Tuesday 20 May 2014

20's versi IC (part 4 a)



---FLASHBACK---

Sinar mentari telah terang masuk kedalam kamar Chelsea melalui celah tirai. Namun terlihat, Chelsea masih berada dibawah selimutnya, enggan untuk melepaskannya.

"Agatha Chelsea! Sudah jam berapa ini? Kenapa kau belum bangun juga?" teriak seorang wanita yang disinyalir adalah Mami Tere, ibunda Chelsea.

"Aku tidak mau bangun. Aku tidak mau pergi ke sekolah," balas Chelsea dari balik selimutnya dan masih terpejam.

"Kau sakit? Kenapa kau tidak mau ke sekolah? Cepat bangun," suara teriakan itu semakin mendekat.

"Kau tidak mau bangun? Cepat bangun!" teriak Mami Tere sambil menarik selimut Chelsea.

*

Chelsea tengah keluar dari pintu gerbang rumahnya dengan rapi menggunakan seragam sekolahnya.

"Chelsea..," panggil Bagas yang sedari tadi sudah menunggu Chelsea.

"Kemarin...," lanjut Bagas ketika Chelsea berhenti mendengar panggilannya namun kemudian terpotong.


"Aku tidak ingin melihatmu. Mulai sekarang, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Jadi anggap saja kita tidak saling kenal," ujar Chelsea tegas tanpa melihat Bagas dan kemudian berjalan meninggalkan Bagas.

"Chelsea..." Bagas masih menoba memanggil Chelsea yang berjalan tanpa memperdulikannya. Chelsea pun berhenti sejenak, kemudian memsangkan earphone ketelinganya.

"Chelsea... Chelseaaa..." panggil Bags yang tak diperdulikan Chelsea yang tetap berjalan meninggalkannya.

---FLASHBACK END---

"Aku tidak ingin pergi ke sekolah," gerutu Chlesea yang masih memejamkan matanya namun mulai terganggu dengan sinar matahari yang menyilaukan masuk kedalam kamarnya.

"Tidak ada ibu yang mengomeliku karena tidak pergi ke kampus.
Dosenku tidak akan memarahiku karena tidak pergi ke kekampus.
Aku harus pergi ke kampus.
Alasannya?
Karena jika aku bolos hari ini, aku akan mendapat nilai nol. 
Jika aku ingin mendapatkan setidaknya nilai D, aku harus pergi," pikiran Chelsea ketika mulai tersadar dari tidurnya.

"Chelsea," pangil suara seorang laki-laki ketika Chelsea keluar dari gedung apartemannya. Chelsea menoleh kebelakang, dan menemukan Bagas dengan seragam sekolahnya berdiri dibelakang Chelsea.

Namun disaat Bagas berjalan mendekat kearah Chelsea, Bagas tiba-tiba menghilang. Dan Bagas yang muncul tadi, hanyalah ada dibayangan Chelsea. Chelsea tersenyum menyadari imajinasinya tentang Bagas.

*

"Astaga! Lihat ini. Bukankah dia salah satu mahasiswi kampus kita?" celoteh seorang perempuan diloby depan fakultas Chelsea.
"Whoa. Bagas pasti malu,"
"Ya ampun," celoteh yang lain.

Rafa yang sedang berjalan diloby, mendengar percakapan para mahasiswi ini. Dan tak sengaja, Rafa juga melihat foto Bagas dengan Chelsea di ipad salah seorang mahasiswi tersebut. Rafa pun mendekati gerombolan mahasiswi tersebut, dan merebut ipad tersebut.

"Oh. Jadi... Pacarnya Bagas RDS?" celetuk Rafa dengan shock  menjadi tak berdaya dan menggembalikan ipad terebut.

"Apa-apaan dia? Menjengkelkan sekali," komentar sang empunya ipad.

*

"Itu Chelsea!" bisik seorang mahasiswi dikelas ketika Chelsea memasuki kelasnya.
"Apa?"
"Itu,"
"Itu orangnya," bisik yang lain.
"Apa-apaan?"

