Wednesday 20 August 2014

Jangan Cintai Aku Apa Adanya (Oneshoot)


Inspired:
Jangan Cintai Aku Apa Adanya, song by Tulus
ATM Error the series

Cast: Bagas, Chelsea, Chindai, Karel.

**
Chelsea sedang sendirian di sebuah kafe. Terlihat raut muka gelisahnya. Ternyata Chelsea tengah menunggu Bagas yang telah berjanji dengannya untuk bertemu di kafe tersebut. Namun sampai jam yang dijanjikan, Bagas tak muncul juga.

Sudah 45 menit Chelsea menunggu Bagas. Dan Bagas baru muncul dengan ekspresi capeknya karena berlari dari parkiran ke kafe yang berada di sebuah pusat perbelanjaan tersebut. Chelsea hanya mencuekkan kedatangan Bagas.

“Maaf sayang, kamu belum lama menungguku kan?” tanya Bagas dengan ngos-ngosan.

“Seharusnya aku inget, kalau kita janjian pukul 4, kamu akan datang pukul 5,” sindir Chelsea.

“Aduh, aku bener-bener minta maaf. Tadi jalannya macet banget. Lagian, ini juga malam minggu kan...” sanggah Bagas.

“Beneran macet? Atau... ketiduran?” ujar Chelsea sambil memajamkan pandangannya langsung ke bola mata Bagas. Bagas jadi grogi.

“Eh... Emh... Hehe... Tadi ketiduran sih. Maaf ya sayang,” ujar Bagas dengan salah tingkah.

“Sudah kuduga,” ujar Chelsea sambil berdiri akan meninggalkan kursinya.

“Eh, sayang. Kamu mau kemana? Aduh sayang, maafin aku ya...” rengek Bagas dengan memohon mengikuti Chelsea yang beranjak pergi. Beberapa pengunjung kafe pun jadi melihat kearah Chelsea dan Bagas.

“Ayo cepat. Kalau tidak cepat, nanti kita akan ketinggalan film yang akan kita tonton,” ujar Chelsea dengan terus berjalan menuju bioskop yang juga berada dipusat perbelanjaan tersebut.

“Jadi, kamu memaafkanku kan?” ujar Bagas dengan senang.

“Tentu saja...” ujar Chelsea berhenti sejenak dan tersenyum ke arah Bagas yang berjalan disampingnya.

“Tentu saja tidak. Nanti sehabis nonton, kamu harus nemenin aku ke salon. Oke?”ujar Chelsea dengan tersenyum senang. Chelsea tahu, Bagas paling bosen ketika harus menemani Chelsea ke salon. Selalu terjadi perdebatan dulu sebelum Bagas menyetujuinnya.

“Apa? Ah sayang, plis, hal lain aja... Ntar habis kita nonton, kita makan di restoran Korea favoritmu itu aja gimana?” ujar Bagas dengan merengek.

“Oke, tapi setelah itu kamu harus tetap menemaniku ke salon,” ujar Chelsea dengan muka datar.

“Ah, kenapa sih wanita suka ke salon? Padahal kan hanya untuk cuci rambut, lulur, manicure, pedicure bisa dilakukan dirumah. Budaya konsumtif,” keluh Bagas.

“Oh, oke. Kalau gitu bagaimana kalau kita sekarang pulang saja? Kamu tadi kan bilang budaya konsumtif, bukankah nonton film di bioskop, makan di restoran juga termasuk budaya konsumtif?” balas Chelsea.

“Ah, bukan. Bukan begitu sayang,” ujar Bagas frustasi.

“Oke, oke. Nanti aku akan menemanimu,” ujar Bagas dengan pasrah. Chelsea pun tersenyum puas lalu menggandeng lengan Bagas.

“Tapi awas ya, kalau besok-besok kamu terlambat lagi,” ancam Chelsea.

“Iya deh, aku usahain untuk mulai on-time,” janji Bagas.


“Kenapa sih, kalau kita debat aku selalu kalah...” keluh Bagas kemudian. Chelsea hanya tersenyum lalu menjulurkan lidahnya ke arah Bagas.

Selalu begitu. Hubungan Chelsea dan Bagas. Walau mereka merupakan pasangan kekasih, namun mereka lebih sering berdebat dari pada romantisnya.

