disini. Aku juga pindah tempat duduk, aku pindah kepojok belakang didalam gerai tersebut, jadi sulit untuk ditemukan. Ditambah dengan koran yang pura-pura aku baca sehingga menutupi wajahku. Ketika aku sampai, aku melihat sekitar. Aku menaruh curiga kepada seorang pria yang telah memberiku kejutan. Namun ketika aku sampai, pria ini belum muncul juga. Aku pun masih bertahan dengan sembunyiku.

Jam pada gerai kopi tersebut telah menunjukkan pukul 5.14pm, tepat pada jam-jam aku merasa waktu telah dihentikan. Namun hari ini tidak, hingga menitan pada jam itu terus bertambah hingga jam menunjukkan pukul 5.17pm. Tepat pada jam tersebut, aku melihat seorang pria dengan buru-buru, diluar gerai sedang memarkir sepedanya. Kemudian masuk kedalam gerai dengan tergesa-gesa, lalu melihat sekeliling seperti mencari seseorang. Setelah selesai melihat sekeliling, sepertinya sang pria tak menemukan orang yang ia cari hingga merubah raut mukanya menjadi kecewa.

Sang pria yang bagiku terlihat familiar ini, kemudian berjalan menuju kursi pojok belakang didalam gerai kopi. Masih berjalan, sang pria mengeluarkan sesuatu yang terlihat seperti liontin namun terlihat familiar bagiku. Aku mulai berjalan mendekatinya. Hingga ketika ia duduk, ia masih memegang benda itu.

Aku masih berjalan mendekati pria ini, hingga aku memastikan, benda yang pria pegang ini adalah jam waktu seperti yang aku miliki. Dan memang benar seperti dugaan Tissa, pria ini memiliki jam waktu.

Segera, aku tekan tombol aktif jam waktu yang aku bawa.

Ya, kalian belum tahu, bahwa aku juga memiliki benda yang di sebut jam waktu berbentuk liontin ini.
~Flashback~

#Day 1

Tiba-tiba setangkai mawar sudah ada dihadapanku.

“Apa yang terjadi?” batinku penuh tanda tanya.

“Puzzle’nya, kenapa ini sudah jadi? Siapa yang menyelesaikannya?” pikirku dengan bingung.

Aku pun celingukan memandang sekitarku. Namun tak ada yang aneh. Orang-orang disekitarku bertingkah seperti biasa saja. Lalu, siapa yang menaruh mawar dan menyelesaikan puzzle’ku dengan sekejap? Rasanya tidak mungkin hanya dalam sekedip mata mawar itu tiba-tiba muncul. Padahal tadi tidak ada. Dan puzzle’nya belum aku selesaikan, namun, kenapa ini sudah jadi?

“Chels...” terdengar suara Tissa memanggil ku sambil melambaikan tangannya kepadaku diluar gerai sambil mengetuk kaca gerai tepat disamping aku duduk.

Masih penuh tanda tanya, aku membereskan barang bawaanku dan segera menghampiri Tissa.

“Tis, ini aneh deh. Gue baru aja ngalamin hal aneh. Semua seperti terjadi dalam satu kedipan mata. Tadi dimejaku, tidak ada apa-apanya, juga puzzleku belum selesai. Tapi tiba-tiba ada setangkai mawar ini, dan puzzle-ku sudah terselesaikan. Gue ngerasa kaya’ ada sesuatu yang telah terjadi,” ceritaku pada Tissa sambil berjalan pulang.

“Kamu ngomong apa sih Chels?” tanya Tissa yang tak paham.

“Ah elo, jadi ni tadi waktu gue nunggu elo, dimeja gue bersih gak ada apa-apa. Entah bagaiman datangnya, tiba-tiba dimeja gue udah ada setangkai mawar, juga puzzle gue udah kelar aja, padahal gue yakin tadi belum kelar,” ujarku masih dengan heran.

“Hah? Yang bener loe? Jangan-jangan ada yang gunain jam waktu??” ujar Tissa kaget.

“Maksudmu, jam yang bisa hentiin waktu itu? Gak munkin, gak mungkin,” ucapku tak percaya.

“Kenapa gak mungkin? Kita bukan satu-satunya yang bukan berasal dari sini kan?” ujar Tissa dengan enteng.

“Tapi tetap saja...” ucapku terpotong. Aku tak punya ide juga untuk melawan argumen Tissa yang kalau dipikir-pikir ada benarnya juga. Aku pun mulai memikirkan kemungkinan yang Tissa duga.

#Day 2

Dari kemarin sore, aku masih penasaran dengan kejadian yang aku alamin sore itu. Dan berulang kali Tissa mengingatkan tentang kemungkinan yang ia duga. Hal ini membuatku memikirkan kemungkinan tersebut juga. Maka sore ini, sesuai saran Tissa, aku menambah kewaspadaanku ketika berada didalam gerai kopi.

Tepat pukul 5pm aku memasuki gerai tersebut. Secara diam-diam, aku memandangi segala sudut didalam gerai tersebut. Kalau-kalau ada hal mencurigakan. Namun semuanya biasa saja, tak ada hal mencolok yang ku lihat. Pengunjung yang ada pun semua bersikap biasa saja. Hanya saja, ada seseorang yang membuatku tertarik.

Aku pun tak memperhatikan dengan khusus, namun kurasa, setiap sore aku berkunjung ke gerai kopi tersebut, pria itu selalu sudah duduk dikursi yang sama setiap harinya. Terkadang aku merasa, dia sedang memperhatikanku. Dia membuatku tertarik, namun tidak membuatku menaruh curiga padanya. Karena dia sudah selalu berada dilokasi itu bahkan sebelum kejadian kemarin sore terjadi. Hal ini membuatku tak berpikir, bahwa pria ini lah yang menghentikan waktu. Dan...

Dan aku sudah memperhatikan pria ini mungkin sudah ada 2 bulan ini. Dia lah yang menjadi alasanku setiap hari selalu datang ke gerai kopi ini tepat pukul 5pm. Kenapa pukul 5pm? Sebenarnya suatu hari aku pernah mencoba mengunjungi gerai ini lebih pagi hanya untuk melihatnya lebih awal, yaitu pukul 4.30pm. Namun pria ini belum datang. Dia selalu datang 2 hingga 1 menit sebelum aku datang. Aku tertarik pada pria ini, namun tak ada keberanianku untuk menunjukaannya. Kenapa? Karena aku sadar kami berbeda.

“Bila dia, kenapa baru mulai kemarin?” pikirku saat itu.

“Kira-kira, ada gak ya orang yang sama kaya’ kemarin sore disini sekarang? Selain pria itu dan para pegawai tentu saja,” ujarku dalam hati tetap sambil melihat kiri-kananku. Tapi orang yang sama tersebut tak kujumpai selain pria itu. Dan seperti kemarin, tiba-tiba semua terasa aneh.

Ketika semua terasa tak aneh, namun kembali lagi se-bouquet mawar merah dan note dihadapanku membuatku tambah aneh. Aku celingukan kekiri-kananku. Tak ada yang aneh selain mawar dan note dimejaku yang sudah tersusun menjadi sebuah kata. Semua orang yang berada disekitarku bertingkah biasa saja.

Tissa pun datang, dan menungguku diluar seperti biasa. Aku pun segera menghampirinya. Kuceritakan apa yang baru terjadi masih dengan ekspresi heranku.

“Tis, tadi terjadi lagi,” ceritaku sambil memperlihatkan bouquet bunga yang ku bawa.

“Apa saja tadi yang berubah?” tanya Tissa sambil memulai menyeruput kopinya.

“Nih, seiket bunga sama note yang udah bentuk kalimat “Maybe i’ve fallen for you.””critaku.

“Aih, kalimatnya. Haha... Beneran deh, tuh pasti pake jam waktu,” yakin Tissa masih sedikit tertawa.

“Terus, dah ada orang yang elo curigai?” tanyanya kemudian.

“Gak ada sih, tapi kaya katamu tadi pagi, gue waktu dateng tadi liat semua pengunjung dulu, kyanya gak ada yang sama kecuali satu orang, tapi gak mungkin dia deh,” ujarku kemudian.

“Kok gak mungkin?” tanya Tissa penasaran.

“Ya gak mungkin aja, karna ni orang kyanya udah lama barengan ma gue kalo gue ke gerai itu. Tapi dia selalu duduk dikursi itu mlulu kalo gue kesana, gue pun begitu, slalu duduk dikursi deket jendela itu,”

“Nah tuh, mencurigakan banget tuh. Pasti orang itu deh Chel,” simpul Tissa,

“Tapi kayanya gak mungkin deh Tis. Masak dia kaya’ kita, kaya’nya dia manusia kok,” kekeh’ku.

“Tapi dia mencurigakan gitu, gak ada yang gak mungkin Chel. Btw, dia cewek ato cowok?” tanya Tissa kemudian.