Chelsea yang baru saja tiba dikelasnya, menjadi pusat perhatian. Tak hanya dikelasnya, juga sedari dijalan menuju kampusnya. Setiap remaja yang melihatnya, selalu mengamati Chelsea dengan pandangan anehnya. Berita tentang malam tadi, memang sudah menyebar dengan luas. Berita tentang tertangkapnya Bagas dengan seorang wanita dan foto mereka berdua yang tertangkap dengan jelas, menjadi headline diberbagai infotaiment gosip dan juga media online. Sekarang, setiap langkah Chelsea tak bebas lagi. Banyak mata-mata yang seperti mengikutinya.

"Apa kau sudah baca beritanya? Bagas dan Chelsea berpacaran," bisik yang lain sambil memandang sinis Chelsea yang baru duduk dikursinya.

"Bodoh sekali dia. Kenapa dia datang ke kampus?" komentar yang lain masih dengan pandangan sinis.

*

Belum ada 36 jam berita skandal dirilis, para netizen (masyarakat internet -bit)sudah mengetahui nama, kampus dan hal lainnya tentang Chelsea.

Chelsea tengah berjalan sendirian keluar kampusnya menuju halte busway. Segerombolan anak yang masih mengenakan seragam SMA'nya, sedang bercakap-cakap didepan sebuah minimarket menikmati ice cream'nya. Terlihat mereka sedang memainkan gedget dan smartphone'nya sambil tetap mengobrol.

"Apa kau sudah baca beritanya?" tanya salah seorang siswi SMA tersebut.
"Hey, bukankah itu orangnya?" ujar yang lain sambil melihat Chelsea yang sedang  berjalan dihadapan mereka.

Chelsea yang mulai tak nyaman dan curiga mereka sedang membicarakannya, memakai hoody sweeter yang ia kenakan untuk menutupi wajahnya. Chelsea juga mengurai rambutnya agar menutupi wajahnya. Chelsea pun mulai berjalan cepat meninggalkan mereka. Namun para remaja itu tetap mengenali Chelsea dan mulai intens memperhatikan Chelsea yang sekatrang terlihat bertingkah aneh seperti menghindar.

"Lihat. Bukankah itu dia?" celoteh yang lain.

"Dasar kecentilan. Wanita jalang, wanita jahat...," teriak yang lain sambil mulai berdiri memeaki Chelsea yang mulai berlari.

"Mereka memanggilku...'wanita jalang' juga disebut 'wanita jahat'," batin Chelsea kesal sambil berlari karena ai mulai dikejar.

"Hei! Hei!" pangil mereka sambil mengejar Chelsea.
"Hei!"

"Aku bisa gila, ya ampun," batin Chelsea kesal sambil terus berlari.

"Hei! Berhenti," teriak remaja yang mengejar Chelsea.

"Aku sibuk berlari dan belum makan apapun, Aishh!" keluh dalam hati Chelsea kesal.

"Berhenti, hei!" teriak mereka lagi.

Chelsea mulai kelelahan. Para pelajar yang masih mengenakan seragam SMA tersebuut masih saja mengejar Chelsea. Chelsea sudah berada di dekat halte busway, dan bus yang akan ia naiki sedang berhenti disana.

"Tunggu! Tunggu!" Teriak Chelsea amsih berlari kepada petugas halte agar tidak membiarkan bus tersebut melaju dahulu.

Chelsea berhasil masuk kedalam bus dengan berlari. Ia akhirnya bisa duduk didalam bus, dan mencoba untuk santai dengan membuka hoody dan membenarkan rambutnya. Namun ternyata Chelsea belum bisa santai. Orang-orang yang berada didalam busway tersebut, sebagian besar yang merupakan perempuan dan ibu-ibu yang menyukai melihat infotaiment, mengenali Chelsea sebagai wanita yang bersama Bagas semalam.

"Dia orangnya, bukan?' bisik seorang wanita kepada temannya yang duduk didepan Chelsea.

Chelsea yang menyadari wanita tersebut membicarakan dia, dan juga banyak mata lain yang juga memandanginya dengan sinis didalam bus tersebut, kembali menutupi wajahnya dengan hoody dan rambutnya. Chelsea semakin tidak nyaman. Ia semakin menutupi wajahnya agar tidak diperhatikan lagi.