*

Bagas sedang menunggu Chelsea yang pulang kuliah. Kebetulan mereka satu fakultas, namun beda jurusan. Sudah lama Bagas menunggu. Bagas pun sudah menelpon Chelsea, namun tak diangkat-angkat. Hanya sekali Chelsea membalas pesan Bagas dengan singkat.

[ Sebentar lagi. ] isi pesan dari Chelsea.

Akhirnya, Chelsea pun muncul dari pintu depan fakultas. Namun Chelsea tidak sendiri. Chelsea keluar bersama Karel, teman satu jurusannya. Chelsea pun melambaikan tangan kepada Karel ketika mereka akan berpisah. Bagas sudah bersiaga. Lalu Chelsea pun menghampiri Bagas yang sudah menunggunya di taman depan fakultas mereka.

“Oh, jadi sedari tadi sama Karel makanya gak angkat telponku...” sindir Bagas yang terlihat cemburu.

“Kamu kenapa sih? Udah aku ceritain kan tadi malem, jurusanku mau ngadai acara. Aku wakil ketua panitia, dan Karel ketuanya,” jelas Chelsea.

“Yaudah lah gak penting juga, yuk kita pulang,” ujar Bagas masih dengan dingin mulai berdiri.

“Kamu kenapa sih? Sepertinya aku ingin pulang sendiri aja,” ujar Chelsea sambil berjalan mendahului Bagas. Bagas menangkap lengan Chelsea yang terlihat kesal.

“Chels,” ujar Bagas mulai melunak sambil menahan kepergian Chelsea.

“Lepasin,” ujar Chelsea sambil menghempas pegangan Bagas. Cengkraman tangan Bagas pun lepas, dan Chelsea berjalan meninggalkan Bagas. Bagas baru akan mengejar Chelsea, tapi Bagas mendengar seseorang memanggilnya.

Ternyata sedari tadi, Chindai yang merupakan teman sekelas Bagas memperhatikan Bagas bahkan sebelum Chelsea datang.

“Bagas...” panggil Chindai sambil berjalan kearah Bagas. Bagas pun menoleh kearah Chindai. Begitu juga dengan Chelsea, dia berhenti sejenak dan menoleh untuk tahu siapa yang memanggil Bagas. Setelah tahu bahwa Chindai yang memanggil kekasihnya, kemudian Chelsea pun berlalu meninggalkan Bagas.

“Hei Gas, kita satu kelompok untuk ngerjain tugas Analisis Perencanaan kan? Gimana? Kapan ada waktu? Ngerjain bareng yuk,” ajak Chindai pura-pura tak tahu apa yang terjadi. Padahal ia melihat dari awal hingga akhir Chelsea yang kesal kepada Bagas.

“Eh, Ndai, sorry. Tapi gue buru-buru nih,” ujar Bagas cuek. Tapi Chindai menahan tangan Bagas. Bagas mencari kemana Chelsea pergi. Sayangnya Chelsea sudah tak terlihat lagi. Bagas pun hanya bisa menghela nafas pasrah.

“Gimana Gas? Ntar malem bisa? Kita tinggal punya waktu 5 hari nih,” ujar Chidai.

“Umh, terserah elo aja deh kapan enaknya,” ujar Bagas mulai memperhatikan apa yang Chindai katakan.

“Kalau ntar malem bisa?” tanya Chindai lagi.

“Emh, ntar malem ya? Mau dimana? Ntar deh gue kabarin,” jawab Bagas lagi.

“Dirumahku aja gimana? Jam 7 malem? Oke deh, ntar kabarin aja,” jawab Chindai. Bagas pun menyanggupi, lalu pergi meninggalkan Chindai.

*

Sedari siang tadi, semenjak Chelsea meninggalkan Bagas begitu saja di kampus, Bagas sudah mencoba menelpon rumah Chelsea, tapi Chelsea belum pulang. Bagas pun sudah mencoba menghubungi nomer Chelsea, namun tidak aktif. Namun Bagas masih saja terus menghubungi Chelsea walau tahu nomer tidak aktif.

Ternyata sedari tadi, Chelsea tidak langsung pulang. Namun Chelsea pulang menuju rumah Angel, sahabatnya. Disana, Chelsea curhat dengan Angel.

“Bingung deh aku sama kak Bagas. Akhir-akhir ini dia tuh cemburuan. Aku lebih suka dia yang cuek apa adanya,” keluh Chelsea.

“Jadi kamu lebih suka kak Bagas yang celengek’an, yang gak on-time juga nerima kamu apa adanya?” tanya Angel mengomentari curhatan Chelsea sambil mainin smartphone’nya.