“Yakali, cewek. Cowok sih,” jawabku lirih.

“Nah tuh, fix maksimal gue mencurigai tuh orang. Masak iya cewek yang ngasih elo bunga juga tulisan falling-fallingan gitu...” celoteh Tissa yang membuat keyakinanku mulai luntur.

“Tapi dia udah lama, gak cuma kemarin  barengan guenya. Masak ya baru kemarin kejadiaannya dia dicurigai?” aku masih belum percaya orang yang diam-diam kukagumi, adalah bukan manusia.

“Itu malah semakin mencurigakan Chels,” timpal Tissa.

Tissa pun memberiku saran, agar besok datang lebih awal ke gerai itu dan memata-i secara khusus pria itu.

~Flashback end~

#Day 3

Aku pun menjalankan saran Tissa. Walau dengan perasaan setengah percaya, bahwa cowok yang kukagumi bukan manusia, aku tetap menjalankan sarannya. Aku datang ke gerai kopi itu pukul 4.30pm. Aku menunggu orang yang kucurigai itu, dengan tidak duduk ditempat biasa aku duduk. Aku memilih duduk dipojok belakang dalam ruang gerai kopi tersebut. Dengan tujuan, sudut pojok tersebut tidak mudah terlihat. Dan aku menutupi diriku dengan koran yang pura-pura aku baca agar menutupi wajahku. Kurasa penyamaran ini akan sulit terungkap bila tidak jeli untuk melihatku. Pukul 5.15pm, sang pria yang kuketahui bernama Bagas itu belum muncul juga.

Ya, Bagas. Aku tahu namanya karena aku sempat mencari informasi tentangnya. Dia adalah seorang dosen muda di kampus ternama, tentu saja dia menajdi idola bagi mahasiswanya. Bukan karena muda dan tampan dengan pawakan tubuhnya yang tinggi besar, kharismanya pun keluar bersamaan dengan kepandaiannya. Setiap sore setelah menyelesaikan urusan mengajarnya, ia akan mampir kekedai kopi ini sebelum pulang selama 5hari kerja, Senin-Jumat. Setiap Sabtu pagi, dia akan joging pagi hingga kawasan dekat apartemenku. Lalu mampir minimarket yang sama setiap pukul 7am hanya untuk membeli minuman isotonik. Setiap hari minggu pagi, dia tidak pernah terlewatkan ikut berolahraga pada car free day. Dan akan menjadi sukarelawan bersama mahasiswanya yang kebanyakan cewek, yang mungkin mereka sama denganku, pengagumnya. Dia akan menjadi sukarelawan dan mengadakan event secara random setiap minggunya. Dan aku pun akan ikut menjadi sukarelawan untuk event lain agar tidak terlalu mencurigakan. Walau kami sering bertemu, entah dia menyadari kehadiranku atau tidak, kami tak pernah bertegur sapa.

Tiba-tiba pintu gerai kopi dibuka dengan sedikit kasar. Fokusku pun kembali pada pintu. Terlihat disana, Bagas celingukan melihat seisi gerai seperti mencari seseorang. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 5.17pm. Aku segera bersembunyi dibalik koran yang kujabarkan agar menutupi wajahku. Terlihat dari ekspresinya, Bagas tak menemukan orang yang ia cari. Selesai memesan, masih dengan ekspresi kecewanya yang terlihat, ia berjalan dengan lesu menuju tempat duduknya seperti biasanya. Hal yang membuatku tertarik, dia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Seperti sebuah kalung yang berliontin. Masih dengan berjalan, ia memandangi liontinnya. Walau belum jelas aku melihatnya, aku yakin bentuk liontin itu bulat seperti jam.

Kuberanikan berjalan mendekatinya. Aku ingin memastikan bahwa itu benar jam waktu yang bisa membuat waktu berhenti. Bagas sudah duduk dikursinya, aku semakin dekat kearahnya. Namun dia belum manyadari kehadiranku. Ya, dan aku sudah dapat melihat dengan jelas, bahwa itu adalah jam waktu. Aku shock dan speechless. Langsung tanpa berpikir panjang, aku menghentikan waktu. Aku tekan jam waktu yang juga aku punya. Aku terdiam sejenak menenangkan diri. Ketika aku sudah bisa mengendalikan diriku, aku pun maju mendekat kearah Bagas yang sedang mematung terkena efek jam waktu.

Aku duduk dikursi hadapannya. Aku memandangi wajahnya yang memang mempesona tersebut. Aku mulai tersenyum.

“Ini lucu,” batinku sambil tersenyum kecil.

Selama ini aku mengaguminya secara diam-diam hanya karena takut dia berbeda dariku. Namun ini lucu, sepertinya diapun bukan manusia biasa. Lalu untuk apa ketakutanku selama ini?

Aku pun mulai menyusun note yang telah kusiapkan sebelumnya. Ku susun sebuah kata, “it was You” yang kususun dimeja hadapannya. Lalu aku meninggalkannya dan akupun mengaktifkan kembali jam waktu.

Kulihat dia bangun dengan kebingungan. Dia melihat mejanya dengan note yang telah kususun menjadi sebuah kalimat. Dia celingukan melihat kiri-kanannya.

Aku telah duduk disampingnya, samping luarnya tepatnya. Aku tepat duduk disampingnya, hanya saja kami terpisah kaca. Aku duduk dikursi luar gerai kopi, tepat Bagas duduk didalam.

Bagas melihatku yang duduk disampingnya. Aku tersenyum padanya. Ekspresi mukanya masih terlihat kebingungan. Kemudian akupun melambaikan jam waktu yang kupunya kehadapannya. Ia mulai tersadar, dan melihat jam waktu yang ia pegang. Mukanya menjadi sedikit merah dan mulai tersenyum padaku. Dan Bagas mulai berdiri, mungkin dia akan menghapiri.

Rasa percaya diriku mulai surut lagi. Hatiku mulai deg-degan kembali ketika benar saja Bagas dengan mukanya yang memerah berjalan kearahku.  Aku masih mencoba tersenyum padanya ketika dia sudah berdiri tepat dihadapanku.

“Boleh aku duduk?” tanya nya dengan suara yang semakin menggetarkan hatiku.

“Tentu,” jawabku singkat mencoba tenang.

“Apakah benar itu kamu?” tanya ku kemudian mulai memberanikan diri.

“Apa?” tanyanya masih menyangkal. Akupun melambaikan jam waktuku yang bentuknya liontin sama yang ia miliki. Bagas mulai tersenyum.

“Jadi, apa aku sudah ketahuan?” ucapnya sambil tersenyum.

“Belum juga,” jawabku sekenanya.

“Lalu, darimana kamu dapat benda itu? Yang kutahu, benda ini hanya dimiliki oleh orang tertentu,” tanyaku penasaran.

“Dan kamu juga punya jam waktu itu? Apa kamu juga bukan berasal dari bumi?” Bagas bertanya dengan ekspresi kaget.

“Jadi kamu juga...” ujarku masih tak yakin dengan apa yang akan aku katakan selanjutnya.

“Apa kamu juga...” potongnya dengan ekspresi kaget.

“Jadi, darimana asalmu?” tanyaku kemudian.

“Aku berasal dari planet Merah (Mars=Male’s symbol), kamu?” tanyanya lagi.

“Aku dari planet Biru (Venus=Female’s symbol), apa kamu juga pasukan khusus?” tanyaku masih penasaran.

“Bagaimana kau tahu tentang pasukan khusus? Ya, aku pasukan khusus agent antar galaxy. Aku kesini untuk menjaga keseimbangan perdamaian antar galaxy, dan aku menyamar menjadi dosen untuk tahu lebih jauh karakter makhluk bumi,” jelasnya.

“Dan kamu, apakah kamu juga agent khusus? Lalu apa tugasmu dengan menyamar sebagai editor majalah ternama?” tanya Bagas yang membuatku kaget bagaimana dia tahu profesiku sebagai editor majalah.

“Bagaimana kau tahu profesiku?” tanyaku.

“Ah, maafkan aku. Seperti yang kau tahu, seperti note yang sudah kususun kemarin, aku telah mengikutimu selama 2bulan ini,” jawabnya pasrah.

*Bagas’ POV

“Bodohnya aku, kenapa aku mengatakan profesinya tadi,” gerutuku dalam hati.

“Ah, maafkan aku. Seperti yang kau tahu, seperti note yang sudah kususun kemarin, aku telah mengikutimu selama 2bulan ini,” jawabku pasrah karena sepertinya penyamaranku telah terungkap olehnya.

“Lalu, apa tugasmu?” tanyakukemudian memotong pembicaraan.

“O, sama sepertimu. Hanya saja, aku mengawasinya dengan melihat trend gaya perempuan manusia bumi,” jawab Chelsea yang terlihat tak nyaman dengan jawabanku tadi.

“Tapi, darimana kamu dapatkan jam waktu itu? Bukankah bahaya menggunakan secara sembrono seperti itu?” tanyanya dengan ekspresi cemas.

