*Di gedung perpustakaan
CP Bagas yang telah kembali ke Istana,
mengunjungi gedung tua berlantai dua tempat dimana CP Bagas memukul
P.Rafa yang berdua dengan CP Chelsea. CP Bagas pun naik kelantai dua, yang
penuh dengan buku.
CP Bagas mengamati buku-buku yang ada di
tempat itu. Kemudian dia mengambil sebuah buku yang mencolok, karena covernya
yang putih. Berbeda dengan cover buku disekitarnya yang berwarna coklat. Sebuah
amplop jatuh dari dalam buku. CP Bagas pun memungutnya. Didalamnya terdapat
selembar kertas dan juga foto Ayahnya yang berduaan dengan P.Shilla. Tentu saja
Bagas kaget melihatnya. Lalu dia mulai membaca surat yang ada didalamnya.
Isi surat itu:
“Cintaku, seseorang yang hanya bisa kulihat
dari jauh. Kau bertanya padaku seberapa banyak aku mencintaimu...Cintaku padamu
lebih dalam daripada apapun. Tak peduli betapapun tingginya hal itu, cintaku
pasti akan bisa meraih ketinggian itu. Cintaku lebih berharga dari batu yang
paling berharga...Cintaku lebih terang daripada berlian…Lebih bercahaya
daripada seluruh semesta. Bibirmu terasa seperti nyata dan pelukanmu seperti
pijatan para dewa yang begitu alami. Bagaimana aku bisa melupakannya? Kau, yang
sekarang jatuh ke pelukan yang lainnya. Aku hanya bisa melihatnya dengan
kesedihanku”.
CP Bagas shock membaca surat itu. Rasanya
seakan dia tak percaya dengan apa yang baru saja diketahuinya lewat surat itu. CP Bagas hanya bisa terpatung memegang surat tersebut sambil menyimpan kemarahan dalam hatinya.
*Disebuah stasiun
Chindai pergi ke sebuah stasiun. Dan dia
duduk di sebuah bangku kosong dan membelai ruang kosong di sebelahnya sambil
tersenyum. Chindai membayangkan saat dia berduaan dengan Bagas di tempat itu.
“Apa kau juga kabur dari rumah?” tanya Bagas.
Chindai ingat, mereka pergi berdua ke alam
bebas. Menikmati keindahan alam di sekitarnya dan bersenang-senang hanya
berdua. Chindai ingat, mereka berdua menguburkan kedua tiket kereta mereka di
sebuah pohon besar. Chindai masih ingat pohon itu. Dia pergi kesana untuk
melihatnya dan kemudian menggalinya. Dia tersenyum melihat sepasang tiket itu.
*Di Kampus
Banyak mahasiswa yang membicarakan tentang
Chindai yang masih saja menganggap dirinya pantas untuk jadi seorang Putri
Mahkota. Chindai hanya bisa memendam rasa kesalnya dalam hati. Dia terus
berjalan menyusuri lorong kampus, kemudian dia terhentak, dia melihat Bagas
berdiri termenung di sudut ruangan. Chindai berjalan menghampirinya.
“Sama seperti sebelumnya. Saat pertama kita
bertemu di kampus ini, aku tak suka teman-temanku dan aku bertemu denganmu
disini. Apa kau ingat yang terjadi di Jogja? Mungkin kau mencoba untuk
melupakannya. Tapi aku sangat menikmatinya. Berbelanja di pasar Beringharjo. Bersembunyi dari Paparazzi. Aku takkan bisa melupakan semuanya. Meskipun
aku hanya seperti bayangan, tapi waktu itu, aku merasa aku ini benar-benar
temanmu. Terima kasih,” ungkap Chindai. Bagas berlalu pergi. Tapi kata-kata
Chindai menghentikannya.
“Aku ingin bertanya padamu tentang sesuatu.
Apa kau benar-benar menyukainya?” tanya Chindai.
“Ku rasa aku mulai jatuh cinta padanya,”
jawab Bagas enteng. Chindai hanya bisa mendesah kecewa. Bagas pun melangkah
pergi meninggalkan Chindai sendirian.
Chindai membasuh wajahnya di kamar mandi
dan mengingat lamaran Bagas dulu yang telah ditolaknya.
**
“Mari menikah?” ujar Bagas.
“Apa yang kamu katakan?” tanya Chindai polos.
“Aku sedang melamarmu, ayo menikah,” ulang bagas.
“Daripada menikah dengan seseorang yang belum pernah aku temui. Kita adalah
teman yang sudah saling mengetahui,” ujar Bagas lagi.
**
Terlihat Chindai menyesal telah menolak
lamaran itu.
*
Chelsea mengendap-endap di tangga kampus.
Dia melihat Bagas sedang memotret. Chelsea mengerjai Bagas. Dia mengageti
Bagas. Tentu saja Bagas kaget dan berteriak. Tapi Chelsea hanya tertawa.