“Kaya’nya baru minggu kemarin kamu bilang,



“Aku suka berdebat dengan kak Bagas. Selain karena aku yang lebih sering menang, berdebat melibatkan amarah. Dan perhatian yang paling berharga adalah ekspresi marah. Ketika kita marah kepada seseorang, itu artinya kita memikirkannya. Karena sudah pasti saat marah, hanya orang tersebut yang ada di pikiran kita,” ujar Angel menirukan ucapan Chelsea minggu kemarin.


Dan sekarang, kak Bagas lagi cemburu, malah kamu cuekkin. Ah, kamu Chels. Yakin deh, bentar lagi kalian juga baikkan. Dan kamu akan cerita tentang perdebatan sepele kalian lagi,” lanjut Angel yang sudah hafal alur hubungan sabatnya dengan kekasihnya tersebut.

“Tapi ini beda Ngel...” sangkal Chelsea.

“Beda apanya coba? Kamu juga lagi dalam mood yang gak stabil kan?” komentar Angel lagi.

“Iya sih,” Chelsea mulai menyetujui komentar sahabatnya.

“Udah deh, sana baikan. Dari pada kamu juga uring-uringan gak jelas gini. Buruan hidupin hp’mu. Pasti udah banyak pesan juga misscall masuk tuh,” saran Angel.

Chelsea pun meng-aktif-kan smartphone’nya. Benar saja, sudah banyak pesan yang antri masuk, juga laporan puluhan misscall dari Bagas. Kebanyakan isi pesan itu sama, Bagas minta maaf atas tingkahnya tadi. Namun, ada satu pesan yang menarik perhatian Chelsea.

[ Sayang, nanti malem aku mau ngerjain tugas Analisis Perencanaan sama Chindai dirumahnya. Kerena kita satu kelompok. Jangan mikir macem-macem ya. Aku cuma ngerjain bareng kok. Juga, maaf soal tadi. I’m really sorry L love you :* ] Tulis Bagas pada pesannya.

Chelsea pun berpikir sejenak, lalu mengetik sesuatu.

*

Bagas tengah serius mengerjakan tugas Analisis Perencanaan bersama Chindai dirumah Chindai. Namun Chindai tidak terlalu serius ngerjainnya. Lebih sering, Chindai mencuri pandang kearah Bagas tanpa sepengetahuan Bagas.

Tiba-tiba smartphone Bagas berdering. Buru-buru Bagas membacanya. Chindai pun ikut menghentikan aktifitasnya, dan memperhatikan Bagas yang mulai tersenyum membaca pesan di smartphone’nya.

[ Iya sayang. Maafin aku juga ya. Aku tadi terlalu berlebihan juga ya? Mungkin karena mood’ku lagi gak stabil. Tapi beneran, aku sama Karel gak ada apa-apa kok. Maaf. Ngerjain tugasnya dengan serius ya. Love you too. Semangat! :* ] Tulis Chelsea dalam pesannya.

Bagas yang tersenyum membaca pesan tersebut, tanpa sengaja menyenggol gelas disampingnya yang berisi sirup yang tinggal setengah itu. Minuman tersebut pun membasahi buku cetak milik Chindai yang juga berada didekat gelas yang airnya tumpah tersebut. Bagas buru-buru menyelamatkan buku milik Chindai yang sudah terlanjur basah tersebut. Lalu mengelap sisa air tersebut dengan tissu yang ada di atas meja. Bagas pun meminta maaf pada Chindai.

“Sorry ya Ndai, gue bener-bener gak sengaja. Besok gue ganti deh buku elo,” ujar Bagas merasa bersalah.

“Iya, gak papa kok. Bukunya juga bisa dikeringin kok, gak usah diganti,” ujar Chindai dengan tersenyum.

“Beneran gak usah diganti? Atau elo pake buku gue aja? Beneran ya, gue minta maaf,” ulang Bagas.

“Iya, gak usah diganti. Gue tahu elo juga gak sengaja,” ujar Chindai lagi dengan ramah.

Kemudian mereka pun melanjutkan mengerjakan tugas kembali walau 
suasana jadi sedikit kaku. Jam sudah menunjukkan jam 9pm lebih. Bagas pun berpamitan akan pulang.

“Ndai, udah jam 9 lebih ni. Kita lanjutin besok ya? Gue pulang dulu,” ujar Bagas sambil memasukan barang bawaannya.

