Inspired:
Jangan Cintai Aku Apa Adanya, song by Tulus
ATM Error the series
Cast:
Bagas, Chelsea, Chindai, Karel.
**
Chelsea
sedang sendirian di sebuah kafe. Terlihat raut muka gelisahnya. Ternyata
Chelsea tengah menunggu Bagas yang telah berjanji dengannya untuk bertemu di
kafe tersebut. Namun sampai jam yang dijanjikan, Bagas tak muncul juga.
Sudah
45 menit Chelsea menunggu Bagas. Dan Bagas baru muncul dengan ekspresi capeknya
karena berlari dari parkiran ke kafe yang berada di sebuah pusat perbelanjaan
tersebut. Chelsea hanya mencuekkan kedatangan Bagas.
“Maaf
sayang, kamu belum lama menungguku kan?” tanya Bagas dengan ngos-ngosan.
“Seharusnya
aku inget, kalau kita janjian pukul 4, kamu akan datang pukul 5,” sindir
Chelsea.
“Aduh,
aku bener-bener minta maaf. Tadi jalannya macet banget. Lagian, ini juga malam
minggu kan...” sanggah Bagas.
“Beneran
macet? Atau... ketiduran?” ujar Chelsea sambil memajamkan pandangannya langsung
ke bola mata Bagas. Bagas jadi grogi.
“Eh...
Emh... Hehe... Tadi ketiduran sih. Maaf ya sayang,” ujar Bagas dengan salah
tingkah.
“Sudah
kuduga,” ujar Chelsea sambil berdiri akan meninggalkan kursinya.
“Eh,
sayang. Kamu mau kemana? Aduh sayang, maafin aku ya...” rengek Bagas dengan
memohon mengikuti Chelsea yang beranjak pergi. Beberapa pengunjung kafe pun
jadi melihat kearah Chelsea dan Bagas.
“Ayo
cepat. Kalau tidak cepat, nanti kita akan ketinggalan film yang akan kita
tonton,” ujar Chelsea dengan terus berjalan menuju bioskop yang juga berada
dipusat perbelanjaan tersebut.
“Jadi,
kamu memaafkanku kan?” ujar Bagas dengan senang.
“Tentu
saja...” ujar Chelsea berhenti sejenak dan tersenyum ke arah Bagas yang
berjalan disampingnya.
“Tentu
saja tidak. Nanti sehabis nonton, kamu harus nemenin aku ke salon. Oke?”ujar
Chelsea dengan tersenyum senang. Chelsea tahu, Bagas paling bosen ketika harus
menemani Chelsea ke salon. Selalu terjadi perdebatan dulu sebelum Bagas
menyetujuinnya.
“Apa?
Ah sayang, plis, hal lain aja... Ntar habis kita nonton, kita makan di restoran
Korea favoritmu itu aja gimana?” ujar Bagas dengan merengek.
“Oke,
tapi setelah itu kamu harus tetap menemaniku ke salon,” ujar Chelsea dengan
muka datar.
“Ah,
kenapa sih wanita suka ke salon? Padahal kan hanya untuk cuci rambut, lulur, manicure, pedicure bisa dilakukan dirumah. Budaya konsumtif,” keluh Bagas.
“Oh,
oke. Kalau gitu bagaimana kalau kita sekarang pulang saja? Kamu tadi kan bilang
budaya konsumtif, bukankah nonton film di bioskop, makan di restoran juga
termasuk budaya konsumtif?” balas Chelsea.
“Ah,
bukan. Bukan begitu sayang,” ujar Bagas frustasi.
“Oke,
oke. Nanti aku akan menemanimu,” ujar Bagas dengan pasrah. Chelsea pun
tersenyum puas lalu menggandeng lengan Bagas.
“Tapi
awas ya, kalau besok-besok kamu terlambat lagi,” ancam Chelsea.
“Iya
deh, aku usahain untuk mulai on-time,” janji Bagas.
“Kenapa
sih, kalau kita debat aku selalu kalah...” keluh Bagas kemudian. Chelsea hanya
tersenyum lalu menjulurkan lidahnya ke arah Bagas.
Selalu
begitu. Hubungan Chelsea dan Bagas. Walau mereka merupakan pasangan kekasih,
namun mereka lebih sering berdebat dari pada romantisnya.
*
Bagas
sedang menunggu Chelsea yang pulang kuliah. Kebetulan mereka satu fakultas,
namun beda jurusan. Sudah lama Bagas menunggu. Bagas pun sudah menelpon
Chelsea, namun tak diangkat-angkat. Hanya sekali Chelsea membalas pesan Bagas
dengan singkat.
[ Sebentar
lagi. ] isi pesan dari Chelsea.