“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya
Chelsea. Bagas merangkul Chelsea dan mengajak Chelsea mengamati foto yang di
ambilnya melalui DSLR'nya.
Tapi saat Chelsea hendak melihat apa yang
tadi di potret oleh Bagas, Bagas malah mengantukkan kamera itu ke dahi Chelsea.
Tentu saja Chelsea kesakitan karenanya. Lalu Bagas menunjuk ke suatu arah.
Chelsea menoleh dan Bagas langsung memotret Chelsea.
”Hei, apa kaumemotretku?” tanya Chelsea
kesal.
“Tidak,” ujar bagas santai sambil
tersenyum.
“Tapi aku tadi mendengar suara kamera,”
Chelsea masih belum mau terima.
*
Fattah berlari lalu berteriak dalam kelas
dan memberitahu kalau Chindai mencoba bunuh diri di toilet dengan meminum
banyak pil.
“Hey, ada masalah apa?” tanya Difa.
“Chindai... Chindai...” ujar Fattah dengan
ngos-ngosan.
“Kenapa? Ada apa dengan dia?” tanya Josia
dengan tak sabaran.
“Chindai overdosis pil...” ujar Fattah
panik.
“Apa?” teriak Josia juga panik siap
berlari.
“Di toilet, toilet,” teriak Fattah
kemudian.
Josia, Difa dan semua yang ada dikelas
langsung berlari menuju toilet. Sementara itu di toilet, gadis-gadis yang masuk
ke toilet bingung apa yang harus mereka lakukan pada Chindai yang terkapar di
toilet.
Dengan sigap Josia langsung masuk dan
membopong tubuh Chindai dan membawanya pergi. Angel, Marsha dan Novi yang
kebetulan lewat juga ikut penasaran dan menerobos kerumunan murid-murid yang
berkumpul memenuhi toilet. Dan mereka bertiga melihat Chindai yang dibopong
keluar oleh Josia. Josia membopong
Chindai turun ke bawah. Dia berhenti sejenak saat melihat Chelsea dan Bagas.
Keduanya kaget melihat keadaan Chindai. Tapi Bagas hanya diam saja dengan muka
khawatirnya, dan Chelsea bingung melihat keadaan yang terjadi. Josia langsung
terus jalan menuju ke bawah.
*Di Kediaman Royal Couple
Bagas dan Chelsea pulang ke istana
bersamaan. Sepanjang jalan, Bagas hanya diam saja. Begitu pula dengan Chelsea
yang bingung harus berbuat apa.
“Tidakkah kamu harus menjenguk Chindai?”
tanya Chelsea yang tidak dijawab oleh Bagas. Bagas berlalu menuju kamarnya.
*Di rumah Sakit
Di rumah sakit, Josia menunggui Chindai dan
senang saat dia lihat Chindai sudah sadar.
“Kamu sudah sadar,” ujar Josia senang.
Chindai diam saja, dia memandangi baju rumah sakit yang ia kenakan.
“Aa, rumah sakit ini punya pamanku,” ujar
Josia kemudian.
“Biarkan aku keluar dari rumah sakit,” ujar
Chindai.
“Tidak apa-apa, kamu jangan khawatir. Aku
yang akan membayar mengurus tagihan rumah sakit ini,” ujar Josia melarang Chindai
yang akan turun dari tempat tidur.
“Sejak kapan kamu tahu tentang semua ini? Bagaimanpun, keluargaku tak mampu untuk membayar tagihan rumah sakit,”
tanya Chindai memalingkan wajahnya tidak berani menatap Josia.
“Dari awal,” ujar josia tertunduk.
“Ndai, lepaskan dan hentikanlah. Karena
yang akan tersakiti adalah kamu. Kamu pikir Bagas akan kembali padamu? Jangan
menunggu dia. Jika dia berpikir untuk kembali padamu, kamu tidak akan
menunggunya hingga hari ini. Kau berubah jadi seperti ini karena dia. Tapi
bayangan mu pun sampai sekarang sama sekali tak terlihat disini. Cepatlah
sembuh dan mulailah berlatih biola lagi,” nasehat Josia.
*Di Istana
Kedua dayang Chelsea hendak masuk ke dalam
untuk mengantarkan teh. Tapi mereka melihat Chelsea seperti sedang kesal, sedih, bingung semua menjadi satu. Chelsea terlihat depresi,
jadi mereka berdua pergi lagi.
Chelsea memang sedang bingung. Dia tak tahu
apa yang harus di lakukannya. Dia juga terkejut mengetahui keadaan Chindai. Chelsea juga kesal sekaligus sedih kenapa hal ini bisa terjadi.
“Apa semua ini karena diriku?” ujar Chelsea
lemah. Dia hanya bisa mendesah.