“Gak mau nginep aja?” ujar Chindai tersenyum.

“Ah elo, becanda aja...” komentar Bagas sambil tertawa. Chindai hanya membalasnya dengan tersenyum. Dan membalas ucapan Bagas dalam hati.

“Enggak Gas, gue gak bercanda,” batin Chindai sedih.
Bagas pun pulang meninggalkan Chindai dirumah yang hanya ada Chindai juga satu asisten rumah tangga tersebut. Karena memang selain Chindai anak tunggal, orang tuannya juga sedang berada diluar kota. Jadi untuk sementara Chindai hanya tinggal berdua dengan asisten rumahtangganya.

*

Sore itu, Bagas sudah berada dirumah Chindai. Sehabis pulang kuliah sore tadi, Bagas langsung pulang bersama Chindai menuju rumah Chindai untuk melanjutkan tugas kelompoknya. Dan sore itu mereka sudah hampir menyelesaikan tugas kelompok tersebut. Hanya kurang bab kesimpulan saja yang belum beres.

Namun karena kelelahan sedari siang ngerjain tugas, Bagas yang hanya berniat tiduran sejenak di sofa ruang tamu Chindai, malah ketiduran disana.

Sudah sekitar 30 menit lebih Bagas tertidur. Chindai yang sedari dulu memang menyukai Bagas, dengan diam-diam dan perlahan mendekati Bagas. Chindai mengamati wajah Bagas yang sedang tertidur dari jarak dekat dengan seksama. Chindai dengan perlahan, memberanikan menyentuh wajah Bagas. Dengan lembut, Chindai membelai pipi Bagas yang sedang tertidur.

Namun ternyata sentuhan Chindai tersebut membangunkan Bagas.Bagas yang terkejut pun buru-buru duduk. Begitu pula dengan Chindai yang terkejut karena Bagas terbangun, buru-buru mundur.

“Apa yang elo lakuin?” tanya Bagas dengan masih kaget.

“Emh, anu Gas. Emh... Sorry...” ujar Chindai salah tingkah.

“Kenapa elo nyentuh wajah gue?” selidik Bagas yang masih kaget beserta kesal tersebut.

“Gas, elo gak bercanda kan soal ini?” tanya Chindai yang sudah mulai percaya diri dan terlihat tidak merasa bersalah itu.

“Bercanda? Maksud loe?” ujar Bagas yang masih kesal.

“Elo bukannya gak tahu kan kalau sudah lama gue suka elo, Gas? Gue suka elo bahkan sebelum elo kenal Chelsea. Tapi kenapa elo malah sama Chelsea? Gue yang lebih dulu nyukain elo Gas...” ujar Chindai dengan lantang.

“Apa?” ujar Bagas dengan kaget.

“Elo masih inget, awal kuliah dulu, sempet beredar kabar bahwa gue nyukai elo. Itu gue yang nyebarin berita itu, karena itu bener. Supaya elo peka Gas. Bukankah awal kuliah dulu kita deket? Tapi sejak rumor nyebar, elo malah njauhin gue. Dan elo malah jadian sama Chelsea. Gue? Selama ini gue hanya bisa nyimpen perasaan gue agar bisa deket lagi sama elo,” aku Chindai dengan 
emosional.

‘Tapi Ndai...” ujar Bagas yang dipotong oleh Chindai.

“Gas, elo sama Chelsea tuh gak cocok. Gue tahu, kalian berdua tuh sering berantem karena hal-hal kecil. Dan sebenernya kemarin siang gue lihat, elo marahan sama Chelsea di taman fakultas kan? Dan gue memutuskan untuk ngambil elo kembali Gas. Gue sengaja ngalangin elo ngejar Chelsea,” aku Chindai lagi.

“Apa? Keterlaluan loe Ndai,” ujar Bagas dengan emosi akan meninggalkan Chindai. Namun Chindai lagi-lagi ngalangin Bagas untuk pergi dengan mencengkram lengan Bagas.

“Gas, elo mau kemana? Gak bisakah elo nerima gue? Gue masih cinta sama elo. Gue jamin kalo elo sama gue, kita gak akan berantem-berantem. Gue akan nerima elo apa adanya Gas,” ujar Chindai mulai berkaca matanya. Bagas berhenti dan terdiam sejenak.

