Monday 4 August 2014

Princess Hours versi IC [Chapter 4 part 2]



*Di gedung perpustakaan

CP Bagas yang telah kembali ke Istana, mengunjungi gedung tua berlantai dua tempat dimana CP Bagas memukul P.Rafa yang berdua dengan CP Chelsea. CP Bagas pun naik kelantai dua, yang penuh dengan buku.

CP Bagas mengamati buku-buku yang ada di tempat itu. Kemudian dia mengambil sebuah buku yang mencolok, karena covernya yang putih. Berbeda dengan cover buku disekitarnya yang berwarna coklat. Sebuah amplop jatuh dari dalam buku. CP Bagas pun memungutnya. Didalamnya terdapat selembar kertas dan juga foto Ayahnya yang berduaan dengan P.Shilla. Tentu saja Bagas kaget melihatnya. Lalu dia mulai membaca surat yang ada didalamnya.


Isi surat itu:


“Cintaku, seseorang yang hanya bisa kulihat dari jauh. Kau bertanya padaku seberapa banyak aku mencintaimu...Cintaku padamu lebih dalam daripada apapun. Tak peduli betapapun tingginya hal itu, cintaku pasti akan bisa meraih ketinggian itu. Cintaku lebih berharga dari batu yang paling berharga...Cintaku lebih terang daripada berlian…Lebih bercahaya daripada seluruh semesta. Bibirmu terasa seperti nyata dan pelukanmu seperti pijatan para dewa yang begitu alami. Bagaimana aku bisa melupakannya? Kau, yang sekarang jatuh ke pelukan yang lainnya. Aku hanya bisa melihatnya dengan kesedihanku”.


CP Bagas shock membaca surat itu. Rasanya seakan dia tak percaya dengan apa yang baru saja diketahuinya lewat surat itu. CP Bagas hanya bisa terpatung memegang surat tersebut sambil menyimpan kemarahan dalam hatinya.


*Disebuah stasiun


Chindai pergi ke sebuah stasiun. Dan dia duduk di sebuah bangku kosong dan membelai ruang kosong di sebelahnya sambil tersenyum. Chindai membayangkan saat dia berduaan dengan Bagas di tempat itu.


“Apa kau juga kabur dari rumah?” tanya Bagas.

Chindai ingat, mereka pergi berdua ke alam bebas. Menikmati keindahan alam di sekitarnya dan bersenang-senang hanya berdua. Chindai ingat, mereka berdua menguburkan kedua tiket kereta mereka di sebuah pohon besar. Chindai masih ingat pohon itu. Dia pergi kesana untuk melihatnya dan kemudian menggalinya. Dia tersenyum melihat sepasang tiket itu.



*Di Kampus


Banyak mahasiswa yang membicarakan tentang Chindai yang masih saja menganggap dirinya pantas untuk jadi seorang Putri Mahkota. Chindai hanya bisa memendam rasa kesalnya dalam hati. Dia terus berjalan menyusuri lorong kampus, kemudian dia terhentak, dia melihat Bagas berdiri termenung di sudut ruangan. Chindai berjalan menghampirinya.


“Sama seperti sebelumnya. Saat pertama kita bertemu di kampus ini, aku tak suka teman-temanku dan aku bertemu denganmu disini. Apa kau ingat yang terjadi di Jogja? Mungkin kau mencoba untuk melupakannya. Tapi aku sangat menikmatinya. Berbelanja di pasar Beringharjo. Bersembunyi dari Paparazzi. Aku takkan bisa melupakan semuanya. Meskipun aku hanya seperti bayangan, tapi waktu itu, aku merasa aku ini benar-benar temanmu. Terima kasih,” ungkap Chindai. Bagas berlalu pergi. Tapi kata-kata Chindai menghentikannya.


“Aku ingin bertanya padamu tentang sesuatu. Apa kau benar-benar menyukainya?” tanya Chindai.

“Ku rasa aku mulai jatuh cinta padanya,” jawab Bagas enteng. Chindai hanya bisa mendesah kecewa. Bagas pun melangkah pergi meninggalkan Chindai sendirian.


Chindai membasuh wajahnya di kamar mandi dan mengingat lamaran Bagas dulu yang telah ditolaknya.


**


“Mari menikah?” ujar Bagas.


“Apa yang kamu katakan?” tanya Chindai polos.


“Aku sedang melamarmu, ayo menikah,” ulang bagas.


 “Daripada menikah dengan seseorang yang belum pernah aku temui. Kita adalah teman yang sudah saling mengetahui,” ujar Bagas lagi.


**


Terlihat Chindai menyesal telah menolak lamaran itu.