“Oh, ini. Aku sudah memilikinya hampir selama 5 tahun ini. Memang benar, kita hanya diperbolehkan menggunakannya ketika kita dalam keadaan bahaya. Tapi benda ini juga memiliki batas waktu penggunaanya selama 5 tahun bukan? Dan ini hampir kadaluarsa, sedangkan aku sama sekali belum pernah menggunakannya. Lalu, bagaimana dengan milikmu?” tanyaku kemudian.

“Sama sepertimu, masa berlaku jam waktu ini juga sudah mau habis. Ngomong-ngomong, sudah berapa lama kamu di bumi?” tanyanya kemudian menyeruput kopinya.

“Aku sudah 9 tahun ini. Apa kah kamu juga sama?” tanyaku.

“Wah, ternyata sudah lama juga,” ujarnya dengan ekspresi kagum. Dan hal itu membuatku tersenyum tersipu.

“Aku baru akan 5 tahun ini,” jawabnya kemudian.

Dan kemudian, kami seperti habis kata-kata. Terasa hening. Aku pun bingung mau berbicara apa.

“Oh ya, kenapa hari ini kamu tidak pulang bersama Tissa?” tanyaku memecah keheningan.

“Haduh, sepertinya salah ngomomg lagi,” batinku kesal.

“Tissa? Bagaimana kamu tahu nama sahabatku?” tanyanya dengan heran.

“Eh ya, bukankah tadi sudah kubilang aku sudah mengikutimu selama 2 bulan ini?” ujarku sok cool. Aku memandang kewajahnya, tersirat warna merah muda pada wajahnya.

“Oh, oh hari ini Tissa memang ada pekerjaan yang penting, jadi kami tidak pulang bersama,” jawabnya dengan canggung.

“Lalu, apa Tissa juga bukan berasal dari bumi?” tanya ku hati-hati.

“Ya, aku dan Tissa berasal dari planet yang sama,” jawabnya enteng. Lalu terlihat ia melihat jam tangannya.

“Sudah mau jam 6pm, sepertinya aku harus pulang,” ujarnya kemudian.

“Oh, emh, boleh kuantar?” tawarku ragu. Dia tersenyum padaku membuat jantungku berdegup lebih cepat.

“Sepertinya tanpa kupersilahkan kamu juga akan mengantarku,” jawabnya mulai menggodaku. Aku pun tertawa bersamanya.

Sore itu aku mengantarnya pulang dengan berjalan kaki walau aku sambil menuntun sepeda salah satu mahasiswaku. Kami menghabiskan waktu berjalan dengan sambil mengobrol. Aku mulai mengaku padanya, bahwa aku tertarik padanya. Dan betapa senangnya aku, ketika dia pun mengaku hal yang sama.

Dan kami pun tertawa bersama menyadari tingkah konyol kami. Selama ini kami saling menjaga jarak karena takut bahwa kami berbeda, berbeda asal. Karena memang kami sebagai agent perdamaian antar galaxy, dilarang jatuh cinta dengan makhluk asli dimana kami ditugaskan. Larangan itu muncul berdasarkan perjanjian identitas asal kami harus dirahasiakan kepada makhluk asli dimana kami ditugaskan. Karena memang organisasi perdamaian antar galaxy ini adalah organisasi TOP SECRET yang hanya diketahui oleh para petinggi disetiap planet yang berada di galaxy yang bekerjasama.

Selain itu, juga ketakutan bila kami memiliki hubungan dengan makhluk asli dimana kami ditugaskan, rahasia organisasi akan terbongkar. Namun setelah mengetahui asal-usul Chelsea, aku menjadi lega. Kami sama-sama agent rahasia organisasi antar galaxy, itu berarti kami sama-sama mempunyai kepentingan yang sama di planet bumi ini. Dan secara otomatis perjanjian kerahasiaan identitas kami gugur, karena kami sama-sama agent rahasia. Dan semenjak sore itu, aku semakin dekat dengan Chelsea. Akupun mengenalkan Tissa pada sahabatku yang juga merupakan seorang agent rahasia sama sepertinya, Ajil. Namun ternyata mereka juga sama-sama sudah saling kenal karena satu profesi pekerjaan, berhubungan dengan hukum. Namun mereka juga belum mengetahui identitas asli sebelum kuberi tahu. Ajil pun juga menjadi dekat dengan Tissa.

***

Sore itu, Bagas sudah berada didalam gerai kopi tersebut. Ia tengah menikmati kopinya sambil memainkan smartphone’nya, hingga seseorag telah berdiri disamping Bagas. Mengetahui siapa yang telah berdiri disampingnya, Bagas pun berdiri dan menyiapkan serta mempersilahkan nya duduk.

“Tepat pukul 5 seperti biasa,” ujar Bagas sambil tersenyum.

“Apa kamu berharap aku datang lebih cepat?” goda sang lawan bicara yang telah duduk dihadapannya yang tak lain adalah Chelsea.

“Bisa jadi,” jawab Bagas dengan tersenyum. Tiba-tiba mereka terdiam mendengarkan lagu yang diputar di gerai kopi tersebut. Dan pipi mereka pun menjadi memerah karena lagu tersebut. 

I think that possibly, maybe I'm falling for you
Yes there's a chance that I've fallen quite hard over you.
I've seen the paths that your eyes wander down
I want to come too

I think that possibly, maybe I'm falling for you
No one understands me quite like you do
Through all of the shadowy corners of me

I never knew just what it was about this old coffee shop
I love so much
All of the while I never knew
I never knew just what it was about this old coffee shop
I love so much
All of the while I never knew

I think that possibly, maybe I'm falling for you
Yes there's a chance that I've fallen quite hard over you.
I've seen the waters that make your eyes shine
Now I'm shining too
Because oh because
I've fallen quite hard over you
If I didn't know you, I'd rather not know
If I couldn't have you, I'd rather be alone

I never knew just what it was about this old coffee shop
I love so much
All of the while I never knew
I never knew just what it was about this old coffee shop
I love so much
All of the while, I never knew

All of the while, all of the while,
it was you.

“Aku gak suka lagu ini,” gerutu Chelsea kemudian.

“Kenapa?” tanya Bagas yang pipinya masih memerah.

“Lagu itu kayak menyindir kita,” jawab Chelsea dengan cemberut. Bagas yang mendengarnya malah tertawa.

“Kenapa kamu malah tertawa?” tanya Chelsea heran.

“Tentu saja, bukan kayak lagi, tapi lagu itu memang menyindir kita,” ujar Bagas yang masih tertawa sambil mengusap rambut Chelsea.

“Serasa kita sedang disindir makhluk bumi, sepasang makhluk luar angkasa yang sedang jatuh cinta di bumi ya, jatuh cinta digerai kopi,” lanjut Bagas dengan senyuman hangatnya, membuat hati Chelsea tersentak kaget. Chelsea pun hanya tersenyum tanda mengiyakan. Mereka pun saling bartukar senyum dengan saling menatap yang penuh arti. Dan hanya kebahagiaan yang tergambar diraut wajah mereka.

-END-

NB:
Coment, comment... Waiting Your Commments Guys!
Gimana? Endingnya garing gak? Genre Fantasy pertama nih, bingung juga :D
Comments ya...

Poster Kids From the Star mirip Poster You Who Came From Another Star?

Semoga ini hanya pradugaku saja.

Namun ketika kedua posternya dijejerkan, apa hanya praduga?

Kids From the Star (left), You Who Came From the Star (right).
 Sekilas mirip gak sih?
Coba lebih perhatikan bintang-bintang yang bergantungan dibagian atas poster.
Juga posisi pemain yang bergerombol di sebelah kanan poster, dan sebelah kiri untuk tulisan.
Nah... Itu baru yang sekilas.
Yang selanjutnya??


Coba lebihkan perhatian pada tulisan yang kuberikan  tanda panah.
Itu udah jelas banget tulisan HANGUL, tulisan Korea. Bukan alfabeth.


Sekarang, coba lihat tulisan pada You Who Came From The Star (YWCFTS).

Karakter hurufnya sama gak?
Hanya beda yang berarti "Kids" sama "You who" aja *mungkin, jg gk bisa b.korea*. --"
Tapi overall, definitely, MIRIP. Mirip ya, bukan sama "pleg".

Kalau dari cerita jelas beda, yang menyamakan ya hanya mereka ALIEN aja.
Dan kalau terinspirasi itu, menurutku udah pasti, KFTS terinspirasi dgn YWCFTS.
Yang kupertanyakan, itu udah dapat ijin belom ya?

Jangan sampai kaya' kasus kak Niki juga kak Morgan gegara sinetronnya yang belom ijin, sampai mau dituntut dan INDONESIA sempat jadi bahan bully'an penyuka kdrama INTERNATIONAL.