Akhirnya,
Chelsea pun muncul dari pintu depan fakultas. Namun Chelsea tidak sendiri.
Chelsea keluar bersama Karel, teman satu jurusannya. Chelsea pun melambaikan
tangan kepada Karel ketika mereka akan berpisah. Bagas sudah bersiaga. Lalu
Chelsea pun menghampiri Bagas yang sudah menunggunya di taman depan fakultas
mereka.
“Oh,
jadi sedari tadi sama Karel makanya gak angkat telponku...” sindir Bagas yang
terlihat cemburu.
“Kamu
kenapa sih? Udah aku ceritain kan tadi malem, jurusanku mau ngadai acara. Aku
wakil ketua panitia, dan Karel ketuanya,” jelas Chelsea.
“Yaudah
lah gak penting juga, yuk kita pulang,” ujar Bagas masih dengan dingin mulai
berdiri.
“Kamu
kenapa sih? Sepertinya aku ingin pulang sendiri aja,” ujar Chelsea sambil
berjalan mendahului Bagas. Bagas menangkap lengan Chelsea yang terlihat kesal.
“Chels,”
ujar Bagas mulai melunak sambil menahan kepergian Chelsea.
“Lepasin,”
ujar Chelsea sambil menghempas pegangan Bagas. Cengkraman tangan Bagas pun
lepas, dan Chelsea berjalan meninggalkan Bagas. Bagas baru akan mengejar
Chelsea, tapi Bagas mendengar seseorang memanggilnya.
Ternyata
sedari tadi, Chindai yang merupakan teman sekelas Bagas memperhatikan Bagas
bahkan sebelum Chelsea datang.
“Bagas...”
panggil Chindai sambil berjalan kearah Bagas. Bagas pun menoleh kearah Chindai.
Begitu juga dengan Chelsea, dia berhenti sejenak dan menoleh untuk tahu siapa
yang memanggil Bagas. Setelah tahu bahwa Chindai yang memanggil kekasihnya,
kemudian Chelsea pun berlalu meninggalkan Bagas.
“Hei
Gas, kita satu kelompok untuk ngerjain tugas Analisis Perencanaan kan? Gimana?
Kapan ada waktu? Ngerjain bareng yuk,” ajak Chindai pura-pura tak tahu apa yang
terjadi. Padahal ia melihat dari awal hingga akhir Chelsea yang kesal kepada
Bagas.
“Eh,
Ndai, sorry. Tapi gue buru-buru nih,” ujar Bagas cuek. Tapi Chindai menahan
tangan Bagas. Bagas mencari kemana Chelsea pergi. Sayangnya Chelsea sudah tak
terlihat lagi. Bagas pun hanya bisa menghela nafas pasrah.
“Gimana
Gas? Ntar malem bisa? Kita tinggal punya waktu 5 hari nih,” ujar Chidai.
“Umh,
terserah elo aja deh kapan enaknya,” ujar Bagas mulai memperhatikan apa yang
Chindai katakan.
“Kalau
ntar malem bisa?” tanya Chindai lagi.
“Emh,
ntar malem ya? Mau dimana? Ntar deh gue kabarin,” jawab Bagas lagi.
“Dirumahku
aja gimana? Jam 7 malem? Oke deh, ntar kabarin aja,” jawab Chindai. Bagas pun
menyanggupi, lalu pergi meninggalkan Chindai.
*
Sedari
siang tadi, semenjak Chelsea meninggalkan Bagas begitu saja di kampus, Bagas
sudah mencoba menelpon rumah Chelsea, tapi Chelsea belum pulang. Bagas pun
sudah mencoba menghubungi nomer Chelsea, namun tidak aktif. Namun Bagas masih
saja terus menghubungi Chelsea walau tahu nomer tidak aktif.
Ternyata
sedari tadi, Chelsea tidak langsung pulang. Namun Chelsea pulang menuju rumah Angel,
sahabatnya. Disana, Chelsea curhat dengan Angel.
“Bingung
deh aku sama kak Bagas. Akhir-akhir ini dia tuh cemburuan. Aku lebih suka dia
yang cuek apa adanya,” keluh Chelsea.
“Jadi
kamu lebih suka kak Bagas yang celengek’an, yang gak on-time juga nerima kamu
apa adanya?” tanya Angel mengomentari curhatan Chelsea sambil mainin
smartphone’nya.
“Kaya’nya
baru minggu kemarin kamu bilang,
“Aku suka berdebat dengan kak Bagas. Selain karena aku yang lebih sering menang, berdebat melibatkan amarah. Dan perhatian yang paling berharga adalah ekspresi marah. Ketika kita marah kepada seseorang, itu artinya kita memikirkannya. Karena sudah pasti saat marah, hanya orang tersebut yang ada di pikiran kita,” ujar Angel menirukan ucapan Chelsea minggu kemarin.