Kemudian Chelsea bangkit dari tempat
duduknya dan memandang ke kamar Bagas. Dia mendekati kamar Bagas, dan melihat
Bagas duduk dengan muka suram dikamarnya. Chelsea merasa sedih melihat keadaan
Bagas yang juga sedang terlihat depresi.
Chelsea berjalan-jalan di sekitar
kediamannya dan melihat Rafa duduk sendirian di sebuah bangku taman dan dia
memutuskan untuk menghampiri Rafa.
“Aku juga terkejut. Aku tak menyangka
Chindai akan nekat melakukan hal itu,” ujar Rafa kepada Chelsea yang telah
duduk disampingnya.
“Rafa, kenapa Chindai melakukan hal itu.
Apa itu karena aku? Jika saja dia tak pernah ada antara Bagas dan Chindai,
mungkin Chindai tak kan melakukan hal itu. Atau mungkin Chindai merasa
menderita karena Bagas?” ujar Chelsea sedih.
“Aku memahami perasaan Chindai. Pikirannya
ingin menyerah akan perasaannya pada Bagas. Tapi perasaan cintanya pada Bagas malah
semakin kuat,” ujar Rafa.
“Tapi sebenarnya apa Chindai perlu melakukan
hal itu?” tanya Chelsea. Rafa terdiam sejenak.
“Chels, tolong kembalikan posisi Chindai,”
ujar Rafa tiba-tiba.
“Apa yang kamu maksudkan?” tanya Chelsea
terkejut dan memandangi Rafa.
“Sejak awal, posisi itu milik Chindai.
Sebelum Bagas turun tahta, tak mungkin bagi Bagas untuk bercerai. Jadi
sebaiknya kamu yang pergi lebih dahulu,” jelas Rafa tanpa memandang kearah
Chelsea.
“Tapi... akhir-akhir ini Bagas
memperlakukanku dengan baik...” ujar Chelsea tanpa bisa menyelesakan ucapannya karena dipotong oleh Rafa.
“Meskipun aku tak tahu apa Bagas sudah
membuka hatinya untuk mu atau belum, tapi yang jelas, Bagas merasa lebih
bahagia saat bersama Chindai daripada saat bersama dengan mu. Pada
akhirnya, Bagas akan kembali pada Chindai lagi,” ucap Rafa terus meracuni
pikiran Chelsea yang sedang menyalahkan dirinya sendiri.
“Tapi, dia menikah denganku. Bercerai
dengannya akan membuat Bagas semakin sulit,” ujar Chelsea.
“Itu adalah masalah yang harus diatasi oleh
Bagas. Chindai telah melewati waktu yang berat untuk mengatasi cintanya.
Mungkin ini harus segera diakhiri. Kita harus kembali pada posisi
masing-masing. Posisi kita yang sebenarnya,” tegas Rafa. Chelsea hanya bisa
terdiam semakin merasa bingung dan tertekan.
*
Queen Agni sedang melihat-lihat foto hasil
penyelidikan Sekertaris Istana tentang orang-orang yang mungkin ada dibalik
insiden yang akhir-akhir ini terjadi di istana bersama Sekertaris Istana dan
juga dayangnya.
“Ini foto siapa?” tanya Queeen Agni ketika
melihat foto seorang pria duduk bersama P.Shilla disebuah restoran.
“Itu adalah foto teman baik mendiang Putra
Mahkota terdahulu (Ayah Rafa). Dia adalah seorang editor sebuah media massa terkenal sekaligus pemegang sahamnya.
P.Shilla menjumpai orang itu saat pertama kali pulang ke Korea. Setelah
diamati, semua kegiatan P.Shilla berasal dari orang itu,” jawab Sekertaris
Istana.
“Jadi, apa mungkin kabar dari Jogja, mungkin
juga berasal dari orang itu?”tanya Queen Agni lagi.
“Benar, yang Mulia,” jawab Sekertaris
Istana.
“Paparazzi yang mengejar CP Bagas di Jogja
juga mungkin dikirim olehnya. Semua masalah yang timbul akhir-akhir ini
mungkin diawalai dari orang itu,” jelas Sekertaris Istana. Queen Agni pun
sependapat dengan Sekertaris Istana.
Kemudian Queen Agni melihat foto P.Shilla
yang sedang minum the bersama Chindai.
“Tolong selidiki dengan lengkap tentang
anak ini (Chindai), dan apa hubungan dia dengan P.Shilla,” perintah Queen Agni pada dayangnya.
“Baik, Yang Mulia,” jawab dayangnya.
“Kau benar-benar tak bisa melihat melalui
hati seseorang. Bagaimana dia jadi begitu jahat dan sangat egois dengan
hasratnya sendiri?” ungkap Ratu.