“Maaf Ndai, tapi gue gak cinta elo,” ujar Bagas tegas lalu menghempas cengkraman Chindai dan berlalu pergi. Chindai pun mulai menangis. Bagas pergi begitu saja hingga lupa bahwa tas beserta buku juga laptop’nya tak ia bawa.

*

Bagas yang masih terkejut dengan pengakuan Chindai pun, menerawang kosong didalam mobilnya yang sudah berada di depan rumah Chelsea. Ia memandang lurus kearah kamar Chelsea yang berada di lantai dua rumah tersebut dengan pandangan kosongnya. Hingga tanpa Bagas sadari, Chelsea sedang menuju mobilnya.

Sore itu, karena asisten ruamh tangga rumah Chelsea sedang ijin tak masuk, maka oleh maminya, Chelsea disuruh untuk membuang sampah ditong sampah depan rumah. Ketika sudah berada digerbang depan rumah, Chelsea mengenali sebuah mobil dengan warna putih yang berada diseberang jalan rumahnya. Chelsea pun memutuskan untuk menghampiri mobil tersebut.

Chelsea mengetuk kaca gelap mobil Bagas. Bagas yang melamun pun terkejut karena tak menyadari kedatangan Chelsea. Lamunan Bagas pudar, kemudian Bagas dengan buru-buru membuka kaca mobilnya, lalu keluar dari mobilnya.

“Hei, ngapain kamu disini? Mau jadi stalker kah?” canda Chelsea.

“Ayo masuk,” ajak Chelsea kemudian.

“Enggak ah, disini aja. Yuk masuk mobil...” ajak Bagas gantian.

“Kamu gak akan nyulik aku kan? Haha...Oke, tapi aku masukin tempat sampah ini ya,” ijin Chelsea.

“Eh, yaudah. Kalo gitu masuk aja,” ujar Bagas kemudian dengan tersenyum yang cuma ditanggapi Chelsea dengan ekspresi nyinyir.

Chelsea masuk duluan kemudian membukakan pintu gerbang agar mobil Bagas bisa masuk pekarangan rumahnya. Merekapun ngobrol diruang tamu rumah Chelsea. Chelsea meninggalkan Bagas diruang tamu sejenak untuk cuci tangan.

“Eh ada Bagas, mau minum apa? Biar tante buatin,” tawar Tante There, mami Chelsea yang muncul tiba-tiba dari dapur.

“Lha, bik Laras kemana Tan? Tadi juga Chelsea yang buang sampah,” tanya Bagas basa-basi.

“Bik Laras lagi ijin pulang kampung. Bakal 2 minggu gak ada yang bantu-bantu nih,” keluh Tante There.

“Oh gitu. Gak usah deh tan,” tolak Bagas tawaran minum tadi.

“ya udah, ntar kalau haus ambil sendiri deh. Biasanya juga ambil sendiri kan... hehe,” ujar tante There sambil tersenyum kemudian.

“Iya deh tan,” jawab Bagas sambil tertawa. Tente There pun meninggalkan Bagas tepat ketika Chelsea muncul. Sekarang tinggal Chelsea dan Bagas berdua diruang tamu tersebut.

“Tugasnya udah kelar?” tanya Chelsea membuka percakapan.

“Emh... belum sih,” ujar Bagas ragu.

“Kok jawabnya ragu gitu? Jadi belum?” ulang Chelsea.

“Belum sayang, tapi aku jadi takut sama Chindai,” aku Bagas.

“Lah, takut kenapa?” tanya Chelsea dengan serius.

“Tapi kamu jangan marah ya?” pinta Bagas dengan mulai serius.

“Marah kenapa? Ada apasih sebenernya?” Chelsea semakin penasaran.

“Mungkin kamu gak tahu, awal kuliah dulu, aku deket sama Chindai. Tapi sebagai temen ya. Biasalah MaBa (Mahasiswa Baru), masih belum banyak kenal,” jelas Bagas.

“Terus masalahnya apa?” tanya Chelsea gak sabar.

“Sabar dong. Jadi yang jauhin duluan adalah aku. Makanya kita gak kliatan deket lagi kan?” ujar Bagas.

“Iya sih, terus?” pinta Chelsea untuk melanjutkan.

“Aku jauhin dia gegara dulu ada rumor Chindai suka aku. Dan tadi Chindai ngakuin kalau dia memang suka aku dan masih suka. Juga yang nyebar rumor itu dia sendiri,” jelas Bagas.

“Hah? Seriusan? Terus tadi gimana?” tanya Chelsea lagi.