Dan
sekarang, kak Bagas lagi cemburu, malah kamu cuekkin. Ah, kamu Chels. Yakin
deh, bentar lagi kalian juga baikkan. Dan kamu akan cerita tentang perdebatan sepele
kalian lagi,” lanjut Angel yang sudah hafal alur hubungan sabatnya dengan
kekasihnya tersebut.
“Tapi
ini beda Ngel...” sangkal Chelsea.
“Beda
apanya coba? Kamu juga lagi dalam mood yang gak stabil kan?” komentar Angel
lagi.
“Iya
sih,” Chelsea mulai menyetujui komentar sahabatnya.
“Udah
deh, sana baikan. Dari pada kamu juga uring-uringan gak jelas gini. Buruan
hidupin hp’mu. Pasti udah banyak pesan juga misscall masuk tuh,” saran Angel.
Chelsea
pun meng-aktif-kan smartphone’nya. Benar saja, sudah banyak pesan yang antri
masuk, juga laporan puluhan misscall dari Bagas. Kebanyakan isi pesan itu sama,
Bagas minta maaf atas tingkahnya tadi. Namun, ada satu pesan yang menarik
perhatian Chelsea.
[
Sayang, nanti malem aku mau ngerjain tugas Analisis Perencanaan sama Chindai
dirumahnya. Kerena kita satu kelompok. Jangan mikir macem-macem ya. Aku cuma
ngerjain bareng kok. Juga, maaf soal tadi. I’m really sorry L love
you :* ] Tulis Bagas pada pesannya.
Chelsea
pun berpikir sejenak, lalu mengetik sesuatu.
*
Bagas
tengah serius mengerjakan tugas Analisis Perencanaan bersama Chindai dirumah
Chindai. Namun Chindai tidak terlalu serius ngerjainnya. Lebih sering, Chindai
mencuri pandang kearah Bagas tanpa sepengetahuan Bagas.
Tiba-tiba
smartphone Bagas berdering. Buru-buru Bagas membacanya. Chindai pun ikut
menghentikan aktifitasnya, dan memperhatikan Bagas yang mulai tersenyum membaca
pesan di smartphone’nya.
[
Iya sayang. Maafin aku juga ya. Aku tadi terlalu berlebihan juga ya? Mungkin
karena mood’ku lagi gak stabil. Tapi beneran, aku sama Karel gak ada apa-apa
kok. Maaf. Ngerjain tugasnya dengan serius ya. Love you too. Semangat! :* ]
Tulis Chelsea dalam pesannya.
Bagas
yang tersenyum membaca pesan tersebut, tanpa sengaja menyenggol gelas
disampingnya yang berisi sirup yang tinggal setengah itu. Minuman tersebut pun
membasahi buku cetak milik Chindai yang juga berada didekat gelas yang airnya
tumpah tersebut. Bagas buru-buru menyelamatkan buku milik Chindai yang sudah
terlanjur basah tersebut. Lalu mengelap sisa air tersebut dengan tissu yang ada
di atas meja. Bagas pun meminta maaf pada Chindai.
“Sorry
ya Ndai, gue bener-bener gak sengaja. Besok gue ganti deh buku elo,” ujar Bagas
merasa bersalah.
“Iya,
gak papa kok. Bukunya juga bisa dikeringin kok, gak usah diganti,” ujar Chindai
dengan tersenyum.
“Beneran
gak usah diganti? Atau elo pake buku gue aja? Beneran ya, gue minta maaf,”
ulang Bagas.
“Iya,
gak usah diganti. Gue tahu elo juga gak sengaja,” ujar Chindai lagi dengan
ramah.
Kemudian
mereka pun melanjutkan mengerjakan tugas kembali walau
suasana jadi sedikit
kaku. Jam sudah menunjukkan jam 9pm lebih. Bagas pun berpamitan akan pulang.
“Ndai,
udah jam 9 lebih ni. Kita lanjutin besok ya? Gue pulang dulu,” ujar Bagas
sambil memasukan barang bawaannya.
“Gak
mau nginep aja?” ujar Chindai tersenyum.
“Ah
elo, becanda aja...” komentar Bagas sambil tertawa. Chindai hanya membalasnya
dengan tersenyum. Dan membalas ucapan Bagas dalam hati.
“Enggak
Gas, gue gak bercanda,” batin Chindai sedih.