“Bagaimana jika kerena anak ini, Pangeran
terlibat dalam skandal yang lain lagi? Itu akan jadi ancaman untuk Pangeran.
Jadi aku mohon bantuanmu untuk mengatasi masalah ini,” pinta Queen Agni pada
Sekertaris Istana.
“Ya, saya mengerti Yang Mulia Ratu,” jawab
Sekertaris Istana.
*DI Rumah Sakit
Bagas berada di depan kamar Chindai dirawat.
Awalnya dia ragu apa dia harus buka pintu atau tidak. Akhirnya Bagas pun masuk
kedalam. Chindai sedang duduk termenung sendirian menghadap jendela saat Bagas
masuk ke dalam.
“Apa kau sangat membenciku? Cukup, jangan
lakukan apapun lagi,” ujar Bagas membelakangi Chindai. Chindai tersenyum.
“Kau tahu cinta pertama Romeo?” tanya
Chindai. Bagas hanya diam saja dan mulai melirik kearah Chindai.
“Cinta pertama Romeo bukanlah Juliet,
tetapi Rosaline. Romeo jatuh cinta pada Rosaline, tetapi cinta itu bertepuk sebelah
tangan. Dan tentu saja hal itu membuat Romeo menderita. Saat bertemu dengan
Juliet di sebuah pesta, Romeo jatuh cinta pada pandangan pertama. Rosaline
dilupakan begitu saja. Orang-orang hanya tahu tentang Romeo dan Juliet, mereka
tak pernah tahu siapa Rosaline. Dalam hubungan mereka, Rosaline itu hanyalah
pelengkap. Dia adalah cinta pertama yang hilang begitu saja seiring hadirnya
cinta yang baru,” cerita Chindai.
Chindai bangkit dari duduknya dan
menghampiri Bagas.
“Romeo, kenapa cintamu begitu tak pasti.
Bagaimana kau bisa berubah begitu cepat?” tanya Chindai pada Bagas.
“Maafkan aku,” ucap Bagas dengan kaku.
Bagas pergi begitu saja meninggalkan Chindai. Chindai terlihat sedih melihat kepergian Bagas.
*Kediaman P.Shilla
Rafa menghampiri ibunya yang sedang
berdandan.
“Aku akan mengunjungi Chindai, kenapa kita
tidak pergi bersama?” tanya P.Shilla.
“Chindai terlalu menyedihkan,” ujar Rafa.
“Ya, aku tahu. Makanya, ayo kita pergi ke
rumah sakit sama-sama sekarang. Jika kita menggenggam kartu terlalu lama, kita
akan mulai diserang balik. Jadi sekarang saatnya membuang kartu itu,” ujar
P.Shilla.
“Ibu mudah sekali mengatakan kalau
seseorang itu penting, beberapa saat kemudian kau bisa bilang orang itu tidak
penting lagi. Itu mengerikan,” ujar Rafa menahan emosinya.
“Apa yang kau katakan?” tanya P.Shilla
menghentikan riasannya.
“Jika kita bertemu lebih awal, Chindai
mungkin takkan seperti ini. Itulah kenapa orang-orang bisa tidak beruntung
karena kita terlambat bertemu mereka,” sindir Rafa.
“Kau, apa maksudmu?” tanya Ibunya.
“Maaf, Bu. Aku sedang tak ingin mengunjungi
siapapun,” ucap Rafa sambil pergi meninggalkan ibunya.
*Di Rumah Sakit
Chelsea ada di rumah sakit mengunjungi Chindai.
Dia melihat ke kamar Chindai, tapi Chindai tak ada. Ternyata Chindai sedang
keluar dari kamarnya. Chindai terkejut saat melihat Chelsea yang berdiri di
depan kamarnya. Chindai pun berjalan menuju kamarnya, melewati Chelsea dengan
cuek.
“A, Chindai... Bagaiman keadaanmu? Ini...”
ujar Chelsea sambil memberikan pohon mint yang sejenis dengan yang dulu Rafa berikan waktu Chelsea
sakit.
“Pergilah. Aku tidak ingin melihatmu,” ujar
Chindai sinis tanpa memandang Chelsea.
Chindai langsung masuk kamarnya dan
menutup pintunya. Chelsea pun terlihat kecewa.
*Di Istana
Queen Agni sedang minum teh bersama P.Salma
ketika tiba-tiba dayangnya menghadap. Awalnya dayangnya ragu untuk memberikan
informasi yang baru ia dapat karena ada P.Salma. Namun, Queen Agni
mempersilahkannya.
“Yang Mulia, Chindai mencoba untuk bunuh
diri dan sekarang ia sedang dirawat dirumah sakit,” ucap dayang Queen Agni.
Queen Agni yang mendengarnya terkejut, namun P.Salma yang juga ikut mendengar
lebih terkejut.
“Chindai?” ucap P.Salma yang terkejut.
