Thursday 30 October 2014

Neapolitan-kun, desu-ka versi IC



            MarryA tidak ragu lagi adalah tempat pas untuk berlindung dari terik matahari sadis siang hari di Yogyakarta. Kedai es krim itu menyuguhkan serangkaian menu yang selalu berhasil memanjakan Chelsea. Presentasinya cantik-cantik. Lengkap rasanya kalau dinikmati di bawah hawa sejuk AC sembari mencemooh jalan raya gosong dari balik jendela.

            Sejak pindah ke SMP swasta di Yogyakarta, Chelsea suka sekali mampir ke MarryA. Chindai dan Marsha punya banyak stok cerita lucu dan gosip di sekolah mereka. Jam dua siang, ketiganya duduk di meja istimewa mereka, yaitu meja lingkaran kecil di pojok, dekat AC dan jendela. Chindai mencoba menu berbeda setiap harinya. Marsha lebih sering memesan sundae, tapi rasanya berbeda-beda. Sedang Chelsea itu melulu yang dipesannya. Apalagi kalau bukan es krim tiga rasa: Neapolitan.

            "Enggak bosan apa?" alis Chindai menyatu di bawah poninya.

            "Iya, sekali-kali coba dong menu lain! Es krim kan enggak cuma Neapolitan," Marsha menimpali.

            Chelsea cuma nyengir kuda. Pertanyaan itu sudah didengarnya ribuan kali dari orang yang sama. Tidak pernah satu kali pun Chelsea menanggapi dengan jawaban lebih dari dua kata. Memang ada cerita di antara Chelsea dan es krim Neapolitan. Tapi cerita itu bukan untuk didengar semua orang. Chelsea senyum-senyum sendiri kalau ingat kejadian delapan tahun lalu. Ya, sebuah peristiwa yang melekat dalam ingatannya: pertemuan pertamanya dengan seorang anak laki-laki penggemar Neapolitan. Dan meski jarak dan waktu memisahkan, ia tak akan pernah lupa "Neapolitan-kun".

**

            Delapan tahun yang lalu....

            Chelsea kecil menempelkan muka pada kaca etalase toko es krim. Mulutnya terbuka, membentuk huruf 'o'. Jemarinya mengembang di kanan-kirinya. Mata bulatnya bersinar melihat enam pilihan rasa es krim di depannya. Chelsea suka es krim. Dan ketika hati Mami luruh juga oleh puppy eyes-nya, Chelsea tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas langka itu. Tapi giliran dia sampai di antrean terdepan, hati kecilnya terpilin beragam menu menggiurkan. Chelsea ingin mencicipi semuanya, kalau uang pemberian Mami cukup. Sayangnya, Mami menegaskan hanya satu menu saja.

            "Bingung?" seorang anak laki-laki bermata sipit menepuk bahunya dari belakang. Tampaknya ada yang tidak sabar menunggu Chelsea kecil menyuarakan pesanannya. Bocah itu tidak menunggu Chelsea menoleh, apalagi menyadari keberadaannya. Ketidaksabaran yang berkobar dalam dirinya mendorong anak laki-laki itu bertanya lancar, "Suka rasa apa?"

            Chelsea mengedipkan mata besarnya. "Stroberi." Setitik air liur menyembul dari sudut bibirnya. "Tapi Echi juga pengin yang putih sama cokelat." Gadis kecil itu menunjuk box vanila dan cokelat bergantian.

            "Heee," anak laki-laki di sampingnya bergumam. Mata hitamnya tekun mempelajari menu di selebaran yang halamannya dia bolak-balik. "Neapolitan, mau? Kamu bisa dapat tiga rasa sekaligus!"

            "Beneran?" Chelsea membeliak. "'Echi bisa makan stroberi? Sama yang putih? Sama yang coklat?"

            Si anak laki-laki mengangguk mengiyakan. Senyum membelah wajah manisnya. Rambut hitamnya jatuh lembut di dahinya. Lalu, dia mendongak dan bicara pada kasir, "Kak, Neapolitan dua!" Dua jarinya teracung di udara. Ketika pesanan sampai di tangan mungilnya, dia angsurkan salah satunya ke Chelsea yang berjingkat-jingkat di sebelahnya. "Nih."