Bagas
pun pulang meninggalkan Chindai dirumah yang hanya ada Chindai juga satu
asisten rumah tangga tersebut. Karena memang selain Chindai anak tunggal, orang
tuannya juga sedang berada diluar kota. Jadi untuk sementara Chindai hanya
tinggal berdua dengan asisten rumahtangganya.
*
Sore
itu, Bagas sudah berada dirumah Chindai. Sehabis pulang kuliah sore tadi, Bagas
langsung pulang bersama Chindai menuju rumah Chindai untuk melanjutkan tugas
kelompoknya. Dan sore itu mereka sudah hampir menyelesaikan tugas kelompok
tersebut. Hanya kurang bab kesimpulan saja yang belum beres.
Namun
karena kelelahan sedari siang ngerjain tugas, Bagas yang hanya berniat tiduran
sejenak di sofa ruang tamu Chindai, malah ketiduran disana.
Sudah
sekitar 30 menit lebih Bagas tertidur. Chindai yang sedari dulu memang menyukai
Bagas, dengan diam-diam dan perlahan mendekati Bagas. Chindai mengamati wajah
Bagas yang sedang tertidur dari jarak dekat dengan seksama. Chindai dengan
perlahan, memberanikan menyentuh wajah Bagas. Dengan lembut, Chindai membelai
pipi Bagas yang sedang tertidur.
Namun
ternyata sentuhan Chindai tersebut membangunkan Bagas.Bagas yang terkejut pun
buru-buru duduk. Begitu pula dengan Chindai yang terkejut karena Bagas
terbangun, buru-buru mundur.
“Apa
yang elo lakuin?” tanya Bagas dengan masih kaget.
“Emh,
anu Gas. Emh... Sorry...” ujar Chindai salah tingkah.
“Kenapa
elo nyentuh wajah gue?” selidik Bagas yang masih kaget beserta kesal tersebut.
“Gas,
elo gak bercanda kan soal ini?” tanya Chindai yang sudah mulai percaya diri dan
terlihat tidak merasa bersalah itu.
“Bercanda?
Maksud loe?” ujar Bagas yang masih kesal.
“Elo
bukannya gak tahu kan kalau sudah lama gue suka elo, Gas? Gue suka elo bahkan
sebelum elo kenal Chelsea. Tapi kenapa elo malah sama Chelsea? Gue yang lebih
dulu nyukain elo Gas...” ujar Chindai dengan lantang.
“Apa?”
ujar Bagas dengan kaget.
“Elo
masih inget, awal kuliah dulu, sempet beredar kabar bahwa gue nyukai elo. Itu
gue yang nyebarin berita itu, karena itu bener. Supaya elo peka Gas. Bukankah
awal kuliah dulu kita deket? Tapi sejak rumor nyebar, elo malah njauhin gue.
Dan elo malah jadian sama Chelsea. Gue? Selama ini gue hanya bisa nyimpen
perasaan gue agar bisa deket lagi sama elo,” aku Chindai dengan
emosional.
‘Tapi
Ndai...” ujar Bagas yang dipotong oleh Chindai.
“Gas,
elo sama Chelsea tuh gak cocok. Gue tahu, kalian berdua tuh sering berantem
karena hal-hal kecil. Dan sebenernya kemarin siang gue lihat, elo marahan sama
Chelsea di taman fakultas kan? Dan gue memutuskan untuk ngambil elo kembali
Gas. Gue sengaja ngalangin elo ngejar Chelsea,” aku Chindai lagi.
“Apa?
Keterlaluan loe Ndai,” ujar Bagas dengan emosi akan meninggalkan Chindai. Namun
Chindai lagi-lagi ngalangin Bagas untuk pergi dengan mencengkram lengan Bagas.
“Gas,
elo mau kemana? Gak bisakah elo nerima gue? Gue masih cinta sama elo. Gue jamin
kalo elo sama gue, kita gak akan berantem-berantem. Gue akan nerima elo apa
adanya Gas,” ujar Chindai mulai berkaca matanya. Bagas berhenti dan terdiam
sejenak.
“Maaf
Ndai, tapi gue gak cinta elo,” ujar Bagas tegas lalu menghempas cengkraman
Chindai dan berlalu pergi. Chindai pun mulai menangis. Bagas pergi begitu saja
hingga lupa bahwa tas beserta buku juga laptop’nya tak ia bawa.
*
Bagas
yang masih terkejut dengan pengakuan Chindai pun, menerawang kosong didalam
mobilnya yang sudah berada di depan rumah Chelsea. Ia memandang lurus kearah
kamar Chelsea yang berada di lantai dua rumah tersebut dengan pandangan
kosongnya. Hingga tanpa Bagas sadari, Chelsea sedang menuju mobilnya.