Tulisan ini bukan bertujuan untuk men-judge bahwa KFTS me-plagiat YWCFTS. Hanya saja, dengan kemiripan-kemiripan yang ditemukan, muncul pertanyaan ganjal itu. Ijin belum?

Tulisan ini hanya sekedar pertanyaan, dan mungkin pengingat saja.

Hal ini terjadi karena aku sendiri miris dengan fakta-fakta bahwa semakin sedikitnya acara hiburan televisi Indonesia yang pure ide kreatif anak dalam negri. Kebanyakan mirip hingga "plagiat" karya luar.

Cukup segitu deh aku ngluarin unek-uneknya. Bila ada yang bisa jawab pertanyaanku, comment ya.
"Udah IJIN belum?"

Tetap berkarya kalian semua.
Indonesia masih punya kalian yang kreatif! ^^

Tuesday 4 November 2014

Princess Hours versi IC [Chapter 4 part 5]




“Setelah 2-3 tahun, kita akan bercerai dan kamu akan pergi ke luar negeri. Lebih baik kamu mulai merencanakannya sekarang,” jawab Chelsea dengan mata berkaca.


“Belajar di luar negeri? Oh itu,” ujar Bagas paham. Bagas berusaha menjelaskannya, tapi Chelsea tak memberinya kesempatan untuk bicara.


“Aku tak peduli dengan siapa kamu akan pergi belajar ke luar negeri. Saat itu, aku akan kembali bersama keluargaku. Itulah masa depan yang kuinginkan,” ungkap Chelsea.


“Jadi masa depan yang kamu inginkan adalah kembali ke rumahmu?” tanya Bagas kemudian.


“Ya. Jika kamu memikirkannya, pasti semuanya akan berjalan dengan baik. Kamu bisa pergi untuk meraih mimpimu dan aku bisa memulai hidup baruku dengan seseorang yang kusukai,” ujar Chelsea.


“Dengan kata lain, kamu akan memulai hidup barumu dengan Rafa?” tanya Bagas dengan kasar.


“Apa? Kamu benar-benar hanya peduli pada dirimu sendiri. Rafa dan kamu berbeda. Setidaknya dia jujur padaku. Kamu tak pernah jujur padaku. Jika kamu jujur, kami tak mungkin bisa sedekat ini sekarang,” marah Chelsea.


Chelsea hendak melangkah pergi. Tapi Bagas menahan tangan Chelsea. Bagas memojokkan Chelsea dan mencium Chelsea dengan paksa. Chelsea meronta berusaha melepaskan dirinya dengan susah payah. Akhirnya Chelsea berhasil melepaskan diri.


“Apa yang kau lakukan?” teriak Chelsea ketika sudah terbebas dari cengkraman Bagas.


“Aku hanya ingin kamu tahu, kalau aku ini suamimu!” tegas Bagas. Chelsea langsung menampar Bagas.


“Kau itu benar-benar brengsek!” ucap Chelsea menahan tangis marahnya. Chelsea melangkah pergi meninggalkan Bagas. Bagas kesal sekaligus marah dan memukul tembok di depannya.


*Di kediaman Royal Couple


Mereka sudah kembali kekediamannya setelah dari pesta Rafa.


Chelsea sedang merenung di kamarnya dan membayangkan kembali apa yang kemarin telah terjadi antara dirinya dengan Bagas. Chelsea terus teringat saat Bagas menciumnya. Dia jadi salah tingkah sendiri. Di kamarnya, Bagas juga sedang merenung. Terbayang  peristiwa yang kemarin terjadi saat Chelsea menamparnya. Dia merasa bersalah pada Chelsea.


Bagas melangkah menuju kamar Chelsea. Bagas melihat Chelsea sedang termenung. Bagas masuk dan mendekati Chelsea. Bagas kemudian duduk di depan Chelsea.


“Pergilah. Aku benar-benar sedang tak ingin melihat wajahmu!” ujar Chelsea ketus tanpa memandang Bagas.


“Aku tahu, ini sedikit memalukan. Ku rasa aku kehilangan pikiranku waktu itu... Hei, meskipun itu bukan aku, dan seorang lelaki mengalami saat seperti itu… Tak bisa bisakah kau mengerti aku?” tanya Bagas dengan membujuk Chelsea dengan tingkah manis. Chelsea masih tetap bungkam.


“Kamu tahu bagaimana aku kalau aku sedang marah. Aku tahu itu tak benar. Tapi apa kamu tak bisa melupakannya saja. Aku berusaha mengatakan seperti ini padamu dan semuanya….” Bagas tak bisa melanjutkan kata-katanya karena sekali lagi Chelsea meminta agar Bagas pergi dari kamarnya.


“Apa kamu masih ingin terus bersikap seperti ini? Aku bilang aku minta maaf,” pinta Bagas.


“Kau hanya berpikir tentang perasaanmu sendiri. Kau merasa dirimu adalah yang paling baik daripada orang lain. Kau tak pernah peduli pada perasaan orang lain. Kau tak pernah peduli. Aku ini bukan mainanmu yang bisa kau permainkan kapanpun saat kau sedih, bahagia atau marah. Aku tak ingin bermain terus denganmu,” ungkap Chelsea.


“Apa kau tak lelah berkata terus seperti itu? Berhentilah berkata kalau kau itu mainan ataupun semacamnya,” ucap Bagas frustasi.


“Aku baru saja mau bicara dan kau minta aku menghentikannya. Kau itu benar-benar orang yang aneh! Apa kau tahu itu! Kau selalu seperti itu. Jika kau melakukan kesalahan, tak seorangpun yang akan menyalahkanmu. Jika aku yang berbuat kesalahan, kau selalu mencoba menangkapku seperti menangkap tikus. Terutama saat itu berhubungan dengan Chindai. Saat aku bertanya padamu tentang dia, kau tiba-tiba marah tanpa alasan! Berapa lama lagi kau akan memperlakukanku seperti itu?” teriak Chelsea marah.


“Bukankah kau yang membuatku marah. Selalu saja membawa-bawa Chindai saat punya masalah apapun,” Bagas juga berteriak tak terima disalahkan.


“Bagaimana denganmu? Kenapa saat kusebut nama Chindai, kau selalu berubah jadi bungkam!” tambah Chelsea masih berteriak.


“Apa? Kau pasti salah mengartikan sesuatu. Insiden di pesta itu, kau lah yang berbuat salah,” ujar Bagas lagi.


“Jika itu Chindai, yang ada di posisiku, kau pasti takkan pernah bersikap sekasar ini. Aku ingin sendirian sekarang,” ucap Chelsea mulai mereda. Bagas tak tahu lagi harus bicara apa. Bagas beranjak pergi, sampai di pintu masuk, dia berhenti.


“Aku tak bermaksud berbuat kasar padamu. Hanya saja..., aku tak tahu apa yang harus aku lakukan lagi,” ujar Bagas dengan menyesal. Chelsea hanya bisa mendesah setelah kepergian Bagas.


*


Chelsea bicara berdua dengan Rafa di taman Istana.


“Pada awalnya, rencana pernikahan itu memang untukku juga kamu, bukan?” ujar Chelsea mengawang.


“Tapi sekarang semuanya tak bisa berjalan seperti itu. Kita tak mungkin membelokkan waktu,” lanjut Chelsea.


“Saat aku berusia sepuluh tahun, aku pulang sekolah. Rumahnya sangat sepi. Yang terdengar hanya suara pintu yang terbuka saat aku membukanya. Aku tak bisa menemukan ibuku dimanapun. Tapi aku mendengar suara air mengucur di kamar mandi. Aku melihat ibuku ada di sana. Ibuku ada di  lantai dengan mata terpejam. Aku berteriak. Aku  pikir ibuku akan pergi meninggalkanku. Bagaimana aku harus hidup? Bagaimana jika ibuku pergi meninggalkanku seperti ayahku? Aku sangat ketakutan hingga dia ingin mati,” curhat Rafa sedih tentang kisah menyakitkannya. Dan ia takut terluka untuk kehilangan wanita yang ia cintai lagi, Chelsea.


*


Chelsea kembali ke kediamannya. Bagas yang duduk dikursi ruang depan, sudah menunggunya. Ketika Chelsea baru masuk kediaman mereka, Bagas memanggil Chelsea


“Putri Mahkota...” panggil Bagas.  Tapi Chelsea mengacuhkannya.


“Hei! Apa kau tak dengar?” panggil Bagas lagi, membuat Chelsea berhenti namun tetap diam.


“Apa kau akan seperti ini selamanya. Kenapa kau melarikan diri dariku?” tanya Bagas.


“Aku tak melarikan diri,” jawab Chelsea ketus.


“Jangan bertemu lagi dengan Rafa. Tak peduli berapa seringnya aku mengatakan hal ini pada Rafa, tapi dia tak pernah mau mendengarkannya. Ku rasa lebih baik kau berhenti menemuinya,” pinta Bagas.