“Ya aku bilang, aku gak suka dia. Terus aku ninggalin dia gitu aja. Aku sampai lupa gak bawa laptop juga tas beserta isinya nih. Semuanya masih ketinggalan dirumah dia. Tadi aku terlalu gegabah sih,” ungkap Bagas.

“Terus gimana? Mau aku temenin ambil barang-barang kamu?” tawar Chelsea.

“Tapi kamu ntar disana gak apa-apa? Kamu gak akan berantem sama Chindai kan?” ujar Bagas khawatir.

“Enggak lah, kamu tenang aja,” jawab Chelsea.

“Yaudah deh, sekarang gimana?” tanya Bagas.

“Oke deh, aku ganti baju dulu ya,” pamit Chelsea sambil berlalu menuju kamarnya.

*

Chelsea dan Bagas telah sampai dirumah Chindai. Namun yang membukkan pintu bukan Chindai, melainkan asisten rumah tangganya. Dari sang asisten, Chelsea dan Bagas mendapat info dimana Chindai.

“Dari kepulangan Tuan Bagas tadi, Non Chindai kelihatan uring-uringan sambil nangis. Tadi Non Chindai ngeberantakin meja, saya belum berani ngeberesinnya,” ujar sang asisten.

“Lalu, sekarang Chindai dimana?” tanya Chelsea kemudian.

“Non Chindai dari tadi belum keluar kamar lagi, Non,” jawabnya.

“Kak, mending kakak nemuin Chindai dikamarnya deh. Biar aku beresin barang-barang kakak aja,” saran Chelsea.

“Kamu yakin? Aku takut kalau dia ngamuk,” ujar Bagas.

“Iya lah kak, enggak lah kalau Chindai ngamuk,” ujar Chelsea nenangin Bagas.

“Aku pikir dia itu pshyco,” bisik Bagas ketelinga Chelsea.

“Hush, jangan gitu,” ujar Chelsea.

Kemudian Bagas yang dianter sang asisten rumah tangga naik lantai atas menuju kamar Chindai. Setelah sampai, asisten rumah tangga itupun meninggalkan Bagas didepan kamar Chindai. Chelsea sendirian diruang tamu, membereskan meja juga mengumpulkan yang kira-kira barang milik Bagas yang memang berserakan diruang tersebut.

“Ndai, apa kamu didalam?” ujar Bagas didepan kamar Chindai namun tak ada jawaban.

“Ndai, aku masuk ya,” ujar Bagas kemudian sambil mencoba membuka pintu yang ternyata tak dikunci.

Bagas pun masuk kedalam kamar Chindai. Bagas menemukan Chindai yang tidur namun terlihat pucat ditempat tidurnya. Bagas pun mencoba menempelkan telapak tangannya ke kening Chindai yang terlihat pucat. Benar saja, tubuh Chindai panas. Namun karena sentuhan tangan Bagas tadi, Chindai jadi terbangun.

“Bagas...” ujar Chindai lemah.

“Eh, sorry elo jadi kebangun. Tunggu bentar, gue ambilin air buat ngompres elo,” pamit Bagas buru keluar kamar Chindai. Bagas pun turun menuju dapur.

“Kak, ada apa?” tanya Chelsea yang melihat Bagas turun dengan tergesa-gesa.

“Itu, si Chindai demam. Aku mau ambilin dia air buat ngompres,” jelas Bagas.

“Ya udah, aku naik ya kak,” ijin Chelsea.

“Iya, kamu temenin dia dulu ya,” setuju Bagas.

Chelsea pun naik menuju kamar Chindai. Namun ketika sampai didepan kamar, Chelsea ragu untuk masuk. Hingga Bagas sudah dengan baskom berisi air menghampirinya.

“Kok cuma didepan pintu?” tanya Bagas.

“Aku ragu kak, kalau dia melihatku terus memperburuk kondisinya gimana?” jelas Chelsea.

“Ya udah yuk, masuk bareng akau. Kita jelasin berdua,” ajak Bagas. Dan mereka pun masuk berdua kekamar Chindai.

“Chelsea... Ngapain elo kesini?” ujar chindai yang sudah duduk ditempat tidurnya ketika melihat Chelsea masuk bersama Bagas.

“Sorry Ndai, gue kesini tadi Cuma mau nganter kak Bagas ambil tas juga laptopnya,” jelas Chelsea. Bagas hanya diam sambil memberikan sebuah kain yang sudah basah untuk mengompres kening Chindai.