*

Chelsea mengendap-endap di tangga kampus. Dia melihat Bagas sedang memotret. Chelsea mengerjai Bagas. Dia mengageti Bagas. Tentu saja Bagas kaget dan berteriak. Tapi Chelsea hanya tertawa.


“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Chelsea. Bagas merangkul Chelsea dan mengajak Chelsea mengamati foto yang di ambilnya melalui DSLR'nya.


Tapi saat Chelsea hendak melihat apa yang tadi di potret oleh Bagas, Bagas malah mengantukkan kamera itu ke dahi Chelsea. Tentu saja Chelsea kesakitan karenanya. Lalu Bagas menunjuk ke suatu arah. Chelsea menoleh dan Bagas langsung memotret Chelsea.


”Hei, apa kaumemotretku?” tanya Chelsea kesal.


“Tidak,” ujar bagas santai sambil tersenyum.


“Tapi aku tadi mendengar suara kamera,” Chelsea masih belum mau terima.


*

Fattah berlari lalu berteriak dalam kelas dan memberitahu kalau Chindai mencoba bunuh diri di toilet dengan meminum banyak pil.


“Hey, ada masalah apa?” tanya Difa.


“Chindai... Chindai...” ujar Fattah dengan ngos-ngosan.


“Kenapa? Ada apa dengan dia?” tanya Josia dengan tak sabaran.


“Chindai overdosis pil...” ujar Fattah panik.


“Apa?” teriak Josia juga panik siap berlari.


“Di toilet, toilet,” teriak Fattah kemudian.


Josia, Difa dan semua yang ada dikelas langsung berlari menuju toilet. Sementara itu di toilet, gadis-gadis yang masuk ke toilet bingung apa yang harus mereka lakukan pada Chindai yang terkapar di toilet.


Dengan sigap Josia langsung masuk dan membopong tubuh Chindai dan membawanya pergi. Angel, Marsha dan Novi yang kebetulan lewat juga ikut penasaran dan menerobos kerumunan murid-murid yang berkumpul memenuhi toilet. Dan mereka bertiga melihat Chindai yang dibopong keluar oleh Josia.  Josia membopong Chindai turun ke bawah. Dia berhenti sejenak saat melihat Chelsea dan Bagas. Keduanya kaget melihat keadaan Chindai. Tapi Bagas hanya diam saja dengan muka khawatirnya, dan Chelsea bingung melihat keadaan yang terjadi. Josia langsung terus jalan menuju ke bawah.


*Di Kediaman Royal Couple


Bagas dan Chelsea pulang ke istana bersamaan. Sepanjang jalan, Bagas hanya diam saja. Begitu pula dengan Chelsea yang bingung harus berbuat apa.


“Tidakkah kamu harus menjenguk Chindai?” tanya Chelsea yang tidak dijawab oleh Bagas. Bagas berlalu menuju kamarnya.


*Di rumah Sakit


Di rumah sakit, Josia menunggui Chindai dan senang saat dia lihat Chindai sudah sadar.


“Kamu sudah sadar,” ujar Josia senang. Chindai diam saja, dia memandangi baju rumah sakit yang ia kenakan.


“Aa, rumah sakit ini punya pamanku,” ujar Josia kemudian.


“Biarkan aku keluar dari rumah sakit,” ujar Chindai.


“Tidak apa-apa, kamu jangan khawatir. Aku yang akan membayar mengurus tagihan rumah sakit ini,” ujar Josia melarang Chindai yang akan turun dari tempat tidur.

“Sejak kapan kamu tahu tentang semua ini? Bagaimanpun, keluargaku tak mampu untuk membayar tagihan rumah sakit,” tanya Chindai memalingkan wajahnya tidak berani menatap Josia.


“Dari awal,” ujar josia tertunduk.


“Ndai, lepaskan dan hentikanlah. Karena yang akan tersakiti adalah kamu. Kamu pikir Bagas akan kembali padamu? Jangan menunggu dia. Jika dia berpikir untuk kembali padamu, kamu tidak akan menunggunya hingga hari ini. Kau berubah jadi seperti ini karena dia. Tapi bayangan mu pun sampai sekarang sama sekali tak terlihat disini. Cepatlah sembuh dan mulailah berlatih biola lagi,” nasehat Josia.


*Di Istana

Kedua dayang Chelsea hendak masuk ke dalam untuk mengantarkan teh. Tapi mereka melihat Chelsea seperti sedang kesal, sedih, bingung semua menjadi satu. Chelsea terlihat depresi, jadi mereka berdua pergi lagi.


Chelsea memang sedang bingung. Dia tak tahu apa yang harus di lakukannya. Dia juga terkejut mengetahui keadaan Chindai. Chelsea juga kesal sekaligus sedih kenapa hal ini bisa terjadi.