Sore
itu, karena asisten ruamh tangga rumah Chelsea sedang ijin tak masuk, maka oleh
maminya, Chelsea disuruh untuk membuang sampah ditong sampah depan rumah.
Ketika sudah berada digerbang depan rumah, Chelsea mengenali sebuah mobil
dengan warna putih yang berada diseberang jalan rumahnya. Chelsea pun
memutuskan untuk menghampiri mobil tersebut.
Chelsea
mengetuk kaca gelap mobil Bagas. Bagas yang melamun pun terkejut karena tak
menyadari kedatangan Chelsea. Lamunan Bagas pudar, kemudian Bagas dengan
buru-buru membuka kaca mobilnya, lalu keluar dari mobilnya.
“Hei,
ngapain kamu disini? Mau jadi stalker kah?” canda Chelsea.
“Ayo
masuk,” ajak Chelsea kemudian.
“Enggak
ah, disini aja. Yuk masuk mobil...” ajak Bagas gantian.
“Kamu
gak akan nyulik aku kan? Haha...Oke, tapi aku masukin tempat sampah ini ya,”
ijin Chelsea.
“Eh,
yaudah. Kalo gitu masuk aja,” ujar Bagas kemudian dengan tersenyum yang cuma
ditanggapi Chelsea dengan ekspresi nyinyir.
Chelsea
masuk duluan kemudian membukakan pintu gerbang agar mobil Bagas bisa masuk pekarangan
rumahnya. Merekapun ngobrol diruang tamu rumah Chelsea. Chelsea meninggalkan
Bagas diruang tamu sejenak untuk cuci tangan.
“Eh
ada Bagas, mau minum apa? Biar tante buatin,” tawar Tante There, mami Chelsea
yang muncul tiba-tiba dari dapur.
“Lha,
bik Laras kemana Tan? Tadi juga Chelsea yang buang sampah,” tanya Bagas
basa-basi.
“Bik
Laras lagi ijin pulang kampung. Bakal 2 minggu gak ada yang bantu-bantu nih,”
keluh Tante There.
“Oh
gitu. Gak usah deh tan,” tolak Bagas tawaran minum tadi.
“ya
udah, ntar kalau haus ambil sendiri deh. Biasanya juga ambil sendiri kan...
hehe,” ujar tante There sambil tersenyum kemudian.
“Iya
deh tan,” jawab Bagas sambil tertawa. Tente There pun meninggalkan Bagas tepat
ketika Chelsea muncul. Sekarang tinggal Chelsea dan Bagas berdua diruang tamu
tersebut.
“Tugasnya
udah kelar?” tanya Chelsea membuka percakapan.
“Emh...
belum sih,” ujar Bagas ragu.
“Kok
jawabnya ragu gitu? Jadi belum?” ulang Chelsea.
“Belum
sayang, tapi aku jadi takut sama Chindai,” aku Bagas.
“Lah,
takut kenapa?” tanya Chelsea dengan serius.
“Tapi
kamu jangan marah ya?” pinta Bagas dengan mulai serius.
“Marah
kenapa? Ada apasih sebenernya?” Chelsea semakin penasaran.
“Mungkin
kamu gak tahu, awal kuliah dulu, aku deket sama Chindai. Tapi sebagai temen ya.
Biasalah MaBa (Mahasiswa Baru), masih belum banyak kenal,” jelas Bagas.
“Terus
masalahnya apa?” tanya Chelsea gak sabar.
“Sabar
dong. Jadi yang jauhin duluan adalah aku. Makanya kita gak kliatan deket lagi
kan?” ujar Bagas.
“Iya
sih, terus?” pinta Chelsea untuk melanjutkan.
“Aku
jauhin dia gegara dulu ada rumor Chindai suka aku. Dan tadi Chindai ngakuin
kalau dia memang suka aku dan masih suka. Juga yang nyebar rumor itu dia
sendiri,” jelas Bagas.
“Hah?
Seriusan? Terus tadi gimana?” tanya Chelsea lagi.
“Ya
aku bilang, aku gak suka dia. Terus aku ninggalin dia gitu aja. Aku sampai lupa
gak bawa laptop juga tas beserta isinya nih. Semuanya masih ketinggalan dirumah
dia. Tadi aku terlalu gegabah sih,” ungkap Bagas.
“Terus
gimana? Mau aku temenin ambil barang-barang kamu?” tawar Chelsea.
“Tapi
kamu ntar disana gak apa-apa? Kamu gak akan berantem sama Chindai kan?” ujar
Bagas khawatir.
“Enggak
lah, kamu tenang aja,” jawab Chelsea.
“Yaudah
deh, sekarang gimana?” tanya Bagas.
“Oke
deh, aku ganti baju dulu ya,” pamit Chelsea sambil berlalu menuju kamarnya.