            Chelsea mengambil miliknya. Kedua bocah itu segera saling memamerkan cengiran identik. "Makasih...um, namamu siapa?"

            Tentu saja, setelah masing-masing menyebutkan nama dan berjabat tangan, Chelsea kecil tidak bisa ingat suku-suku kata aneh yang merajut nama bocah bermata sipit itu. Dia hanya bisa menangkap bunyi "-kun" dari dua orang dewasa yang mendampingi dengan sabar teman barunya itu. Chelsea tidak tahu bunyi itu lazim disandangkan di belakang nama anak laki-laki blesteran Jepang itu. Dan ketika ditanya Mami, Chelsea cuma bisa menjawab, "Neapolitan-kun yang beliin Echi es krim."

*

           "Iiih, senyum-senyum sendiri!" suara lantang Chindai memecah kedamaian MarryA, membuat kepala-kepala menoleh ke trio sahabat itu.

            Marsha terbahak, sementara muka Chelsea bersemu merah. "Kapan?!" tantangnya sengit, meski dia tahu jawaban Chindai terlampau nyata. Saking tenggelamnya di kenangan manis masa lalu, dia sampai tidak sadar kalau bibirnya menyunggingkan senyum.

            "Enggak usah pura-pura!" Chindai terkikik, bercanda. Khusus Chelsea si cewek populer tapi enggak pernah pacaran, Chindai suka menggodanya. "Lagi mimpiin siapa, hayo ngaku!"

            "Siapa nih? Siapa?" Marsha tidak membantu. Anak itu malah mencondongkan tubuhnya ke meja, tertarik. "Kak Karel, ya?"

            "Enak aja!" sanggah Chelsea, panik di atas kursinya. Matanya melotot memperingatkan, kontras sekali dengan warna merah cerah cemerlang di pipinya. "Kak Karel itu ketua OSIS dan aku bendahara. There's nothing between us. Owari."

            Chindai memandangnya skeptis. Marsha geleng-geleng kepala, "Bisa berapa bahasa, sih, kamu? Inggris? Sunda? Jawa? Indonesia? Mandarin? Jepang? Prancis?" Gadis berkulit sawo matang itu memang salah satu dari teman Chelsea yang selalu menjadikan yang disebut belakangan sasaran kuis kosakata Bahasa Inggris.

            "Indonesia, Inggris, Mandarin, Jepang," Chelsea menghitung jarinya. Hidup bersama orangtua yang sering mondar-mandir Jepang-China-Indonesia memberinya keterampilan plus.

            "Ah!" Chindai tiba-tiba duduk tegak, memancing perhatian dua sahabatnya. Tapi fokus Chindai tertuju pada pintu masuk kedai. Gadis berkuncir dua itu melambai-lambai bersemangat pada pengunjung baru MarryA sambil berseru, "Bagas! Sebelah sini!"

            Chelsea menaikkan alis. Baru pertama kali itu Chindai mengajak orang lain bergabung ke meja mereka. Bukannya Chelsea merasa jengah atau apa, dia hanya terkejut saja. Melihat Marsha memasang ekspresi serupa, tampaknya Chindai memang menjadikan hal ini kejutan.

            Seorang pemuda tampan mendekat. Kulitnya putih. Perawakannya tinggi dan besar. Wajah manis dengan mata sipit dan senyum yang bikin semua gadis dag-dig-dug difigura rambut hitam ber-style shaggy. Kalau bukan karena aura familiar yang terpancar dari sosok baru itu, Chelsea tidak akan menekuni Neapolitan-nya.

            "Halo," suara Bagas serak, khas anak laki-laki di tengah masa puber. Dia mengulurkan tangan, yang segera disambut oleh Marsha, Chindai, kemudian Chelsea. "Namaku Bagas, dari kelas 8-B," ruangnya cuma di sebelah kelas si trio, "Sepupunya Chindai." Ketika ia dan Chelsea tak sengaja bertemu mata, keduanya membeku agak lama sampai Bagas menemukan lagi suaranya, "Kayaknya pernah ketemu, deh. Echi, bukan?"