“Apa semua ini karena diriku?” ujar Chelsea lemah. Dia hanya bisa mendesah.


Kemudian Chelsea bangkit dari tempat duduknya dan memandang ke kamar Bagas. Dia mendekati kamar Bagas, dan melihat Bagas duduk dengan muka suram dikamarnya. Chelsea merasa sedih melihat keadaan Bagas yang juga sedang terlihat depresi.


Chelsea berjalan-jalan di sekitar kediamannya dan melihat Rafa duduk sendirian di sebuah bangku taman dan dia memutuskan untuk menghampiri Rafa.


“Aku juga terkejut. Aku tak menyangka Chindai akan nekat melakukan hal itu,” ujar Rafa kepada Chelsea yang telah duduk disampingnya.


“Rafa, kenapa Chindai melakukan hal itu. Apa itu karena aku? Jika saja dia tak pernah ada antara Bagas dan Chindai, mungkin Chindai tak kan melakukan hal itu. Atau mungkin Chindai merasa menderita karena Bagas?” ujar Chelsea sedih.


“Aku memahami perasaan Chindai. Pikirannya ingin menyerah akan perasaannya pada Bagas. Tapi perasaan cintanya pada Bagas malah semakin kuat,” ujar Rafa.


“Tapi sebenarnya apa Chindai perlu melakukan hal itu?” tanya Chelsea. Rafa terdiam sejenak.


“Chels, tolong kembalikan posisi Chindai,” ujar Rafa tiba-tiba.


“Apa yang kamu maksudkan?” tanya Chelsea terkejut dan memandangi Rafa.


“Sejak awal, posisi itu milik Chindai. Sebelum Bagas turun tahta, tak mungkin bagi Bagas untuk bercerai. Jadi sebaiknya kamu yang pergi lebih dahulu,” jelas Rafa tanpa memandang kearah Chelsea.


“Tapi... akhir-akhir ini Bagas memperlakukanku dengan baik...” ujar Chelsea tanpa bisa menyelesakan ucapannya karena dipotong oleh Rafa.


“Meskipun aku tak tahu apa Bagas sudah membuka hatinya untuk mu atau belum, tapi yang jelas, Bagas merasa lebih bahagia saat bersama Chindai daripada saat bersama dengan mu. Pada akhirnya, Bagas akan kembali pada Chindai lagi,” ucap Rafa terus meracuni pikiran Chelsea yang sedang menyalahkan dirinya sendiri.


“Tapi, dia menikah denganku. Bercerai dengannya akan membuat Bagas semakin sulit,” ujar Chelsea.


“Itu adalah masalah yang harus diatasi oleh Bagas. Chindai telah melewati waktu yang berat untuk mengatasi cintanya. Mungkin ini harus segera diakhiri. Kita harus kembali pada posisi masing-masing. Posisi kita yang sebenarnya,” tegas Rafa. Chelsea hanya bisa terdiam semakin merasa bingung dan tertekan.


*

Queen Agni sedang melihat-lihat foto hasil penyelidikan Sekertaris Istana tentang orang-orang yang mungkin ada dibalik insiden yang akhir-akhir ini terjadi di istana bersama Sekertaris Istana dan juga dayangnya.


“Ini foto siapa?” tanya Queeen Agni ketika melihat foto seorang pria duduk bersama P.Shilla disebuah restoran.


“Itu adalah foto teman baik mendiang Putra Mahkota terdahulu (Ayah Rafa). Dia adalah seorang editor sebuah media massa terkenal sekaligus pemegang sahamnya. P.Shilla menjumpai orang itu saat pertama kali pulang ke Korea. Setelah diamati, semua kegiatan P.Shilla berasal dari orang itu,” jawab Sekertaris Istana.


“Jadi, apa mungkin kabar dari Jogja, mungkin juga berasal dari orang itu?”tanya Queen Agni lagi.


“Benar, yang Mulia,” jawab Sekertaris Istana.


“Paparazzi yang mengejar CP Bagas di Jogja juga mungkin dikirim olehnya. Semua masalah yang timbul akhir-akhir ini mungkin diawalai dari orang itu,” jelas Sekertaris Istana. Queen Agni pun sependapat dengan Sekertaris Istana.


Kemudian Queen Agni melihat foto P.Shilla yang sedang minum the bersama Chindai.


“Tolong selidiki dengan lengkap tentang anak ini (Chindai), dan apa hubungan dia dengan P.Shilla,” perintah Queen Agni pada dayangnya.


“Baik, Yang Mulia,” jawab dayangnya.


“Kau benar-benar tak bisa melihat melalui hati seseorang. Bagaimana dia jadi begitu jahat dan sangat egois dengan hasratnya sendiri?” ungkap Ratu.