“Putri, apa kau tahu siapa gadis ini?”
tanya Queen Agni terkejut pada P.Salma.
“Iya, ibu. Dia adalah mantan kekasih
Bagas,” jawab P.Salma dengan hati-hati.
“Dari yang saya tahu, Chindai itu anak yang
kurang beruntung. Dia bukan anak orang kaya. Meskipun dia berasal dari keluarga
yang berantakan, tapi dia tak pernah menyerah pada mimpinya. Dia bermain biola
dengan keras dan sekarang dia jadi seorang violinist hebat yang menerima banyak
perhatian. Karena Chindai berbakat dalam biola, gurunya lah yang selama ini
membayar biaya pendidikan Chindai di sekolah seni paling elit di Korea itu,”
jelas P.Salma.
“Dia mencoba bunuh diri, itu pasti karena Bagas
melukainya sangat dalam. Dia bukanlah orang yang lemah,” ujar P.Salma. Ratu
menghela nafas dengan lemah.
“Belum selesai masalah yang satu, sudah datang
lagi masalah yang lain. Aku benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan,”
ujar Queen Agni frustasi.
“Ibu, ini situasi yang sangat serius,” ujar
P.Salma pada ibunya.
“Situasi seperti itu tak boleh bertambah
besar,” ujar Queen Agni.
“Apa Chindai masih ada di rumah sakit?” tanya
Queen Agni pada dayangnya kemudian. Dayang Queen Agni pun membenarkan.
*Di Rumah Sakit
P.Shilla sedang berbicara berdua di taman
rumah sakit.
“Kau tahu gosip apa yang beredar di dalam
istana? Sekarang sedang di diskusikan tentang kualifikasi seorang Putra Mahkota. Itu
mungkin akan bisa menyingkirkan posisi Putra Mahkota,” cerita P.Shilla.
“Memikirkan Bagas membuatku merasa
khawatir. Jika dia diturunkan posisinya, siapa yang bisa mendampinginya?
Memikirkan Bagas membuatku benar-benar khawatir. Jika dia diturunkan dari
tahtanya, siapa lagi yang bisa bersama dengannya? Sesekali aku berpikir, apa
dia akan sendirian. Aku benar-benar merasa khawatir,” ujar P.Shilla.
“Ada Chelsea bersamanya,” jawab Chindai.
“Pernikahan mereka hanya pernikahan
politik, hanya pernikahan paksa dengan balasan agar keluarga Chelsea terhindar
dari kemiskinan. Apa pernikahan seperti itu akan bisa dipertahankan? Terutama
saat diturunkan dari tahtanya. Dari apa yang kulihat, sepertinya mereka berdua
sama sekali tidak saling menyukai. Itu mungkin karena rumor yang beredar
akhir-akhir ini. Jadi mereka berusaha menunjukkan pada orang-orang kalau
hubungan mereka tidak apa-apa. Bagas adalah anak yang sangat bertanggung jawab.
Mungkin dia bersama dengan Chelsea karena merasa bertanggung jawab. Ini akan
jadi kali pertama seorang Putra Mahkota turun tahta. Ini akan jadi pukulan
hebat bagi Bagas. Jadi bagaimana mungkin gadis bodoh seperti dia bisa membuat
Bagas merasa nyaman dalam mengatasi situasi seperti itu? Dia akan kembali ke
sisimu,” ceramah P.Shilla panjang lebar.
“Tapi jika hal itu terjadi, akan sulit bagi
Bagas dan akan sulit juga untukku,” ujar Chindai.
“Kau tahu apa yang paling mudah untuk
menuju surga? Adalah pengetahuan untuk tahu dimanakan jalan menuju surga itu
berada. Ini adalah neraka yang harus kau lalui untuk menuju surga. Kau harus
mengatasinya. Jika kau bisa mengatasinya, kau bisa dapatkan apapun yang kau
inginkan,” tambah P.Shilla. Chindai hanya diam seperti berpikir.
*
Chelsea mengintip ke kamar Bagas. Bagas
sedang membaca buku. Chelsea berdehem dan membuat Bagas menoleh. Chelsea masuk
dan duduk di kursi samping Bagas. Chelsea meraih mp3 milik bagas yang ada
diatas meja, hingga membuat buku yang ada dipinggir meja jatuh ke bawah.
“Pangeran Bagas,” hanya itu yang diucapkan Chelsea.
“Katakan. Kau mau bicara apa?” tanya Bagas.
“Kau pergi mengunjungi Chindai kemarin,
kan? Aku tahu kau pergi kesana. Aku juga kesana hari ini,” aku Chelsea. Bagas
melotot menatap Chelsea.
“Kenapa kau pergi ke sana?” Bagas sedikit
berteriak.
“Apa?” tanya Chelsea yang kaget mendengar
teriakan Bagas.