"Dia orangnya," bisik seorang wanita yang duduk dikursi deretan belakang sambil dengan bergantian melihat Chelsea dan smartphone'nya menyamakan foto yang ada di berita online di smartphone'nya.

"Benar dia orangnya," ujar yang lain tetap memperhatikan Chelsea.

*

Malam itu, Chelsea sendirian didalam apartemennya. Sedari artikel tentang skandal Bagas beredar, Chelsea belum juga bertemu dengan sahbatnya, Chindai. Nampaknya, Chindai memang senagja menghindari Chelsea. Chelsea sedang duduk termenung diruang depannya sambil memainkan gadget'nya, membaca-baca artikel tentang skandal dirinay dengan Bagas RDS. Chelsea terlihat sangat lesu malam itu.

Sedangkan dipintu apartemen terdengar suara ribut orang menggetuk pintu sedari setengah jam yang lalu. Namun tidak juga kunjung dibukakan pintunya. Nama Chelsea pun diteriakkan oleh orang yang mengetuk pintu tersebut. Dan hal ini semakin membuat sedih Chelsea.

"Sebagai pacar seorang artis seperti Bagas yang sedang bersinar, aku berusaha untuk merahasiakan identitas diriku tapi... Semakin hari, aku... Maafkan aku. Aku tidak percaya diri," batin Chelsea dengan sedih mendengar Bagas yang sedari tadi mengetuk pintu dan memanggil-manggilnya.

Bagas yang memanggil-manggil Chelsea didepan pintu, terdengar seperti menangis. Terbayang dibenak Bagas, kejadian malam itu. Banyak wartawan yang tiba-tiba muncul malam itu. Disaat Bagas benar-benar tak menyangka. Ia sangat terkejut dan bingung harus berbuat apa. Dan salahnya adalah ketika itu, sekelebat ingatan ketika Bagas diatas panggung dengan kursi penuh penonton yang mengelu-elukan dirinya. Pikiran yang terpikir pertama kali waktu itu adalah, ia takut mendapat judge dari begitu banyak penonton yang melihatnya diatas panggung. Ia takut ditinggalkan. Kemudian ia menyadari akan genggaman tangan Chelsea, ia teringat akan Chelsea. Pemikiran kedua yang muncul adalah, ia takut Chelsea akan diperlakukan buruk oleh begitu banyak orang yang mengelu-elukan dirinya. Maka seketika ia menghempas genggaman tangan Chelsea dan berlari menuju mobilnya. Ia lupa mengajak Chelsea untuk pergi, ketika pikiannya mulai terkontrol, ia baru memanggil Chelsea untuk ikut masuk mobil juga.

Dan Bagas kini baru menyadari pemikiran sempitnya tersebut. Walau awalnya ia berpikir dengan kabur tersebut adalah hal yang terbaik bagi semua, namun ia lupa akan perasaan Chelsea. Dengan menghempas genggaman tangan Chelsea dan meninggalkannya untuk masuk mobil terlebih dahulu maka... Maka pemikiran yang tercipta bagi Chelsea adalah, Bagas telah meninggalkannya. Walau mungkin itu bisa diterima karena Bagas adalah seorang artis yang baru bersinar, namun bagi wanita, daripada hal tersebut berlarut-larut, mungkin lebih baik mengakhiri saja daripada menjadi sebuah beban. Dan hal ini baru Bagas sadari, perasaan egois dirinya dan juga perasaan Chelsea yang sebenarnya.

"Chelsea... Chelsea... Bicaralah padaku," teriak Bagas sambil menelpon Chelsea mulai terisak dengan frustasi karena sedari tadi Chelsea tak kunjung membukakan pintu untuknya juga telepon tak diangkat.

"Aku salah," ujar Bagas pelan dengan air matanya yang deras keluar dari pelupuk matanya.

"Jadi... bukalah pintunya untukku," ujar Bagas dengan lebih pelan karena sudah mulai sesegukan dalam tangisannya.

"Bagas, kita putus," ujar Chelsea lirih mulai meneteskan airmatanya.