“Bagaimana jika kerena anak ini, Pangeran terlibat dalam skandal yang lain lagi? Itu akan jadi ancaman untuk Pangeran. Jadi aku mohon bantuanmu untuk mengatasi masalah ini,” pinta Queen Agni pada Sekertaris Istana.


“Ya, saya mengerti Yang Mulia Ratu,” jawab Sekertaris Istana.


*DI Rumah Sakit


Bagas berada di depan kamar Chindai dirawat. Awalnya dia ragu apa dia harus buka pintu atau tidak. Akhirnya Bagas pun masuk kedalam. Chindai sedang duduk termenung sendirian menghadap jendela saat Bagas masuk ke dalam.


“Apa kau sangat membenciku? Cukup, jangan lakukan apapun lagi,” ujar Bagas membelakangi Chindai. Chindai tersenyum.


“Kau tahu cinta pertama Romeo?” tanya Chindai. Bagas hanya diam saja dan mulai melirik kearah Chindai.


“Cinta pertama Romeo bukanlah Juliet, tetapi Rosaline. Romeo jatuh cinta pada Rosaline, tetapi cinta itu bertepuk sebelah tangan. Dan tentu saja hal itu membuat Romeo menderita. Saat bertemu dengan Juliet di sebuah pesta, Romeo jatuh cinta pada pandangan pertama. Rosaline dilupakan begitu saja. Orang-orang hanya tahu tentang Romeo dan Juliet, mereka tak pernah tahu siapa Rosaline. Dalam hubungan mereka, Rosaline itu hanyalah pelengkap. Dia adalah cinta pertama yang hilang begitu saja seiring hadirnya cinta yang baru,” cerita Chindai.


Chindai bangkit dari duduknya dan menghampiri Bagas.


 “Romeo, kenapa cintamu begitu tak pasti. Bagaimana kau bisa berubah begitu cepat?” tanya Chindai pada Bagas.


“Maafkan aku,” ucap Bagas dengan kaku. Bagas pergi begitu saja meninggalkan Chindai. Chindai terlihat sedih melihat kepergian Bagas.


*Kediaman P.Shilla


Rafa menghampiri ibunya yang sedang berdandan.


“Aku akan mengunjungi Chindai, kenapa kita tidak pergi bersama?” tanya P.Shilla.


“Chindai terlalu menyedihkan,” ujar Rafa.


“Ya, aku tahu. Makanya, ayo kita pergi ke rumah sakit sama-sama sekarang. Jika kita menggenggam kartu terlalu lama, kita akan mulai diserang balik. Jadi sekarang saatnya membuang kartu itu,” ujar P.Shilla.


“Ibu mudah sekali mengatakan kalau seseorang itu penting, beberapa saat kemudian kau bisa bilang orang itu tidak penting lagi. Itu mengerikan,” ujar Rafa menahan emosinya.


“Apa yang kau katakan?” tanya P.Shilla menghentikan riasannya.


“Jika kita bertemu lebih awal, Chindai mungkin takkan seperti ini. Itulah kenapa orang-orang bisa tidak beruntung karena kita terlambat bertemu mereka,” sindir Rafa.


“Kau, apa maksudmu?” tanya Ibunya.


“Maaf, Bu. Aku sedang tak ingin mengunjungi siapapun,” ucap Rafa sambil pergi meninggalkan ibunya.


*Di Rumah Sakit


Chelsea ada di rumah sakit mengunjungi Chindai. Dia melihat ke kamar Chindai, tapi Chindai tak ada. Ternyata Chindai sedang keluar dari kamarnya. Chindai terkejut saat melihat Chelsea yang berdiri di depan kamarnya. Chindai pun berjalan menuju kamarnya, melewati Chelsea dengan cuek.


“A, Chindai... Bagaiman keadaanmu? Ini...” ujar Chelsea sambil memberikan pohon mint yang sejenis dengan yang dulu Rafa berikan waktu Chelsea sakit.


“Pergilah. Aku tidak ingin melihatmu,” ujar Chindai sinis tanpa memandang Chelsea. 
Chindai langsung masuk kamarnya dan menutup pintunya. Chelsea pun terlihat kecewa.


*Di Istana


Queen Agni sedang minum teh bersama P.Salma ketika tiba-tiba dayangnya menghadap. Awalnya dayangnya ragu untuk memberikan informasi yang baru ia dapat karena ada P.Salma. Namun, Queen Agni mempersilahkannya.


“Yang Mulia, Chindai mencoba untuk bunuh diri dan sekarang ia sedang dirawat dirumah sakit,” ucap dayang Queen Agni. Queen Agni yang mendengarnya terkejut, namun P.Salma yang juga ikut mendengar lebih terkejut.