“Kenapa aku harus melakukan hal itu?” tanya Chelsea.


“Karena itu menggangguku. Semua hal yang membuatku marah, semuanya itu salahnya,” ujar Bagas.


“Jangan berpikir bagaimana aku dan Rafa bersama,” ucap Chelsea.


“Aku ini suamimu. Dan suamimu berkata kalau dia tak menyukai hal itu. Kenapa kau selalu saja mencarinya?” tanya Bagas mulai kesal.


“Kau punya segalanya di dunia ini,” jawab Chelsea menahan emosinya.


“Apa?” tanya Bagas yang tak mengerti maksud Chelsea.


“Rafa adalah bagian dari keluarga kita. Dia sudah melewati banyak hal lebih buruk dari yang kau alami. Dia bagian dari keluarga kita. Jadi kita harus memperhatikannya,” jawab Chelsea.


“Kenapa kau harus melakukan semua itu? Aku bahkan tak bisa walau hanya berdiri di sampingnya!” ucap Bagas.


“Karena dia bagian dari keluarga kita. Tak peduli betapa seringnya kau bertengkar dengannya, anggota keluarga itu harus saling menjaga. Ayah dan Ibuku juga sering berkata seperti itu,” jelas Chelsea.


“Terserahlah. Berapa lama lagi kau akan terus bersikap seperti itu?” timpal Bagas.


“Aku tak sedang mencoba bersikap seperti apapun. Aku hanya merasa sedikit aneh. Aku hanya butuh waktu,” jawab Chelsea. Chelsea pergi masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Bagas yang frustasi.


*


Bagas kembali ke kamarnya. Dia membuka kotak yang berinisial CG, yang berisi semua hal yang diberikan Chindai untuknya. Bagas mulai mengenang benda-benda tersebut dan kemudian berpikir tentang sesuatu lalu menyimpang kotak itu kembali.


*Dikediaman Ibu Suri


Sekertaris Istana menyampaikan kabar permintaan wawancara dari salah satu stasiun televisi seperti biasanya agar masyarakat tahu tentang adanya keluarga kerajaan. Sekertaris Istana bertanya apa mereka akan menyetujuinya.


“Bukankah tak ada masalah dengan interview itu,” ujar Ibu Suri Ira. Sekertaris Istana menyampaikan pendapatnya, masalahnya adalah kondisi kesehatan Raja sedang terganggu dan Pangeran bukanlah pembicara yang hebat. Sekertaris Istana mengusulkan bagaimana kalau mereka membatalkan saja interview itu.



“Apa kau ingat yang pernah dikatakan oleh Raja saat makan malam keluarga? Kita ada karena masyarakat dan kita ini bekerja dengan mereka. Kenapa harus melarikan diri seperti itu. Kirimkan Putra dan Putri Mahkota untuk pergi interview,” perintah Ibu Suri.



“Yang Mulia, maafkan aku. Tapi Putra Mahkota belum siap kalau harus melakukan wawancara seperti itu. Dia mungkin akan gugup dan tak bisa menjawab dengan benar. Dan juga, jika pertanyaan yang diajukan terlalu sulit. Aku tak tahu apa dia bisa menjawabnya dengan benar tanpa membuat kesalahan. Terutama yang berhubungan dengan kehidupan. Hal itu mungkin akan meninggalkan kesan buruk tentang istana. Itulah kenapa aku bilang…”ujar Dayang Ibu Suri yang berdiri di belakang Ibu Suri.



“Tolong jangan memotong pembicaraan orang saat orang itu belum selesai bicara. Aku bahkan belum selesai mengatakan apa yang ingin ku katakan. Hanya karena mereka akan menayangkan secara Live, itu bukan berarti hal yang menakutkan, kan? Ada banyak pilihan untuk interview secara live seperti talkshow kan, atau lebih nyaman lagi kalau bertemu langsung dengan para pemirsanya. Ada banyak hal yang berbeda yang dilakukan saat wawancara,” ucap Ibu Suri.



“Tapi Yang Mulia, Pangeran belum pernah mempersiapkan diri untuk interview semacam ini. Apalagi interview-nya akan didengarkan oleh seluruh dunia,” ujar Sekertaris Istana khawatir.


“Kalian semua benar-benar membuatku gila.Tinggal siapkan saja dia. Kita tak bisa menekannya dan berdiri di balik pintu. Putri dan Pangeran akan bisa melalui wawancara itu dengan baik,” timpal Ibu Suri lagi.


*Dikampus


Di kampus, Chelsea termenung sendirian berdiri menghadap keluar sendirian didepan kelas. Angel datang menghampiri Chelsea. Mereka pun berbincang.


“Apa yang sebenarnya terjadi dengan teman baikku CP Chelsea?” tanya Angel.


“Aku sedang mencoba mencari tahu,” jawab Chelsea singkat.


“Apa yang sebenarnya kau pikirkan?” tanya Angel lagi.


“Apa aku melalui hidupku dengan benar? Apa yang sedang kulakukan sekarang?” jawab Chelsea yang berupa pertanyaan.



“Apa? Itu hal yang gila. Kau akan jadi sakit kalau kau berpikir seperti itu. Dengan otak sepertimu, memikirkan sesuatu sesulit ini adalah hal gila. Apa kau ingin mengakhiri sesuatu?” tanya Angel. Chelsea hanya bisa mendesah.


“Waktu itu di pesta, Bagas dan kau sepertinya terlihat ada masalah. Tapi dari apa yang kulihat, sepertinya Bagas benar-benar menyukaimu,” ucap Angel dengan tulus.



“Aku membayangkannya, apa benar dia memang menyukaiku? Aku bahkan belum pernah mendengarnya mengatakan hal itu. Dan jika memang dia menyukaiku, itu mungkin karena ikatan yang ada. Setiap hari saling bertemu saat kami bangun, makan bersama, pergi hampir kemanapun bersama. Jika kau tak mengenal seseorang dan tiba-tiba harus menghabiskan sepanjang hidupmu bersamanya, kau mungkin akan merasakan hal seperti ini. Saat aku tak melihatnya, aku jadi khawatir padanya. Saat dia pergi jauh, aku merasa kesepian dan ingin pergi untuk mencarinya. Pasti seperti itu,” keluh Chelsea.



“Ini tak seperti dirimu yang biasanya. Ada apa?” tanya Angel kemudian.


“Aku selalu menangis karena Bagas. Aku selalu terluka karena Bagas. Aku tak yakin kalau aku berani untuk menghabiskan hidupku di istana dengan Bagas,” jawab Chelsea.


“Selama ini kau melakukannya dengan baik,” ucap Angel.


“Apa kau pikir aku bisa melakukannya? Apa aku cukup berani untuk melakukannya?” tanya Chelsea. Angel hanya bisa menatap Chelsea dengan sedih.


*Sore hari dikediaman Royal Couple


Bagas menuju ke kamar Chelsea dan membuka pintu kamar Chelsea. Kedua dayang Chelsea ada di belakang Bagas dan senyum-senyum.


“Yang Mulia Pangeran. Yang Mulia Pangeran, apa anda mencari Yang Mulia Putri Mahkota?” tanya mereka. Bagas kaget dan jadi gugup dan kemudian menutup pintu kamar Chelsea lagi.


“Oh, tidak. Lakukan pekerjaanmu,” perintah Bagas sambil berlalu meninggalkan kamar Chelsea.


“Kurasa dia malu mengatakannya...” ujar para dayang ketika CP Bagas sudah pergi.



*


Chelsea ada di atas loteng tempat dulu Bagas biasa termenung sendirian. Chelsea mengamati tempat itu dan kemudian merasa sedih dengan peristiwa yang kemarin terjadi. Chelsea berbaring dan air matanya mengalir.


*Ditempat kerja Raja


Raja sedang berkumpul berempat bersama P.Salma, Rafa dan juga asisten Rafa. Mereka sedang membicarakan tentang artefak kebudayaan.


“Mengenai artefak yang hilang di luar negeri, sudah ada banyak diskusi mengenai hal itu. Hal itu sepertinya akan menuai banyak keuntungan daripada kerugiannya. Lebih banyak didiskusikan, akan lebih banyak lagi perhatian yang diberikan oleh masyarakat,” ujar Rafa. Raja mengiyakan hal itu.



“Mengenai cara pengembalian artefak itu dari luar negeri, tanggung jawab itu harus kita lakukan dengan baik. Ada satu hal yang paling penting,” ucap Raja.


“Seperti saat Pangeran George datang berkunjung waktu itu. Memberikan yang terbaik yang kita punya. Dan kita akan mendapatkan hasilnya,” usul Rafa.


“Ya tentu saja. Dan yang paling penting adalah yang terjadi dengan kebudayaan klasik Yunani tentang Parthenon milik mereka yang ada di museum Inggris. Inggris sebenarnya menolaknya saat pertama kali, tapi pada akhirnya, mereka akan mengembalikannya. Sampai sekarang saja aku masih belum bisa mempercayainya,” sahut P.Salma.