“Karena kau, dia ada di sana. Tentu saja
kita harus mengunjunginya, kan?” jawab Chelsea dengan polos.
“Akan kulakukan urusanku sendiri,” teriak
Bagas sambil melangkah pergi meninggalkan Chelsea.
“Kenapa kau begitu marah?” tanya Chelsea
yang tak terima sedari tadi terus saja dibentak oleh Bagas.
“Aku tak suka kau mencampuri urusan yang
bukan urusanmu,” lanjut Bagas lalu keluar kamar.
*
Dikediaman King Cakka, King Cakka sedang
memarahi Bagas dihadapan Queen Agni dan P.Salma.
“Setelah satu masalah belum selesai, timbul
lagi masalah yang lain. Ini mungkin hanya salah paham. Ini mungkin hanya rumor.
Tapi apa hanya itu yang bisa dilakukan?” King Cakka terus saja bicara panjang
lebar tapi Bagas hanya bisa diam.
“Dari pada hanya duduk tak bicara, tidak
adakah yang ingin kamu katakan?” bentak king Cakka pada Bagas yang hanya diam
saja. Tapi Bagas tetap bungkam.
“Ayah, Bagas sedang bingung sekarang. Jadi
dia tak bisa mengatakan apapun,” P.Salma membela adiknya.
“Ayah, tenanglah, biarkan Bagas berpikir
agar dia tahu apa yang harus dikatakannya,” lanjut P.Salma.
“Tidakkah kamu dengar apa yang aku katakan?
Cepat bicaralah! Setidaknya berilah penjelasan,” bentak King Cakka lagi.
“Yang Mulia, pelankan suaramu, tenanglah,”
Queen Agni mencoba menenangkan suaminya.
“Aku tak ingin bicara apa-apa,” jawab Bagas
kemudian.
“Jadi, karena kau diam, semua berita itu
benar adanya. Kenapa kau bisa membuat masalah sebesar ini?” ujar king Cakka yang
kesal.
“Ayah,dari apa yang aku lihat, ini bukan
kesalahan Bagas. Ini adalah kesalahan seseorang yang mencoba membesar-besarkan
masalah yang sepele,” ujar P.Salma membela adiknya.
“Ah, sudah lah, cukup. Semua ini sudah tak
bisa diatasi lagi. Kau hanya membuat malu keluarga kerajaan yang belum pernah
terjadi sebelumnya. Kalau seperti ini terus, apa kau pikir kau masih layak
menjadi seorang Raja?” celoteh King Cakka.
“Pergilah,” usir King Cakka pada Bagas.
Queen Agni dan P.Salma hanya bisa pasrah.
Bagas pun pergi keluar menuju mobilnya.
Chelsea melihat Bagas lalu memanggil dan mengejar Bagas. Namun Bagas tak
memperdulikannya.
“Pangeran Bagas, Bagas, sebaiknya kamu minta maaf.
Hanya melarikan diri seperti ini sungguh kekanak-kankan,” ujar Chelsea sambil
terus mengikuti Bagas yang jalan cepat. Chelsea meraih lengan Bagas, tapi Bagas
meangkisnya dan meninggalkan Chelsea.
“Sudah cukup apa yang ku lakukan. Semuanya
sudah berakhir,” ujar Bagas sesaat sebelum masuk mobilnya. Bagas pergi dengan
mobilnya keluar istana tanpa mempedulikan Chelsea yang terus saja berteriak memanggil namanya.
*
P.Shilla hendak bertemu Ibu Suri dan minta
dayangnya untuk mengumumkan kedatangannya. Tapi dayang yang berjaga di kediaman
Ibu Suri berkata kalau Ibu Suri bilang, dia sedang tak ingin bertemu dengan siapapun.
P.Shilla berlalu pergi. Di tengah jalan, P.Shilla bertemu dengan Queen Agni.
“Dimana anak itu?” tanya Queen Agni to the
point.
“Siapa yang kamu maksud?” tanya P.Shilla
tak mengerti maksud Queen Agni.
“Aku berbicara tentang gadis itu,” jelas
Queen Agni.
“Kenyataannya aku juga penasaran dimana anak
itu. Aku pikir, Chindai itu anak yang baik. Aku tak mengerti kenapa Putra
Mahkota mencampakkan anak itu dan menikah dengan CP Chelsea. Mungkinkah Putra
Mahkota sekarang menyesali tindakannya itu?” ujar P.Shilla memanas-manasi.
“Aku akan segera bertemu dengan gadis itu.
Aku akan tahu bagaiman gadis itu setelah menemuinya,” ujar Queen Agni tak mau
kalah. Kemudian Queen Agni berlalu pergi meninggalkan P.Shilla yang memendam
kesalnya.