“Chindai?” ucap P.Salma yang terkejut.


“Putri, apa kau tahu siapa gadis ini?” tanya Queen Agni terkejut pada P.Salma.


“Iya, ibu. Dia adalah mantan kekasih Bagas,” jawab P.Salma dengan hati-hati.


“Dari yang saya tahu, Chindai itu anak yang kurang beruntung. Dia bukan anak orang kaya. Meskipun dia berasal dari keluarga yang berantakan, tapi dia tak pernah menyerah pada mimpinya. Dia bermain biola dengan keras dan sekarang dia jadi seorang violinist hebat yang menerima banyak perhatian. Karena Chindai berbakat dalam biola, gurunya lah yang selama ini membayar biaya pendidikan Chindai di sekolah seni paling elit di Korea itu,” jelas P.Salma.


“Dia mencoba bunuh diri, itu pasti karena Bagas melukainya sangat dalam. Dia bukanlah orang yang lemah,” ujar P.Salma. Ratu menghela nafas dengan lemah.


“Belum selesai masalah yang satu, sudah datang lagi masalah yang lain. Aku benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan,” ujar Queen Agni frustasi.


“Ibu, ini situasi yang sangat serius,” ujar P.Salma pada ibunya.


“Situasi seperti itu tak boleh bertambah besar,” ujar Queen Agni.


“Apa Chindai masih ada di rumah sakit?” tanya Queen Agni pada dayangnya kemudian. Dayang Queen Agni pun membenarkan.


*Di Rumah Sakit


P.Shilla sedang berbicara berdua di taman rumah sakit.


“Kau tahu gosip apa yang beredar di dalam istana? Sekarang sedang di diskusikan tentang kualifikasi seorang Putra Mahkota. Itu mungkin akan bisa menyingkirkan posisi Putra Mahkota,” cerita P.Shilla.


“Memikirkan Bagas membuatku merasa khawatir. Jika dia diturunkan posisinya, siapa yang bisa mendampinginya? Memikirkan Bagas membuatku benar-benar khawatir. Jika dia diturunkan dari tahtanya, siapa lagi yang bisa bersama dengannya? Sesekali aku berpikir, apa dia akan sendirian. Aku benar-benar merasa khawatir,” ujar P.Shilla.


“Ada Chelsea bersamanya,” jawab Chindai.


“Pernikahan mereka hanya pernikahan politik, hanya pernikahan paksa dengan balasan agar keluarga Chelsea terhindar dari kemiskinan. Apa pernikahan seperti itu akan bisa dipertahankan? Terutama saat diturunkan dari tahtanya. Dari apa yang kulihat, sepertinya mereka berdua sama sekali tidak saling menyukai. Itu mungkin karena rumor yang beredar akhir-akhir ini. Jadi mereka berusaha menunjukkan pada orang-orang kalau hubungan mereka tidak apa-apa. Bagas adalah anak yang sangat bertanggung jawab. Mungkin dia bersama dengan Chelsea karena merasa bertanggung jawab. Ini akan jadi kali pertama seorang Putra Mahkota turun tahta. Ini akan jadi pukulan hebat bagi Bagas. Jadi bagaimana mungkin gadis bodoh seperti dia bisa membuat Bagas merasa nyaman dalam mengatasi situasi seperti itu? Dia akan kembali ke sisimu,” ceramah P.Shilla panjang lebar.


“Tapi jika hal itu terjadi, akan sulit bagi Bagas dan akan sulit juga untukku,” ujar Chindai.


“Kau tahu apa yang paling mudah untuk menuju surga? Adalah pengetahuan untuk tahu dimanakan jalan menuju surga itu berada. Ini adalah neraka yang harus kau lalui untuk menuju surga. Kau harus mengatasinya. Jika kau bisa mengatasinya, kau bisa dapatkan apapun yang kau inginkan,” tambah P.Shilla. Chindai hanya diam seperti berpikir.


*


Chelsea mengintip ke kamar Bagas. Bagas sedang membaca buku. Chelsea berdehem dan membuat Bagas menoleh. Chelsea masuk dan duduk di kursi samping Bagas. Chelsea meraih mp3 milik bagas yang ada diatas meja, hingga membuat buku yang ada dipinggir meja jatuh ke bawah.


“Pangeran Bagas,” hanya itu yang diucapkan Chelsea.


“Katakan. Kau mau bicara apa?” tanya Bagas.


“Kau pergi mengunjungi Chindai kemarin, kan? Aku tahu kau pergi kesana. Aku juga kesana hari ini,” aku Chelsea. Bagas melotot menatap Chelsea.


“Kenapa kau pergi ke sana?” Bagas sedikit berteriak.