“Itulah kenapa, kita harus berusaha lebih baik dari pada itu. Untuk kasus Belanda dan Jepang... Ini karena determinasi kedua pemerintahan negara itu. Mereka sudah mengembalikan banyak sekali artefak pada negara kita,” ujar Raja.


“Mempersembahkannya pada negara kita dan dimasa depan, hal itu mungkin akan jadi semakin sulit utuk mengembalikan semua artefak itu,” lanjut Rafa.


“Pengeran Rafa sudah merencanakan itu semua dengan baik. Rencananya dia akan melakukan perjanjian saling menguntungkan dengan Perancis. Untuk Rencana Perpustakaan Asing,” lapor Asisten Rafa. Raja senang sekali mendengar hal itu.


“Pangeran Rafa sudah berusaha dengan baik. Aku lega sekali mendengar hal itu,” puji Raja. Rafa tersenyum mendengar pujian itu. Kemudian dia berpamitan pergi pada Raja. Raja bilang agar Rafa sering menemuinya untuk berdiskusi. Rafa mengiyakan permintaan Raja. P.Salma tersenyum tipis penuh arti menatap ayahnya.


“Saat menatap Rafa, ekspresi ayah penuh dengan kebahagiaan. Sangat berbeda sekali saat ayah menatap Bagas” keluh P.Salma saat P.Rafa sudah  pergi bersama asistennya.


“Mengenai pengembalian artefak itu, aku sudah lama membicarakannya dengan Putra Mahkota. Tapi kau lihat sendiri apa yang dilakukan oleh Rafa. Mereka berdua sama sekali berbeda menghadapi masalah seperti itu. Bagaimana aku tak senang melihat Rafa?” jawab Raja.


“Haruskah Bagas jadi khawatir karena hal ini?” sindir P.Salma. Dia merasa ayahnya lebih sayang pada Rafa daripada Bagas yang pada kenyataannya adalah putra kandung-nya sendiri.


*


Saat berjalan pergi dari kediaman Raja, Rafa bertemu dengan Ratu. Ratu bertanya apa Rafa baru saja dari kediaman Raja. Rafa membenarkan hal itu dan berkata kalau dia baru saja membicarakan tentang pengembalian artefak dengan Raja. Ratu menyuruh dayangnya yang menemaninya untuk pergi dulu. Ratu ingin bicara berdua dengan Rafa. Ratu juga memuji kemampuan mediasi yang dilakukan oleh Rafa dalam upaya pengembalian artefak milik kerajaan Palembang yang berada di luar negeri. Rafa tersenyum mendengar pujian Ratu.



“Ku dengar kau berpartisipasi dalam pertemuan tetua,” kata Ratu


“Ya. Aku selalu ingin menyampaikan salamku pada para tetua dan itu terjadi di pertemuan tetua. Karena itulah aku pergi,” jawab Rafa sopan.


“Pangeran Rafa. Kau itu orang kedua setelah Putra Mahkota. Secara langsung hal ini akan mempengaruhi sebagian besar perhatian anggota dewan istana. Tolong jangan lupakan hal itu,” ujar Ratu memperingatkan. Ratu hendak melangkah pergi, tapi langkahnya terhenti oleh kata-kata Rafa.


“Yang Mulia Ratu, apa maksud Anda, kalau aku ingin merebut posisi Putra Mahkota dari Bagas?” tebak Rafa.

 

“Pangeran Rafa! Bagaimana kau bisa berkata seperti itu dengan mudah dan tanpa tanggungjawab?” seru Ratu.


“Aku merasa kalau Yang Mulia Ratu sangat salah paham terhadapku. Itulah kenapa aku berkata seperti itu,” jawab Rafa.


“Salah paham?” tanya Ratu tak mengerti.


“Aku hanya melaksanakan tugas yang harus kulaksanakan. Melakukan sesuatu setelah berpikir dengan hati-hati,” tambah Rafa.



“Pangeran, berpikirlah dengan lebih hati-hati dari sebelumnya dan berpikirlah lebih dewasa lagi,” nasehat Ratu.


“Aku akan mengingat apa yang anda ajarkan padaku Yang Mulia Ratu,” jawab Rafa dengan dingin. Terlihat ekspresi Ratu yang berusaha menahan kekesalannya.



 *Dikampus


Di kampus, Chelsea bersama ketiga sahabatnya sedang beristirahat sambil mencoba menggambar sketsa baju.


“Kita sudah lama sekali tak membuat hal seperti ini. Rasanya seperti jadi mahasiswa baru lagi,” kata Chelsea.


“Itu benar. Kau adalah seorang murid. Sepenuhnya seorang murid, tapi sebagian lagi juga seorang Putri Mahkota,” kata Angel.


“Apa kau tak bisa bicara yang lainnya?” keluh Chelsea.


“Kau adalah seorang murid di masa lalu. Tapi kau tak perlu jadi seorang Putri Mahkota di masa lalu kan?” canda Angel.



“Angel memang temanku tapi…kau itu sangat pintar,” ujar Chelsea.


“Tapi haruskah seperti ini?” tanya Novi.


“Tentu saja. Pertama kau harus melakukan pemanasan. Kedua kau harus melakukan pemanasan,” jawab Chelsea.


“Bukan seperti itu. Pertama kau harus melahirkan seorang anak laki-laki. Kedua, kau harus melahirkan seorang anak laki-laki. Benar begitu kan?” timpal Marsha. Rafa yang baru saja akan bergabung dengan Chelsea cs, merasa sedih mendengar hal itu.



“Bagaimana mungkin seperti itu?” tanya Novi.


“Kau benar, pertama, tanyakan dulu pada Putri Mahkota, bukankah menyenangkan melahirkan seorang anak laki-laki yang lucu. Untuk meneruskan garis keturunan keluarga Raja?!” nasehat Marsha.


”Seorang bayi laki-laki yang lucu. Chelsea akan menangis. Berhentilah menggodanya,” ujar Angel.


*


Sementara itu diluar, Bagas bersama teman-teman sekelasnya sedang memotret ditaman belakang kampusnya. Difa yang menjadi model memotretnya. Tiba-tiba pengatur cahaya yang dipegang Fattah berbelok ke arah lain. Tentu saja Bagas marah karena Fatah tak konsentrasi. Fattah bilang itu karena ada angsa yang mengalihkan pandangannya. Ternyata ketiga teman Chelsea melihat aktifitas memotretnya dari balkon lantai 3 kampusnya.



Bagas memarahi Fattah yang tak fokus. Sedangkan Fattah mengeluh, kenapa Bagas harus jadi seorang fotografer. Apa hal itu bisa terwujud? Bukankah seharusnya Bagas jadi seorang Raja saja. Bagas tak menghiraukan kata-kata Fattah. Dia menyuruh Fattah untuk fokus ke pengatur cahayanya saja. Fattah pun hanya bisa mengiyakan permintaan Bagas. Mereka mulai memotret lagi.


*


Sepulang kampus, Chelsea berjalan bersama dengan ketiga temannya. Chelsea bilang pada teman-temannya kalau dia lapar. Lalu dia mengajak teman-temannya makan empek-empek ditempat dulu mereka biasa menghabiskan waktu bersama.


Tapi sayangnya sepertinya keinginan Chelsea akan sulit terwujud. Para pengawalnya sudah menhampirinya. Mereka bilang sudah saatnya Chelsea untuk kembali ke istana. Chelsea mengeluh karenanya. Angel menyuruh Chelsea untuk menuruti permintaan para pengawalnya. Dan kemudian mengajak pergi yang lainnya.



Chelsea tentu saja sedih melihat kepergiaan mereka. Chelsea ingin menyusul mereka. Tapi tentu saja para pengawalnya tak mengijinkannya. Tapi Chelsea bilang dia hanya akan pergi sebentar saja.


“Aku akan segera kembali. Tujuh menit, ah tidak 3 menit. Tidak, 1 menit saja,” pintanya. Pengawalnya hanya bisa memandangi kepergian Chelsea.



Chelsea makan empek-empek dengan lahap. Dia senang sekali makan bersama teman-temannya. Kemudian Chelsea berseru agar bibi pemilik kedai membawakan sepiring lagi untuknya. Angel mengeluh kenapa Chelsea makan sebanyak itu.  Apa perut Chelsea sanggup menampung semua itu. Tanpa mereka berempat sadari, Bagas masuk ke dalam kedai itu.



“Kau tahu betapa aku sangat ingin memakannya? Jangan khawatirkan tentang aku, mari kita makan yang banyak,” ujar Chelsea sambil terus menikmati makanan kegemarannya itu.


“Berhentilah makan,” pinta Marsha yang hanya melihatnya.


“Hei. Orang-orang bilang, kau seharusnya tak mengganggu saat seekor kelinci sedang makan. Apa yang kalian lakukan?” keluh Chelsea.