            Es krim Marsha muncrat dari mulutnya. Chindai tersedak tawa, "Astaga, Chelsea, kamu kenalan sama sepupu gue pake nama bayi lo?!" Muka Chelsea serasa terbakar. Dicubitnya lengan karibnya itu sehingga si kuncir dua melengking kesakitan dan berhenti tertawa. Tapi perhatiannya direbut kembali oleh si cowok yang sudah menaruh bokong di satu kursi sisa, di antara Chelsea dan Marsha.

            "Masih ingat gue, enggak?" Bagas menunjuk hidungnya sendiri. Cengiran lebarnya seperti setrum di benak Chelsea. "Dulu kita ketemu waktu kita masih kecil." Mulutnya mulai mencecar Chelsea dengan cerita masa lalunya. "Ingat Neapolitan? Wah, sekarang lo juga lagi makan Neapolitan, y-"

            Kata-kata itu tidak pernah selesai gara-gara Chelsea memekik, "Neapolitan-kun!

           Chindai dan Marsha memandangnya bingung. Bagas ketawa, "Kamu cuma ingat es krim Neapolitan-nya daripada nama gue toh. Jaa, genki desu ka?

            "Un, genki desu," jawaban Chelsea hampir terdengar otomatis. Dia masih tidak percaya kalau cowok yang tengah duduk di sampingnya itu adalah anak laki-laki kecil yang dulu mengangsurkan Neapolitan lezat padanya. Anak laki-laki yang membuatnya jatuh cinta pada es krim tiga rasa itu. Fakta dua sahabatnya buta bahasa Jepang tidak menyentuh benaknya yang sedang mencari-cari memori tentang "Neapolitan-kun".

            Sementara Chindai dan Marsha terperangah menyaksikan percakapan berbahasa asing itu terjadi begitu lancar dan fasihnya di hadapan mereka, Chelsea dan Bagas seolah terserap ke acara kangen-kangenan.

            "Neapolitan-kun ga suki?

            "Hai, suki desu.”
            "Jaa, ore to tsukiatte kureru”
            "Eh?!" Chelsea membelalak.

            Dua sahabatnya ikut membelalak, walau tidak tahu apa yang sedang terjadi. "Bahasa Indonesia, please," gumam Marsha. Chindai mengangguk. Tapi Bagas dan Chelsea seperti tidak mendengarkan. Atau sengaja?

            "Deatta toki kara, ore wa kimi ga mou daisuki datta. Ima mo mada kimi ga suki" Bagas terus menatap Chelsea saat mengucapkannya. Ada hint kesungguhan hati di matanya.

            Chelsea pun tak ragu lagi menjawab ajakan kencan itu, "Un."
            "BAHASA INDONESIA, PLEASE!" seruan Chindai dan Marsha menggemparkan kedai, meruntuhkan suasana Chelsea dan Bagas. Tapi keduanya hanya tertawa renyah dan menolak menjelaskan.

            "No replay," kata Bagas final.
***

(Oleh: Alva Septiantya)

Jaa, genki desu ka? = Jadi, apa kabar?
Un, genki desu = Iya (bahasa gaul/biasa), kabar baik
Napolitan-kun ga suki? = Kamu suka Napolitan-kun?
Hai, suki desu = Iya (bahasa sopan/formal), suka
Jaa, ore to tsukiatte kureru? = Kalau begitu, jadian sama aku yuk?
Deatta toki kara, ore wa kimi ga mou daisuki datta. Ima mo mada kimi ga suki. = Aku sudah suka kamu sejak pertama kali kita ketemu. Sekarang juga aku masih suka sama kamu.
Un = Iya (bahasa gaul/biasa)

NB:
Masih dari kawankumagz yang kali ini karyanya Alva Septiantya.
Suka percakapannya.  Walau untuk ceritanya kurang sreg sih. Y iya gtu, masih under 10thn udah Love at First Sight. Masih inget namanya pulak. Tapi setting tempat juga percakapannya, awsome. :D

Oh ya, kalo kalian tinggal di Jogja dan sering hangout didaerah D*mangan, pasti tw dong ya, kedai Ice Cream yg aku maksud :D Itu nama kedai'nya ada beneran (sedikit disensor sih) dan salah satu tempat hangout fav. XD

No comments:

Post a Comment