“Apa?” tanya Chelsea yang kaget mendengar teriakan Bagas.


“Karena kau, dia ada di sana. Tentu saja kita harus mengunjunginya, kan?” jawab Chelsea dengan polos.


“Akan kulakukan urusanku sendiri,” teriak Bagas sambil melangkah pergi meninggalkan Chelsea.


“Kenapa kau begitu marah?” tanya Chelsea yang tak terima sedari tadi terus saja dibentak oleh Bagas.


“Aku tak suka kau mencampuri urusan yang bukan urusanmu,” lanjut Bagas lalu keluar kamar.


*


Dikediaman King Cakka, King Cakka sedang memarahi Bagas dihadapan Queen Agni dan P.Salma.

“Setelah satu masalah belum selesai, timbul lagi masalah yang lain. Ini mungkin hanya salah paham. Ini mungkin hanya rumor. Tapi apa hanya itu yang bisa dilakukan?” King Cakka terus saja bicara panjang lebar tapi Bagas hanya bisa diam.


“Dari pada hanya duduk tak bicara, tidak adakah yang ingin kamu katakan?” bentak king Cakka pada Bagas yang hanya diam saja. Tapi Bagas tetap bungkam.


“Ayah, Bagas sedang bingung sekarang. Jadi dia tak bisa mengatakan apapun,” P.Salma membela adiknya.


“Ayah, tenanglah, biarkan Bagas berpikir agar dia tahu apa yang harus dikatakannya,” lanjut P.Salma.


“Tidakkah kamu dengar apa yang aku katakan? Cepat bicaralah! Setidaknya berilah penjelasan,” bentak King Cakka lagi.


“Yang Mulia, pelankan suaramu, tenanglah,” Queen Agni mencoba menenangkan suaminya.


“Aku tak ingin bicara apa-apa,” jawab Bagas kemudian.


“Jadi, karena kau diam, semua berita itu benar adanya. Kenapa kau bisa membuat masalah sebesar ini?” ujar king Cakka yang kesal.


“Ayah,dari apa yang aku lihat, ini bukan kesalahan Bagas. Ini adalah kesalahan seseorang yang mencoba membesar-besarkan masalah yang sepele,” ujar P.Salma membela adiknya.


“Ah, sudah lah, cukup. Semua ini sudah tak bisa diatasi lagi. Kau hanya membuat malu keluarga kerajaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kalau seperti ini terus, apa kau pikir kau masih layak menjadi seorang Raja?” celoteh King Cakka.


“Pergilah,” usir King Cakka pada Bagas. Queen Agni dan P.Salma hanya bisa pasrah.


Bagas pun pergi keluar menuju mobilnya. Chelsea melihat Bagas lalu memanggil dan mengejar Bagas. Namun Bagas tak memperdulikannya.


“Pangeran Bagas, Bagas, sebaiknya kamu minta maaf. Hanya melarikan diri seperti ini sungguh kekanak-kankan,” ujar Chelsea sambil terus mengikuti Bagas yang jalan cepat. Chelsea meraih lengan Bagas, tapi Bagas meangkisnya dan meninggalkan Chelsea.


“Sudah cukup apa yang ku lakukan. Semuanya sudah berakhir,” ujar Bagas sesaat sebelum masuk mobilnya. Bagas pergi dengan mobilnya keluar istana tanpa mempedulikan Chelsea yang terus saja berteriak memanggil namanya.


*


P.Shilla hendak bertemu Ibu Suri dan minta dayangnya untuk mengumumkan kedatangannya. Tapi dayang yang berjaga di kediaman Ibu Suri berkata kalau Ibu Suri bilang, dia sedang tak ingin bertemu dengan siapapun. P.Shilla berlalu pergi. Di tengah jalan, P.Shilla bertemu dengan Queen Agni.


“Dimana anak itu?” tanya Queen Agni to the point.


“Siapa yang kamu maksud?” tanya P.Shilla tak mengerti maksud Queen Agni.


“Aku berbicara tentang gadis itu,” jelas Queen Agni.


“Kenyataannya aku juga penasaran dimana anak itu. Aku pikir, Chindai itu anak yang baik. Aku tak mengerti kenapa Putra Mahkota mencampakkan anak itu dan menikah dengan CP Chelsea. Mungkinkah Putra Mahkota sekarang menyesali tindakannya itu?” ujar P.Shilla memanas-manasi.


“Aku akan segera bertemu dengan gadis itu. Aku akan tahu bagaiman gadis itu setelah menemuinya,” ujar Queen Agni tak mau kalah. Kemudian Queen Agni berlalu pergi meninggalkan P.Shilla yang memendam kesalnya.