“Saat kau diwawancarai, wajahmu nanti akan berubah jadi sebesar bulan” kata Novi.


“Biasanya memang wajah kita akan terlihat dua kali lebih besar daripada di TV. Aku sangat menginkan memakan semua ini dengan kalian. Mengeluh dengan kalian. Makan bersama sampai merasa perutku seakan mau meledak. Aku tak tahu kalau hal seperti ini sangat berharga untukku. Jadi, tolong jangan menghentikanku kali ini” keluh Chelsea.



“Baiklah. Makan semua yang kau inginkan. Makan sampai perutmu kenyang tanpa keluhan apapun sebelum kau kembali,” ujar Angel pasrah. Angel pun dengan senang hati menyuapi Chelsea. Chelsea senang sekali karenanya. Beberapa saat kemudian, semua makanan di depan mereka ludes. Chelsea mengeluh. Dia bilang dia merasa seakan kancing bajunya hendak lepas. Perutnya seakan mau meledak. Chelsea menghentakkan kursinya kebelakang. Dia minta maaf pada pelanggan yang duduk di belakangnya tanpa tahu kalau Bagas lah yang sedari tadi duduk di belakangnya.



Angel merasa seakan mengenali siapa yang duduk di belakang Chelsea. Namun dia tidak yakin siapa orang tersebut. Angel pun mengucek matanya. Dan sekarang dia bisa yakin siapa yang duduk di belakang Chelsea. Dengan buru-buru dan mencurigakan Angel mengajak Novi dan Marsha untuk segara pergi dari kedai itu. Chelsea hanya bisa memandangi kepergian mereka dengan bingung karena dia masih kesulitan bergerak akibat kekenyangan.



Bagas  berdiri dan pindah duduk di depan Chelsea. Chelsea pun jadi tahu alasan teman-temannya tiba-tiba pergi meninggalkannya sendirian di kedai itu. Bagas bertanya apa itu enak. Chelsea mengambil empek-empek yang masih tersisa dan ingin menyuapkannya pada Bagas. Tapi Bagas bilang, dia tak mau makan makanan seperti itu saat ini.



Chelsea berkata, mereka berdua memang sangat berbeda. Perbedaannya terlalu banyak. Dan perbedaan itu sepertinya sama sekali tak bisa dihindari. Seperti seseorang yang terlahir sebagai seorang Pangeran dan seorang Pengemis. Seorang Pangeran mungkin terkadang bisa jadi seorang pengemis, tapi tak bisa jadi seorang pangeran yang sesungguhnya.



“Apa bedanya? Hal seperti ini sama sekali tak berarti,” ucap Bagas.


“Itu dia. Mungkin masalahnya takkan pernah bisa diatasi,” timpal Chelsea.


“Jika mereka tak bisa mengatasi masalah itu, tinggal teruskan saja hidup mereka,” ucap Bagas. Tiba-tiba pengawal Bagas melaporkan kalau para reporter mengurung tempat itu dan meminta Bagas agar segera pergi.



“Sejak kita selalu berjalan dari Istana ke kampus dengan tenang, aku tak pernah mengira akan terjadi hal seperti ini,” ujar Bagas.


“Bagaimanapun juga, kita takkan pernah mendapatkan ketenangan,” keluh Chelsea.


“Para Polisi akan membuka jalan. Tapi pasti akan ada tekanan dari banyak orang. Sampai kita sampai di mobil, pegang tanganku dan larilah bersamaku,” ujar Bagas sambil mengulurkan tangannya pada Chelsea.



“Seberapa lama lagi aku bisa terus menggenggam tanganmu, ” ucap Chelsea dalam hati.

Mereka pun berlari pergi meninggalkan kedai itu menuju mobilnya dengan terus berpegangan tangan dengan erat. Mereka terus berusaha menerobos kerumunan wartawan, hingga akhirnya berhasil masuk ke dalam mobil dan dan mobil pun melaju tanpa hambatan lagi.



“Apa kau tak apa-apa? Apa ada yang sakit?” tanya Bagas saat mereka ada di dalam mobil dalam perjalanan menuju ke Istana. Tapi Chelsea hanya diam saja. Chelsea menatap terus ke arah jalan.


“Apa kau ingin pulang ke rumah?” tanya Bagas. Chelsea menunduk. Bagas memerintahkan sopirnya untuk berbelok. Menuju rumahC helsea tentunya. Chelsea menatap Bagas dengan kaget.


*Kediaman Orangtua Chelsea


“Habiskanlah malammu disini. Aku yang akan bertanggungjawab,” ucap Bagas meyakinkan Chelsea dengan ekspresi menenangkannya.


“Apa tak apa-apa?” tanya Chelsea ragu-ragu.


“Setelah semua ini, mungkin lain kali akan lebih sulit lagi,” ucap Bagas.


“Bagas...” panggil Chelsea.


“Dan juga rahasiakan ini dari para tetua,” lanjut Bagas. Chelsea mengangguk dan tersenyum. Bagas juga tersenyum. Chelsea keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumahnya. Setelah Chelsea masuk rumah, rombongan mobil CP Bagas melaju meninggalkan tempat itu.


*


Chelsea berteriak memanggil Ayahnya. Ayahnya dan adiknya senang sekali melihat kepulangan Chelsea. Ibunya sangat terkejut melihat kepulangan Chelsea. Tapi dia juga bahagia melihat putrinya pulang ke rumah. Ibu Chelsea langsung memeluk putrinya itu. Chelsea bilang dia kangen pada semuanya, itulah kenapa kemudian dia ingin pulang ke rumah. Ibu Chelsea bertanya apa Chelsea tak apa-apa pulang ke rumah. Chelsea menenangkan keluarganya dan bilang kalau Bagas lah yang sudah mengijinkannya untuk pulang ke rumah.



Mereka makan malam bersama. Chelsea makan masakan rumah favoritnya sepuasnya. Ibunya hanya bisa memandanginya. Ibu Chelsea meminta Chelsea agar makan pelan-pelan. Chelsea bilang, dia senang sekali sudah dibelikan mobil oleh ibunya. Dia terus memakai mobil itu kalau rindu dengan ibunya. Ayahnya tak mau kalah dan bertanya apa Chelsea juga memikirkan dan merindukan ayahnya. Adiknya juga tak mau kalah. Dia juga ingin terus dipikirkan oleh Chelsea. Chelsea melerai mereka dan berkata, kalau dia akan terus memikirkan Ayah, Ibu dan juga adiknya. Karena dia sangat menyayangi mereka.



Malam harinya, Chelsea tidur berempat bersama Ayah, Ibu dan adiknya. Chelsea tidur dengan manja di perut ibunya. Ayahnya terus membelai rambut Chelsea dengan penuh kasih sayang sedangkan Rafli menempel terus di belakang kakaknya.



Tiba-tiba ibunya bangkit dari tempat tidurnya dan berkata kalau Chelsea harus kembali ke istana. Bukannya ibunya tak nerindukannya, hanya saja, sekarang ini Chelsea sudah menjadi bagian dari keluarga istana dan harus melakukan semua peraturan yang ada di istana. Chelsea sekarangi ini adalah seorang Putri Mahkota. Jika Chelsea keluar istana dan tinggal di rumahnya tanpa ijin dari Ratu, pasti akan timbul masalah.



Akhirnya Chelsea dipaksa harus pulang kembali ke istana. Dengan perasaan sedih Chelsea pulang dengan naik taksi dan ayahnya terus saja memanggil-manggil namanya. Ibunya juga sedih. Tapi dia pikir itu yang terbaik untuk putrinya yang sekarang ini bukan hanya putrinya, tapi juga seorang Permaisuri di Istana.


*Di Istana


Chelsea sampai di istana. Dayang Ratu dan Dayang Misel menunggu berdua di depan kediamannya. Dayang Misel bilang kalau Ratu sedang menunggu CP Chelsea. Chelsea terkejut dan juga takut mendengarnya. Dayang Misel bilang, sepertinya Ratu tahu kalau CP Chelsea pulang ke rumahnya. Dayang Ratu menambahkan, seharian tadi Ratu mencari-cari CP Chelsea, tapi CP Chelsea tak ada dimana-mana dan Ratu jadi sangat marah sekarang. Dan karena CP Chelsea naik taksi dan hal itu diketahui para penjaga, maka penjaga itu pun melapor pada Ratu. Chelsea ketakutan dan memandangi Dayang Misel. Dayang Misel merasa kasihan pada CP Chelsea. Tapi dia juga tak tahu harus bagaimana.


*Dikediaman Ratu Agni


Ratu memarahi Chelsea habis-habisan. Sejak Chelsea menjadi seorang Putri Mahkota, Chelsea harus melupakan keluarganya. Bagaimana bisa Chelsea terus berpikir untuk kembali ke rumahnya saat ada waktu luang. Sebagai tambahannya, Chelsea juga sudah melanggar peraturan istana dengan tidak langsung melapor saat dia pulang ke istana. Kenapa seorang Permaisuri selalu ingin melanggar peraturan istana.