*
Chelsea
dan Bagas telah sampai dirumah Chindai. Namun yang membukkan pintu bukan
Chindai, melainkan asisten rumah tangganya. Dari sang asisten, Chelsea dan
Bagas mendapat info dimana Chindai.
“Dari
kepulangan Tuan Bagas tadi, Non Chindai kelihatan uring-uringan sambil nangis.
Tadi Non Chindai ngeberantakin meja, saya belum berani ngeberesinnya,” ujar
sang asisten.
“Lalu,
sekarang Chindai dimana?” tanya Chelsea kemudian.
“Non
Chindai dari tadi belum keluar kamar lagi, Non,” jawabnya.
“Kak,
mending kakak nemuin Chindai dikamarnya deh. Biar aku beresin barang-barang
kakak aja,” saran Chelsea.
“Kamu
yakin? Aku takut kalau dia ngamuk,” ujar Bagas.
“Iya
lah kak, enggak lah kalau Chindai ngamuk,” ujar Chelsea nenangin Bagas.
“Aku
pikir dia itu pshyco,” bisik Bagas ketelinga Chelsea.
“Hush,
jangan gitu,” ujar Chelsea.
Kemudian
Bagas yang dianter sang asisten rumah tangga naik lantai atas menuju kamar
Chindai. Setelah sampai, asisten rumah tangga itupun meninggalkan Bagas didepan
kamar Chindai. Chelsea sendirian diruang tamu, membereskan meja juga
mengumpulkan yang kira-kira barang milik Bagas yang memang berserakan diruang
tersebut.
“Ndai,
apa kamu didalam?” ujar Bagas didepan kamar Chindai namun tak ada jawaban.
“Ndai,
aku masuk ya,” ujar Bagas kemudian sambil mencoba membuka pintu yang ternyata
tak dikunci.
Bagas
pun masuk kedalam kamar Chindai. Bagas menemukan Chindai yang tidur namun terlihat
pucat ditempat tidurnya. Bagas pun mencoba menempelkan telapak tangannya ke
kening Chindai yang terlihat pucat. Benar saja, tubuh Chindai panas. Namun
karena sentuhan tangan Bagas tadi, Chindai jadi terbangun.
“Bagas...”
ujar Chindai lemah.
“Eh,
sorry elo jadi kebangun. Tunggu bentar, gue ambilin air buat ngompres elo,”
pamit Bagas buru keluar kamar Chindai. Bagas pun turun menuju dapur.
“Kak,
ada apa?” tanya Chelsea yang melihat Bagas turun dengan tergesa-gesa.
“Itu,
si Chindai demam. Aku mau ambilin dia air buat ngompres,” jelas Bagas.
“Ya
udah, aku naik ya kak,” ijin Chelsea.
“Iya,
kamu temenin dia dulu ya,” setuju Bagas.
Chelsea
pun naik menuju kamar Chindai. Namun ketika sampai didepan kamar, Chelsea ragu
untuk masuk. Hingga Bagas sudah dengan baskom berisi air menghampirinya.
“Kok
cuma didepan pintu?” tanya Bagas.
“Aku
ragu kak, kalau dia melihatku terus memperburuk kondisinya gimana?” jelas
Chelsea.
“Ya
udah yuk, masuk bareng akau. Kita jelasin berdua,” ajak Bagas. Dan mereka pun
masuk berdua kekamar Chindai.
“Chelsea...
Ngapain elo kesini?” ujar chindai yang sudah duduk ditempat tidurnya ketika melihat
Chelsea masuk bersama Bagas.
“Sorry
Ndai, gue kesini tadi Cuma mau nganter kak Bagas ambil tas juga laptopnya,”
jelas Chelsea. Bagas hanya diam sambil memberikan sebuah kain yang sudah basah
untuk mengompres kening Chindai.
“Oh.
Pasti elo udah tahu kalau gue suka Bagas kan?” ujar Chindai dengan ketus sambil
mengompres keningnya sendiri dengan kain yang diberikan Bagas.
“Iya,
tadi kak Bagas udah cerita,” jawab Chelsea lemah.
“Eh
kak, itu kain lap kan yang kamu kasih buat ngompres?” ujar Chelsea terkejut.
“Eh
iya, sorry Ndai. Gue tadi buru-buru dan gak memperhatiin kainnya,” ujar Bagas
kemudian.
“Emm,
gak papa kok Gas,” ujar Chindai denga kalem.
“Mumpung
elo disini juga Chels, gue mau negesin sekali lagi, kalau gue suka Bagas.
Beneran kamu gak bisa nerima cintaku, Gas?” tanya Chindai dengan pasrah.