*
Di kediamannya, Queen Agni meminta
dayangnya untuk menghubungi Chindai. Dayang Queen Agni segera menyerahkan
telepon itu pada Queen Agni setelah tersambung ke Chindai. Chindai menjawab
telepon itu dan mulai bicara dengan Queen Agni untuk pertama kalinya.
*
Sementara itu, P.Shilla mencoba menghubungi
seseorang. Tapi sayangnya, teleponnya tidak mau tersambung. Sepertinya P.Shilla
juga mencoba menelepon Chindai.
*
Chelsea sedang ngobrol berdua dengan Rafa
di Istana.
“Aku tak ingin terlalu bersandar padamu.
Tapi semuanya selalu berakhir seperti itu,” ujar Chelsea.
“Kapanpun kau butuh aku. Aku suka kalau kau
bersandar padaku,” jawab Rafa dengan tersenyum.
“Aku sangat marah hingga aku pergi ke rumah
sakit. Aku merasa menyesal dan benar-benar minta maaf. Tapi sekarang aku tak
bisa mengerti. Tapi seharusnya semua tak harus seperti ini. Jika kau mencintai
seseorang, harusnya kau tak membuat orang itu jadi susah,” curhat Chelsea.
“Kau tak kan tahu bagaimana rasanya saat
kau menginginkan sesuatu tapi kau tak bisa mendapatkannya,” ujar Rafa.
“Jika kau membuat Bagas jatuh dalam
masalah, bukankah itu berarti kau mendapatkannya?” ujar Chelsea.
“Kau juga menginginkan hati Bagas,” ucap
Rafa.
“Meskipun benar seperti itu, aku takkan
memaksakan apa yang tak bisa kumiliki,” jawab Chelsea. Airmata pun mulai
memenuhi pelupuk mata Chelsea.
“Apa kau sekhawatir itu?’” tanya Rafa.
Airmata Chelsea sudah mulai jatuh.
“Kurasa membantunya mengatasi masalah dan
ada disisinya membuatku merasa lebih baik. Karena dia tak ada disini aku merasa
sekarat dan khawatir,” ungkap Chelsea. Rafa sedih sekali mendengarnya.
*Di luar Istana
Bagas masih menyetir di luar sana. Bagas
segera mengarahkan mobilnya ke suatu tempat. Bagas masuk sebuah hotel menuju
sebuah kamar yang didepan kamar dijaga oleh beberapa pengawal. Ia mengetuk pintu.
Chindai membuka pintu dan kaget melihat
kedatangan Bagas. Bagas masuk dan bicara berdua dengan Chindai. Chindai
memegang dua tiket kereta api kenangan mereka.
“Aku sudah berpikir tentang masa lalu. Apa
kau masih ingat? Tiket yang kita simpan saat pertama kali kita bertemu? Kita
membuat perjanjian untuk membukanya 10 tahun yang akan datang. Tapi kurasa aku
takkan mengambilnya dalam waktu selama itu. Jadi aku mengambilnya kemarin.
Untuk orang sepertiku, kenangan yang indah yang kubagi dengan seseorang,
sepertinya sulit untuk menghapus semua itu. Ini sangat bodoh, tapi…setelah
menyerah akan dirimu, aku baru menyadari betapa pentingnya kau dalam hatiku.
Mungkin sampai akhir aku takkan bisa mengatasi rasa cinta itu,” ungkap Chindai
panjang lebar.
“Tapi mulai sekarang, takkan ada halangan
apapun dariku. Karena semuanya telah terhapus. Bagiku, keberadaan Bagas tak ada
yang bisa menggantikannya. Dan juga tak ada yang bisa disalahkan. Aku tahu itu.
Bagas dan Chelsea...” ucap Chindai terpotong menahan tangsinya.
“Aku tak bermaksud bertindak sejauh ini dan
membawamu dalam kesulitan. Maafkan aku karena telah hilang kendali,” lanjut
Chindai dengan mata berkaca-kaca.
“Chindai, sepertinya kau bertindak terlalu
jauh,” ujar Bagas. Chindai menangis. Bagas pergi meninggalkan tempat itu. Bagas
memacu mobilnya di jalanan. Bagas membelokkan mobilnya menuju suatu tempat.
*Disebuah klub malam
Sementara itu di sebuah klub malam, Fattah
dan Difa sedang bersenang-senang disana sambil menikmati alunan musik. Tak
berapa lama kemudian Bagas masuk juga ke klub malam itu. Bagas menelepon
seseorang. Ternyata dia menelepon Fattah. Malah Difa yang melihat Bagas. Saat Difa
menoleh ke arahnya, Bagas melambaikan tangannya. Difa dan Fattah menghampiri
Bagas dan mereka pun mengobrol di lantai 2.