Chelsea hanya bisa menunduk dan meminta maaf. Dayang Misel mencoba membela Chelsea.

“CP Chelsea tak bermaksud melanggar peraturan seperti itu. Karena CP Bagas sudah mengijinkannya pulang, maka CP Chelsea pun pulang ke rumah untuk mengunjungi keluarganya, Yang Mulia,” bela Dayang Misel. Ratu tak mau tahu. Dia hanya bertanya bagaimana caranya agar Chelsea tidak melanggar peraturan yang ada di istana. Kapan Chelsea bisa mengikuti semua peraturan yang ada di istana. Ratu sangat kecewa melihat kelakuan Chelsea.



Chelsea hanya bisa meminta maaf. Ratu berkata, jika hal seperti ini terjadi lagi, maka Ratu takkan segan-segan untuk menghukum Chelsea. Ratu bilang, dia juga akan menambah jumlah pengawal yang akan terus mengawasi Chelsea. Ratu mengijinkan Chelsea ke kediamannya, tapi Ratu meminta Dayang Misel untuk tetap tinggal.



Chelsea keluar dari kediaman Ratu dengan sedih. Bagas ada di luar sedang duduk sambil terus memandangi Chelsea yang sama sekali tak mau bicara sepatah katapun padanya. Bagas memandang dengan sedih kepergian Chelsea.


*


Bagas memberitahu ibunya kalau dialah yang sudah mengijinkan Chelsea untuk pulang ke rumahnya. Ratu bilang, sekarang ini bukan saatnya untuk membicarakan tentang Putri Mahkota. Harusnya Bagas membantu Chelsea untuk mentaati peraturan istana dan bukannya membantu Chelsea untuk melanggar peraturan istana. Ratu benar-benar tak habis pikir apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Bagas.



Bagas bilang, apa yang dilakukannya bukanlah untuk membantu Chelsea. Dia hanya ingin agar Chelsea bisa ’bernafas’. Ratu terkejut mendengar kata-kata Bagas. Ratu bertanya apa maksud kata-kata Bagas itu


“Dia adalah orang yang bebas dan paling ceria diantara semua orang yang ku kenal. Orang seperti itu hidup di dalam istana dengan peraturan yang begitu ketat. Aku merasa kalau dia begitu menderita. Aku hanya berharap kalau ibu lebih peduli lagi padanya” ungkap Bagas.



“Tapi itu, yang paling penting adalah bagaimana caranya agar Bi-gung mengatasi semua itu. Sekali dia kembali ke keluarganya, akan lebih sulit lagi baginya untuk hidup di dalam istana. Apa kau sama sekali tak mengerti akan hal itu?” tanya Ratu.


*Dikediaman Royal Couple


Bagas menghampiri Chelsea yang sedang berdiri termenung di depan kediamannya.


“Dasar gadis bodoh. Kenapa kau tak bisa melakukan hal seperti itu dengan baik? Jika kau tak berani kembali sendirian, kau bisa meneleponku dan semuanya akan baik-baik saja. Sekarang ibuku tahu semuanya dan mengasihaniku,” ucap CP Bagas nada ketus namun bercanda. Maksudnya agar Chelsea tertawa mendengar Ratu yang mengasihani Bagas, bukannya memarahi Bagas. Tapi Chelsea sama sekali tak mempedulikan hal itu.


“Apa kau berkata seperti itu agar aku merasa nyaman? Saat situasi seperti ini, tak bisakah kau membuatku merasa nyaman?” ujar Chelsea.



“Aku tak tahu bagaimana caranya. Dan juga, membuatmu nyaman takkan bisa mengatasi masalah,” ungkap Bagas.


“Orang-orang biasanya saling membuat perasaan orang terdekatnya menjadi nyaman. Meskipun tak bisa mengatasi masalah, tapi hal itu bisa membuat perasaanku jadi lebih baik,” timpal Chelsea dengan lantang.


“Hei, haruskah kau berteriak sekuat itu?” tanya Bagas.



“Hanya dengan bilang, ‘Chelsea apa kau tak apa-apa?’ hanya dengan kalimat singkat seperti itu. Terkadang aku juga ingin merasa mendapatkan kenyamanan dari Pangeran Bagas. Tapi, sepertinya, kenyamanan itu aku dapat dari orang lain,” ungkap Chelsea.


“Jangan bilang padaku…Apa kau dapatkan itu dari Rafa?” tanya Bagas mulai geram. Chelsea tersenyum sinis dan beranjak pergi.


“Apa yang bisa membuatmu membandingkannya denganku?” seru Bagas sambil memegangi tangan Chelsea.



“Lepaskan aku,” kata Chelsea.


“Katakan padaku. Setidaknya aku ingin tahu alasannya?” paksa Bagas.


“Setidaknya P.Rafa selalu memperhatikan pikiran dan perasaan orang lain,” jawab Chelsea.


“Jadi itu alasan kenapa kau selalu lari padanya saat kau punya masalah? Agar Rafa bisa membuatmu nyaman. Benar begitu?” tanya Bagas.


“Lupakan saja,” ujar Chelsea, berusaha untuk pergi meninggalkan Bagas.



Bagas masih memegangi tangan Chelsea dan berkata kalau dia belum selesai bicara. Chelsea bilang dia masih penasaran bagaimana bisa Bagas menyakiti orang lain dengan begitu mudah. Chelsea beranjak pergi. Bagas bertanya Chelsea ingin pergi ke mana. Chelsea bilang dia hanya ingin mencari udara segar.


*


Chelsea keluar istana dengan naik mobil pemberian ibunya sambil menangis. Rafa baru saja kembali dari luar istana dan melihat kepergian mobil Chelsea. Rafa langsung memutar mobilnya untuk mengikuti Chelsea. Chelsea terus saja menangis sepanjang perjalanan. Sampai akhinya dia berhenti di pinggir sungai Musi yang sepi.



Rafa turun dari mobilnya yang ada di belakang mobil Chelsea dan mengetuk kaca mobil Chelsea. Mereka duduk berdua di dalam mobil Rafa.  Chelsea berkata kalau dia selalu saja membuat masalah untuk Rafa. Rafa bertanya apa Chelsea menangis karena Bagas lagi. Rafa bilang, tiap kali dia melihat Chelsea sedih, dia ikut sedih karenanya.



Chelsea bilang dia sudah lelah dengan semua yang sudah terjadi padanya. Tak ada sesuatu yang bisa dia lakukan lagi. Chelsea senang karena Rafa selalu bisa meminjamkan bahunya untuk membuatnya merasa nyaman.



Tiba-tiba Rafa berkata agar Chelsea pergi dari istana dan pergi ke tempat yang diinginkan oleh Chelsea. Chelsea tak mengerti apa maksud Rafa. Rafa bilang, tak peduli seberapa banyak Chelsea menyukai Bagas, Bagas takkan bisa membuat Chelsea merasa nyaman. Dan pada akhirnya hanya rasa sakit yang Chelsea dapatkan. Itulah kenapa, sebelum semua itu terjadi, lebih baik kalau Chelsea pergi sekarang. Rafa mencoba meraba pipi Chelsea untuk menghapus airmata Chelsea. Tapi Chelsea merasa tak nyaman dengan hal itu, jadi dia pun keluar dari mobil. Rafa juga ikut keluar.



“Ini terlalu membingungkan,” ucap Chelsea.


“Hatimu yang akan membebaskanmu dari kebingungan itu,” jelas Rafa. Chelsea terus berjalan dan Rafa mengikuti di belakangnya. Lalu beberapa saat kemudian Chelsea kembali lagi menuju mobilnya. Tapi dia sangat kaget dan berteriak saat dia tak melihat mobilnya yang tadi ada di depan mobil Rafa.


*Dikediaman Royal Couple


Seorang polisi datang ke istana untuk mengetahui secara detail lagi tentang mobil Chelsea yang hilang. Polisi itu bilang, dia akan membantu Chelsea untuk menemukan mobilnya. Polisi itu berpamitan pergi. Hanya tinggal Chelsea dan Bagas.


“Mobil yang ada bersama dengan mobilmu waktu itu adalah mobil Rafa kan?” tanya Bagas dengan sinis. Chelsea hanya terdiam.
 
“Jadi sekarang perasaanmu sudah menjadi nyaman lagi. Jangan lupa untuk berpikir bijaksana. Berkencan dengan seorang sepupu di tengah malam…Hal itu pasti akan membuat orang lain salah paham,” sindir Bagas. Bagas tersenyum dengan sinis dan pergi meninggalkan Chelsea yang termenung sendirian menyadari kesalahan apa yang baru saja dilakukannya.

---TBC---

NB: Jangan tanya kapan next ya!? XD
Comments please...