*


Di kediamannya, Queen Agni meminta dayangnya untuk menghubungi Chindai. Dayang Queen Agni segera menyerahkan telepon itu pada Queen Agni setelah tersambung ke Chindai. Chindai menjawab telepon itu dan mulai bicara dengan Queen Agni untuk pertama kalinya.


*


Sementara itu, P.Shilla mencoba menghubungi seseorang. Tapi sayangnya, teleponnya tidak mau tersambung. Sepertinya P.Shilla juga mencoba menelepon Chindai.


*


Chelsea sedang ngobrol berdua dengan Rafa di Istana.


“Aku tak ingin terlalu bersandar padamu. Tapi semuanya selalu berakhir seperti itu,” ujar Chelsea.


“Kapanpun kau butuh aku. Aku suka kalau kau bersandar padaku,” jawab Rafa dengan tersenyum.


“Aku sangat marah hingga aku pergi ke rumah sakit. Aku merasa menyesal dan benar-benar minta maaf. Tapi sekarang aku tak bisa mengerti. Tapi seharusnya semua tak harus seperti ini. Jika kau mencintai seseorang, harusnya kau tak membuat orang itu jadi susah,” curhat Chelsea.


“Kau tak kan tahu bagaimana rasanya saat kau menginginkan sesuatu tapi kau tak bisa mendapatkannya,” ujar Rafa.


“Jika kau membuat Bagas jatuh dalam masalah, bukankah itu berarti kau mendapatkannya?” ujar Chelsea.


“Kau juga menginginkan hati Bagas,” ucap Rafa.


“Meskipun benar seperti itu, aku takkan memaksakan apa yang tak bisa kumiliki,” jawab Chelsea. Airmata pun mulai memenuhi pelupuk mata Chelsea.


“Apa kau sekhawatir itu?’” tanya Rafa. Airmata Chelsea sudah mulai jatuh.


“Kurasa membantunya mengatasi masalah dan ada disisinya membuatku merasa lebih baik. Karena dia tak ada disini aku merasa sekarat dan khawatir,” ungkap Chelsea. Rafa sedih sekali mendengarnya.


*Di luar Istana


Bagas masih menyetir di luar sana. Bagas segera mengarahkan mobilnya ke suatu tempat. Bagas masuk sebuah hotel menuju sebuah kamar yang didepan kamar dijaga oleh beberapa pengawal. Ia mengetuk pintu.


Chindai membuka pintu dan kaget melihat kedatangan Bagas. Bagas masuk dan bicara berdua dengan Chindai. Chindai memegang dua tiket kereta api kenangan mereka.


“Aku sudah berpikir tentang masa lalu. Apa kau masih ingat? Tiket yang kita simpan saat pertama kali kita bertemu? Kita membuat perjanjian untuk membukanya 10 tahun yang akan datang. Tapi kurasa aku takkan mengambilnya dalam waktu selama itu. Jadi aku mengambilnya kemarin. Untuk orang sepertiku, kenangan yang indah yang kubagi dengan seseorang, sepertinya sulit untuk menghapus semua itu. Ini sangat bodoh, tapi…setelah menyerah akan dirimu, aku baru menyadari betapa pentingnya kau dalam hatiku. Mungkin sampai akhir aku takkan bisa mengatasi rasa cinta itu,” ungkap Chindai panjang lebar.


“Tapi mulai sekarang, takkan ada halangan apapun dariku. Karena semuanya telah terhapus. Bagiku, keberadaan Bagas tak ada yang bisa menggantikannya. Dan juga tak ada yang bisa disalahkan. Aku tahu itu. Bagas dan Chelsea...” ucap Chindai terpotong menahan tangsinya.


“Aku tak bermaksud bertindak sejauh ini dan membawamu dalam kesulitan. Maafkan aku karena telah hilang kendali,” lanjut Chindai dengan mata berkaca-kaca.


“Chindai, sepertinya kau bertindak terlalu jauh,” ujar Bagas. Chindai menangis. Bagas pergi meninggalkan tempat itu. Bagas memacu mobilnya di jalanan. Bagas membelokkan mobilnya menuju suatu tempat.


*Disebuah klub malam


Sementara itu di sebuah klub malam, Fattah dan Difa sedang bersenang-senang disana sambil menikmati alunan musik. Tak berapa lama kemudian Bagas masuk juga ke klub malam itu. Bagas menelepon seseorang. Ternyata dia menelepon Fattah. Malah Difa yang melihat Bagas. Saat Difa menoleh ke arahnya, Bagas melambaikan tangannya. Difa dan Fattah menghampiri Bagas dan mereka pun mengobrol di lantai 2.