“Oh. Pasti elo udah tahu kalau gue suka Bagas kan?” ujar Chindai dengan ketus sambil mengompres keningnya sendiri dengan kain yang diberikan Bagas.

“Iya, tadi kak Bagas udah cerita,” jawab Chelsea lemah.

“Eh kak, itu kain lap kan yang kamu kasih buat ngompres?” ujar Chelsea terkejut.

“Eh iya, sorry Ndai. Gue tadi buru-buru dan gak memperhatiin kainnya,” ujar Bagas kemudian.

“Emm, gak papa kok Gas,” ujar Chindai denga kalem.

“Mumpung elo disini juga Chels, gue mau negesin sekali lagi, kalau gue suka Bagas. Beneran kamu gak bisa nerima cintaku, Gas?” tanya Chindai dengan pasrah.

“Sebelumnya, apa gue boleh tanya?” ujar Bagas ragu.

“Tentu saja,” jawab Chindai cepat.

“Elo sudah tahu bahwa itu kain lap. Tapi kenapa tetap elo gunakan untuk mengompres kening loe?” tanya Bagas.

“Aku hanya tidak mau menolak kebaikan mu,” aku Chindai.

“Kalau itu Chelsea, tentu saja dia sudah melemparkan kain lap basah itu kepadaku,” ujar Bagas sambil tersenyum menatap Chelsea yang masih terdiam didekat pintu.

“Apa? Benarkah? Lalu, kenapa kamu masih mau dengannya?” tanya Chindai dengan penasaran.

“Tentu saja. Tunggu sebentar” jawab Bagas. Lalu Bagas pun berlari turun dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Lalu dengan cepat membawanya kembali ke kamar Chindai. Chelsea melihat barang yang dibawa Bagas, dan dengan ekspresi mukanya melarang Bagas menunjukkan benda tersebut. Namun Bagas tetap menunjukkan pada Chindai.

“Kamu tahu apa ini?” sambil menunjukkan boneka yang sudah robek yang Bagas ambil dari tasnya tadi. Boneka tersebut hanya lah boneka berbentuk kelinci yang bisa dilipat. Sehingga muat kedalam tas ransel Bagas yang berukuran sedikit besar itu.

“Boneka usang yang sudah rusak,” jawab Chindai dengan jujur.

“Bukan, ini adalah boneka kesayangan Chelsea yang selalu ia bawa kemanapun. Dan aku yang telah merobeknya dengan tidak sengaja. Kamu tahu apa yang Chelsea lakukan kepadaku?” tanya Bagas pada Chindai yang hanya menggelengkan kepalanya.

“Dia marah besar denganku. Dan kami sempat renggang karena hal ini,” jelas Bagas. Chelsea hanya diam saja sedari tadi.

“Lalu, kenapa kamu masih tetap bersamanya?” ulang Chindai bertanya kembali.

“Aku tidak mau kamu berubah hanya untuk menyesuaikan diri dengan apa adanya aku. Aku tidak ingin dengan seseorang yang dengan mudah hanya menerima apa adanya aku. Aku ingin bersama seseorang yang tidak dengan mudah menerima aku apa adanya, tapi mau untuk bersama-bersama memperbaiki diri menjadi lebih baik,” jalas Bagas sambil tersenyum kearah Chelsea. Chelsea yang mendengarnya jadi terharu dan membalas senyuman Bagas. Chindai yang mendengarnya hanya bisa tertunduk lesu tak bisa berkata-kata lagi.

*
Semenjak hari itu, Bagas tak melihat Chindai lagi. Karena sejak hari itu, esok harinya hingga hari ini Chindai gak masuk kuliah. Dan hari ini, Bagas sangat risau bila Chindai juga tak masuk. Karena hari ini adalah jadwal matakuliah Analisis Perencanaan dimana mereka satu kelompok dan harus mempresentasikan tugas kelompoknya. Sedangkan apa yang Bagas kerjakan sudah ia serahkan pada Chindai untuk digabung dengan kerjaan Chindai. Dan Bagas tidak mempunyai copy’annya.

Bagas sudah mencoba menghubungi Chindai. Namun setiap ditelpon gak diangkat, dikirim pesan gak dibalas. Untungnya matakuliah tersebut ada pada jam sore. Sehingga bila sampai siang ini tak ada kabar dari Chindai, Bagas berencana nyamperin Chindai kerumahnya.