“Sebelumnya,
apa gue boleh tanya?” ujar Bagas ragu.
“Tentu
saja,” jawab Chindai cepat.
“Elo
sudah tahu bahwa itu kain lap. Tapi kenapa tetap elo gunakan untuk mengompres
kening loe?” tanya Bagas.
“Aku
hanya tidak mau menolak kebaikan mu,” aku Chindai.
“Kalau
itu Chelsea, tentu saja dia sudah melemparkan kain lap basah itu kepadaku,”
ujar Bagas sambil tersenyum menatap Chelsea yang masih terdiam didekat pintu.
“Apa?
Benarkah? Lalu, kenapa kamu masih mau dengannya?” tanya Chindai dengan
penasaran.
“Tentu
saja. Tunggu sebentar” jawab Bagas. Lalu Bagas pun berlari turun dan mengambil
sesuatu dari dalam tasnya. Lalu dengan cepat membawanya kembali ke kamar
Chindai. Chelsea melihat barang yang dibawa Bagas, dan dengan ekspresi mukanya
melarang Bagas menunjukkan benda tersebut. Namun Bagas tetap menunjukkan pada
Chindai.
“Kamu
tahu apa ini?” sambil menunjukkan boneka yang sudah robek yang Bagas ambil dari
tasnya tadi. Boneka tersebut hanya lah boneka berbentuk kelinci yang bisa
dilipat. Sehingga muat kedalam tas ransel Bagas yang berukuran sedikit besar
itu.
“Boneka
usang yang sudah rusak,” jawab Chindai dengan jujur.
“Bukan,
ini adalah boneka kesayangan Chelsea yang selalu ia bawa kemanapun. Dan aku
yang telah merobeknya dengan tidak sengaja. Kamu tahu apa yang Chelsea lakukan
kepadaku?” tanya Bagas pada Chindai yang hanya menggelengkan kepalanya.
“Dia
marah besar denganku. Dan kami sempat renggang karena hal ini,” jelas Bagas.
Chelsea hanya diam saja sedari tadi.
“Lalu,
kenapa kamu masih tetap bersamanya?” ulang Chindai bertanya kembali.
“Aku
tidak mau kamu berubah hanya untuk menyesuaikan diri dengan apa adanya aku. Aku
tidak ingin dengan seseorang yang dengan mudah hanya menerima apa adanya aku.
Aku ingin bersama seseorang yang tidak dengan mudah menerima aku apa adanya,
tapi mau untuk bersama-bersama memperbaiki diri menjadi lebih baik,” jalas
Bagas sambil tersenyum kearah Chelsea. Chelsea yang mendengarnya jadi terharu
dan membalas senyuman Bagas. Chindai yang mendengarnya hanya bisa tertunduk
lesu tak bisa berkata-kata lagi.
*
Semenjak
hari itu, Bagas tak melihat Chindai lagi. Karena sejak hari itu, esok harinya
hingga hari ini Chindai gak masuk kuliah. Dan hari ini, Bagas sangat risau bila
Chindai juga tak masuk. Karena hari ini adalah jadwal matakuliah Analisis
Perencanaan dimana mereka satu kelompok dan harus mempresentasikan tugas
kelompoknya. Sedangkan apa yang Bagas kerjakan sudah ia serahkan pada Chindai
untuk digabung dengan kerjaan Chindai. Dan Bagas tidak mempunyai copy’annya.
Bagas sudah mencoba menghubungi Chindai. Namun setiap ditelpon gak diangkat, dikirim pesan gak dibalas. Untungnya matakuliah tersebut ada pada jam sore. Sehingga bila sampai siang ini tak ada kabar dari Chindai, Bagas berencana nyamperin Chindai kerumahnya.
Bagas sudah mencoba menghubungi Chindai. Namun setiap ditelpon gak diangkat, dikirim pesan gak dibalas. Untungnya matakuliah tersebut ada pada jam sore. Sehingga bila sampai siang ini tak ada kabar dari Chindai, Bagas berencana nyamperin Chindai kerumahnya.
Untungnya
pagi itu Chindai sudah masuk kuliah. Chindai langsung menemui Bagas. Bagas pun
merasa sedikit tenang melihat kehadiran Chindai.
“Untunglah
elo berangkat, gue kan gak punya copy’an tugas kelompok kita,” sambut Bagas.
“Umh,
iya. Sorry ya, ini gue udah selesein kok,” ujar Chindai dengan kaku.
“Eh
Ndai, gue boleh minta tolong sama elo gak?” tanya Bagas yang melihat sikap kaku
Chindai padanya.
“Boleh
aja, apa?” jawab Chindai kemudian.