“Benar. Aku merasa begitu frustasi. Untung kau menelepon. Jika merasa bosan, kenapa tak kau tunjukkan gaya berdansa ala Putra Mahkota,” ujar Difa bercanda. Bagas hanya tersenyum tipis.


“Hey, aku haus. Ayo kita ambil minum,” ajak Fattah. Bagas hanya diam saja.


“Gak mau, kalau mau ambil, ambil sendiri aja,” suruh Difa.


“Kenapa? Ayolah, aku yang bayar,” ujar Fattah.


“Benarkah? Baiklah,” ujar Difa. Bagas  masih termenung diam tanpa tahu teman-temannya sudah pergi.


Bagas teringat kata-kata ayahnya;


“Kau hanya membuat malu keluarga kerajaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Apa kau pikir kau masih layak menjadi seorang Raja?”maki King Cakka.


Josia masuk dengan buru-buru ke dalam klub malam itu. Dia mencari seseorang dan begitu melihat Bagas ada di atas, dia naik dengan terburu-buru. Begitu sampai, Josia langsung menarik kerah baju Bagas.


“Dasar brengsek. Dimana Chindai?!? Dimana kau menyembunyikan Chindai?” teriak Josia.


 Fattah dan Difa kembali. Mereka melihat Josia yang berteriak kepada Bagas. Mereka mencoba melerai keduanya.


“Josia, jangan lakukan itu,” teriak Difa.

“Apa yang kamu lakukan?” balas Bagas berteriak.


“Jangan begitu, kamu akan menodai citramu,” ujar Fattah.


“Jangan ganggu kami,” bentak Josia kepada Fattah. Fattah dan Josia pun menyingkir. Bagas duduk diam di bangku sedangkan Josia bersandar di depannya dan mulai bicara.


“Bermain-main dengan perasaan orang, apa itu menyenangkan? Aku bertemu Chindai lebih dahulu daripada kau. Tapi aku masih memberikan Chindai padamu. Kupikir itu bisa membuatnya lebih bahagia. Tapi ternyata aku salah. Kau bukanlah seseorang yang bisa memberikan kebahagiaan. Kau hanya peduli pada dirimu sendiri. Hidup dibawah kemewahan sebagai seorang Putra Mahkota. Sesuatu seperti perasaan orang lain bukanlah hal yang penting, kan? ini benar-benar keterlaluan. Jika itu aku, setidaknya aku takkan melakukan hal itu, meninggalkan seseorang yang kucintai dan menikahi orang lain. Karena tindakan tak bertanggung jawab itu, Chindai lah yang terluka” ceramah Josia.


“Sepertinya kau lupa. Aku ini Putra Mahkota negara ini. Dibandingkan dengan orang-orang seperti kalian yang bicara tentang cinta setiap hari, yang aku punya hanyalah tanggung jawab,” ujar Bagas dengan dingin.


“Benarkah begitu? Di antara tanggung jawab yang kau miliki, kenapa kau memilih meninggalkan Chindai?” bentak Josia.


“Jika aku tak bisa bertanggung jawab sampai akhir, aku takkan memilih untuk melakukan hal itu. Itulah prinsipku. Sebagai seorang teman, ku sarankan padamu, akhiri disini sekarang juga,” balas Bagas. Dia menepuk pundak Josia dan turun ke bawah meninggalkan Josia.

*

Bagas ada di atas bukit dan termenung di dalam mobilnya. Dia menoleh ke samping dan memandangi suasana istana di malam hari. Terlihat wajah Bagas yang terlihat bingung dan sedih.

--TBC--

Spoiler next part;

Chindai mulai menyerah tentang Bagas. Namun Rafa belum menyerah tentang Chelsea. Dan juga P.Shilla masih saja meracuni pikiran Chindai. Akankah Chindai benar-benar menyerah akan Bagas?

“Aku lelah. Jangan bicara apa-apa lagi,” ujar Bagas lemah.Hendak meninggalkan Chelsea yang berbicara padanya.

“Aku sangat khawatir padamu. Dimana kau, apa yang kau lakukan, kelakuanmu yang keras kepala itu akan membuat masalah untukmu. Apa kau tahu betapa khawatirnya aku?!” bentak Chelsea. Dia ingin pergi meninggalkan Bagas. Tapi Bagas meraih lengan Chelsea, lalu memeluk tubuh Chelsea dengan erat.

“Argh, hei...a.. kenapa aku...” ujar Chelsea kesulitan dalam pelukan Bagas karena sulit bernafas.

“Jika aku tak lagi jadi Putra Mahkota lagi... tetaplah ada disisiku,” pinta Bagas dengan lembut. Chelsea mulai melunak, ia senang mendengar hal itu. Dia tersenyum dalam pelukan Bagas.
---


No comments:

Post a Comment