Untungnya pagi itu Chindai sudah masuk kuliah. Chindai langsung menemui Bagas. Bagas pun merasa sedikit tenang melihat kehadiran Chindai.

“Untunglah elo berangkat, gue kan gak punya copy’an tugas kelompok kita,” sambut Bagas.

“Umh, iya. Sorry ya, ini gue udah selesein kok,” ujar Chindai dengan kaku.

“Eh Ndai, gue boleh minta tolong sama elo gak?” tanya Bagas yang melihat sikap kaku Chindai padanya.

“Boleh aja, apa?” jawab Chindai kemudian.

“Bisa kita lupain kejadian tempo hari? Gue akan nganggep hari itu gak terjadi apa-apa... Elo juga bisa kan? Kita bisa jadi temen kok,” pinta Bagas dengan serius. Chindai terkejut dengan permintaan Bagas tersebut. Chindai terdiam sejenak.

“Umh, sorry Gas. Kaya’nya bakal sulit gue lakuin. Biar ini nyair secara alami aja. Untuk sementara, mungkin gue akan ngehindarin elo semampu gue. Gue ingin ngelupain perasaan gue ke elo. Jadi bantu gue, untuk ngehindari elo ya,” pinta Chindai serius.

“Tapi Ndai...” jawab Bagas.

“Enggak Gas, gue ngrasa gue akan sulit ketemu elo. Gue juga malu sama elo, Chelsea juga diri gue sendiri. Bisakan elo bantu gue? Sampai gue bisa nglupain perasaan ke elo,” pinta Chindai sekali lagi.

“Tapi kita masih kompak kan untuk presentasi tugas kelompok ini?” Bagas mencoba untuk mencairkan suasana.

“Iya lah, gue hanya akan ngehindarin elo ketika gue mampu kok. Lha ini, apa mau dikata, kita udah satu kelompok. Gue akan nyoba nganggep elo temen sekelas gue. Dan membatasi diri untuk berinteraksi dengan elo,” jelas Chindai lagi.

“Oke deh, jadi ketika gak sengaja bertemu dan elo gak bisa ngehindari gue, kita tetep saling sapa ya,” pinta Bagas.

“Iya,” jawab Chindai tersenyum lalu masuk kekelas karena dia akan segera ada kelas.


Sedangkan Bagas yang kebetulan gak ada kelas, mencari Chelsea yang juga gak ada kelas. Bagas pun menemukan Chelsea yang sedang berdiskusi berdua dengan Karel ditaman kampus. Bagas masih sedikit cemburu, namun mencoba untuk bersikap biasa dan bergabung nemenin Chelsea walau dicuekkin karena Chelsea sedang sibuk berdiskusi dengan Karel. Bagas pun diam saja, karena dia percaya, hati Chelsea hanya untuk dirinya.

--END-- 

NB:
Scene waktu Bagas nolak Chindai itu ada pada adegan ATM Error the series. Tapi sedikit aku rubah. Di ATM, Yoh (Chindai) yang ngejar2 Jib (Bagas) dan Jib lebih milih Sua (Chelsea). Lalu Jib nasehatin Yoh, untuk jadi dirinya sendiri. Jangan bersikap manis pada Jib, walau Jib berbuat salah. Jib menganggap Yoh tidak jadi dirinya sendiri ketika bersama Jib, berbeda dengan Sua yang jadi dirinya sendiri. Sehingga Jib menolak Yoh dan berkata "pasti ada orang yang lebih baik dari akau, yang dapat menerima kamu dengan apa adanya."

Cuma permainan kata juga sudut pandang yang kurubah sehingga nampak kalau Chelsea (Sua) yang bersikap jadi dirinya sendiri, marah bila Bagas (Jib) bersikap salah. Maksudnya marah untuk kebaikan Bagas agar berubah jadi lebih baik. Sehingga dapat dikatakan Chelsea ataupun Bagas, tidak saling mencintai dengan apa adanya mereka. Namun mereka sama-sama mencintai dengan saling mengingatkan dan memperbaiki diri, walau dengan cara marah. Karena marah adalah perhatian yang paling berharga. ^^
 
Btw, kalian tahu mata kuliah "Perencanaan Analisis" ada pada jurusan apa?
Itu pada jurusan "Perencanaan Wilayah dan Kota" pada Fakultas Teknik.
Dan Chelsea pada jurusan "Arsitektur" yang juga pada Fakultas Teknik. :)

No comments:

Post a Comment