“Benar. Aku merasa begitu frustasi. Untung
kau menelepon. Jika merasa bosan, kenapa tak kau tunjukkan gaya berdansa ala
Putra Mahkota,” ujar Difa bercanda. Bagas hanya tersenyum tipis.
“Hey, aku haus. Ayo kita ambil minum,” ajak
Fattah. Bagas hanya diam saja.
“Gak mau, kalau mau ambil, ambil sendiri
aja,” suruh Difa.
“Kenapa? Ayolah, aku yang bayar,” ujar
Fattah.
“Benarkah? Baiklah,” ujar Difa. Bagas masih termenung diam tanpa tahu
teman-temannya sudah pergi.
Bagas teringat kata-kata ayahnya;
“Kau hanya membuat malu keluarga kerajaan
yang belum pernah terjadi sebelumnya. Apa kau pikir kau masih layak menjadi
seorang Raja?”maki King Cakka.
Josia masuk dengan buru-buru ke dalam klub
malam itu. Dia mencari seseorang dan begitu melihat Bagas ada di atas, dia naik
dengan terburu-buru. Begitu sampai, Josia langsung menarik kerah baju Bagas.
“Dasar brengsek. Dimana Chindai?!? Dimana
kau menyembunyikan Chindai?” teriak Josia.
Fattah dan Difa kembali. Mereka melihat
Josia yang berteriak kepada Bagas. Mereka mencoba melerai keduanya.
“Josia, jangan lakukan itu,” teriak Difa.
“Apa yang kamu lakukan?” balas Bagas
berteriak.
“Jangan begitu, kamu akan menodai citramu,”
ujar Fattah.
“Jangan ganggu kami,” bentak Josia kepada
Fattah. Fattah dan Josia pun menyingkir. Bagas duduk diam di bangku sedangkan
Josia bersandar di depannya dan mulai bicara.
“Bermain-main dengan perasaan orang, apa
itu menyenangkan? Aku bertemu Chindai lebih dahulu daripada kau. Tapi aku masih
memberikan Chindai padamu. Kupikir itu bisa membuatnya lebih bahagia. Tapi
ternyata aku salah. Kau bukanlah seseorang yang bisa memberikan kebahagiaan.
Kau hanya peduli pada dirimu sendiri. Hidup dibawah kemewahan sebagai seorang
Putra Mahkota. Sesuatu seperti perasaan orang lain bukanlah hal yang penting,
kan? ini benar-benar keterlaluan. Jika itu aku, setidaknya aku takkan melakukan
hal itu, meninggalkan seseorang yang kucintai dan menikahi orang lain. Karena
tindakan tak bertanggung jawab itu, Chindai lah yang terluka” ceramah Josia.
“Sepertinya kau lupa. Aku ini Putra Mahkota
negara ini. Dibandingkan dengan orang-orang seperti kalian yang bicara tentang
cinta setiap hari, yang aku punya hanyalah tanggung jawab,” ujar Bagas dengan
dingin.
“Benarkah begitu? Di antara tanggung jawab
yang kau miliki, kenapa kau memilih meninggalkan Chindai?” bentak Josia.
“Jika aku tak bisa bertanggung jawab sampai
akhir, aku takkan memilih untuk melakukan hal itu. Itulah prinsipku. Sebagai
seorang teman, ku sarankan padamu, akhiri disini sekarang juga,” balas Bagas.
Dia menepuk pundak Josia dan turun ke bawah meninggalkan Josia.
*
Bagas ada di atas bukit dan termenung di
dalam mobilnya. Dia menoleh ke samping dan memandangi suasana istana di malam
hari. Terlihat wajah Bagas yang terlihat bingung dan sedih.
--TBC--
Spoiler next part;
Chindai mulai menyerah tentang Bagas. Namun Rafa belum menyerah tentang Chelsea. Dan juga P.Shilla masih saja meracuni pikiran Chindai. Akankah Chindai benar-benar menyerah akan Bagas?
“Aku lelah. Jangan bicara
apa-apa lagi,” ujar Bagas lemah.Hendak meninggalkan Chelsea yang berbicara padanya.
“Aku sangat khawatir
padamu. Dimana kau, apa yang kau lakukan, kelakuanmu yang keras kepala itu akan
membuat masalah untukmu. Apa kau tahu betapa khawatirnya aku?!” bentak Chelsea.
Dia ingin pergi meninggalkan Bagas. Tapi Bagas meraih lengan Chelsea, lalu
memeluk tubuh Chelsea dengan erat.
“Argh, hei...a.. kenapa
aku...” ujar Chelsea kesulitan dalam pelukan Bagas karena sulit bernafas.
“Jika aku tak lagi jadi
Putra Mahkota lagi... tetaplah ada disisiku,” pinta Bagas dengan lembut.
Chelsea mulai melunak, ia senang mendengar hal itu. Dia tersenyum dalam pelukan
Bagas.
---
No comments:
Post a Comment