“Bisa
kita lupain kejadian tempo hari? Gue akan nganggep hari itu gak terjadi
apa-apa... Elo juga bisa kan? Kita bisa jadi temen kok,” pinta Bagas dengan
serius. Chindai terkejut dengan permintaan Bagas tersebut. Chindai terdiam
sejenak.
“Umh,
sorry Gas. Kaya’nya bakal sulit gue lakuin. Biar ini nyair secara alami aja.
Untuk sementara, mungkin gue akan ngehindarin elo semampu gue. Gue ingin
ngelupain perasaan gue ke elo. Jadi bantu gue, untuk ngehindari elo ya,” pinta
Chindai serius.
“Tapi
Ndai...” jawab Bagas.
“Enggak
Gas, gue ngrasa gue akan sulit ketemu elo. Gue juga malu sama elo, Chelsea juga
diri gue sendiri. Bisakan elo bantu gue? Sampai gue bisa nglupain perasaan ke
elo,” pinta Chindai sekali lagi.
“Tapi
kita masih kompak kan untuk presentasi tugas kelompok ini?” Bagas mencoba untuk
mencairkan suasana.
“Iya
lah, gue hanya akan ngehindarin elo ketika gue mampu kok. Lha ini, apa mau
dikata, kita udah satu kelompok. Gue akan nyoba nganggep elo temen sekelas gue.
Dan membatasi diri untuk berinteraksi dengan elo,” jelas Chindai lagi.
“Oke
deh, jadi ketika gak sengaja bertemu dan elo gak bisa ngehindari gue, kita
tetep saling sapa ya,” pinta Bagas.
“Iya,”
jawab Chindai tersenyum lalu masuk kekelas karena dia akan segera ada kelas.
Sedangkan Bagas yang
kebetulan gak ada kelas, mencari Chelsea yang juga gak ada kelas. Bagas pun
menemukan Chelsea yang sedang berdiskusi berdua dengan Karel ditaman kampus.
Bagas masih sedikit cemburu, namun mencoba untuk bersikap biasa dan bergabung
nemenin Chelsea walau dicuekkin karena Chelsea sedang sibuk berdiskusi dengan
Karel. Bagas pun diam saja, karena dia percaya, hati Chelsea hanya untuk dirinya.
--END--
NB:
Scene waktu Bagas nolak Chindai itu ada pada adegan ATM Error the series. Tapi sedikit aku rubah. Di ATM, Yoh (Chindai) yang ngejar2 Jib (Bagas) dan Jib lebih milih Sua (Chelsea). Lalu Jib nasehatin Yoh, untuk jadi dirinya sendiri. Jangan bersikap manis pada Jib, walau Jib berbuat salah. Jib menganggap Yoh tidak jadi dirinya sendiri ketika bersama Jib, berbeda dengan Sua yang jadi dirinya sendiri. Sehingga Jib menolak Yoh dan berkata "pasti ada orang yang lebih baik dari akau, yang dapat menerima kamu dengan apa adanya."
Scene waktu Bagas nolak Chindai itu ada pada adegan ATM Error the series. Tapi sedikit aku rubah. Di ATM, Yoh (Chindai) yang ngejar2 Jib (Bagas) dan Jib lebih milih Sua (Chelsea). Lalu Jib nasehatin Yoh, untuk jadi dirinya sendiri. Jangan bersikap manis pada Jib, walau Jib berbuat salah. Jib menganggap Yoh tidak jadi dirinya sendiri ketika bersama Jib, berbeda dengan Sua yang jadi dirinya sendiri. Sehingga Jib menolak Yoh dan berkata "pasti ada orang yang lebih baik dari akau, yang dapat menerima kamu dengan apa adanya."
Cuma permainan kata juga sudut pandang yang kurubah sehingga nampak kalau Chelsea (Sua) yang bersikap jadi dirinya sendiri, marah bila Bagas (Jib) bersikap salah. Maksudnya marah untuk kebaikan Bagas agar berubah jadi lebih baik. Sehingga dapat dikatakan Chelsea ataupun Bagas, tidak saling mencintai dengan apa adanya mereka. Namun mereka sama-sama mencintai dengan saling mengingatkan dan memperbaiki diri, walau dengan cara marah. Karena marah adalah perhatian yang paling berharga. ^^
Btw, kalian tahu mata kuliah "Perencanaan Analisis" ada pada jurusan apa?
Itu pada jurusan "Perencanaan Wilayah dan Kota" pada Fakultas Teknik.
Itu pada jurusan "Perencanaan Wilayah dan Kota" pada Fakultas Teknik.
Dan Chelsea pada jurusan "Arsitektur" yang juga pada Fakultas Teknik. :)
No comments:
Post a Comment