Chelsea masih kalut dengan pemikirannya. Ia masih termenung dengan air mata yang keluar, namun tanpa suara tangisan. Ia merasa tak adil kepada Bagas, namun ia juga merasa bersalah kepada Chindai.

Bagas yang sudah satu jam'an mengetuk pintu apartemen Chelsea tanpa sahutan, mulai kelelahan dan frustasi. Bagas terduduk didepan pintu apartemen Chelsea dengan murung dan masih berlinang airmata. Bagas masih mencoba menelpon Chelsea, namun tak kunjung dijawab juga. Airmata bagas masih saja mengalir. Ketika Bagas mulai tenang dan sudah hampir 3 jam ia berada didepan pintu tersebut namun tak kunjung ada balasan, Bagas pun pergi meninggalkan tempat itu dengan hati yang kacau.

Sebenaarnya entah bagaimana cara Bagas bisa memasuki gedung apartemen Chelsea ini. Gedung apartemen Chelsea ini terbilang cukup safty, dengan hanya orang-orang tertentu yang dapat memasukinya dan juga para tetangga yang saling tak acuh khas kehidupan ibu kota. Mungkin karena Bagas sudah sering berkunjung diam-diam keapartemen Chelsea dengan bantuan kakek satpam apartemen Chelsea, si kakek yang menjadi satpam tersebut mengijinkan Bagas untuk masuk.

*

Malam itu Chelsea tengah berjalan sendirian dengan tas belanjaan kecil berisi mie instan dan juga kaleng soft drink yang baru ia beli dari mini market dekat apartemennya. Ia berjalan sendirian dan melamun. Tak sengaja ia tersandung sebuah batu kecil yang membuat kaleng soft drinknya jatuh menggelinding. Dengan malas Chelsea memungutnya dengan berjongkok.

Seketika Chelsea mengingat disaat Bagas muncul dihadapannya malam itu.

---FLASHBACK---

"Waktu itu sendal, sekarang kaleng soft drink? Ceroboh sekali," komentar orang yang ditabrak kaleng tersebut.

"Ini aku," lanjut oarang tersebut yang membuat Chelsea mendongak melihat siapa orang tersebut.

"Bagas," ujar Bagas dengan percaya diri Dan senyum cerianya.

---FLASHBACK END---

*

Chelsea sudah berada diruang depannya sendirian. Terlihat beberapa botol softdrink'nya yang telah kosong didepan meja. Chelsea dengan raut muka sedih, memandangi layar ponsel'nya.

"Maafkan aku, Chindai."
"Angkat teleponmu."
"Angkat teleponmu."
"Chindai. Bicaralah padaku." 
"Apa kau benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi?"
"Jangan seperti ini, Chindai." Ulang Chelsea membaca pesan yang ia kirimkan kepada Chindai namun tak satupun juga dibalas.

"Anak ini," gerutu Chelsea kesal sambil akan menegak kembali softdrink'nya.

Namun tiba-tiba seseorang membuka pintu apartemennya. Dan orang tersebut adalah Chindai. Dengan ekspresi kesal, Chindai masuk kedalam apartemennya tanpa melihat Chelsea yang memanggilnya.

"Chindai!" panggil Chelsea reflek ketika melihat Chindai masih berada dipintu. Chelsea segera berdiri dan meninggalkan softdrinknya menuju kearah Chindai.

"Chindai!" panggil Chindai lagi dengan memegang lengan Chindai namun Chindai hempas dengan cuek. Chindai tetap tak mengacuhkan Chelsea, dan berjalan menuju kamarnya denagn ekspresi marah.

"Oh Chindai!" Chelsea berkeluh ketika Chindai berjalan meninggalkannya.

Chindai tak mengacuhkan panggilan-panggilan Chelsea dan juga menghempas sentuha dari Chelsea. Chindai berjalan cuek meninggalkan Chelsea menuju kamarnya. Kemudian dengan kasar, ia menutup pintu kamarnya.

"Buka pintunya! Chindai." Teriak Chelsea ketika Chindai sudah menutup pintunya. Dan tiba-tiba, Chindai segera membuka pintunya.

"Dimana tas yang kubelikan?" ucap Chindai datar ketika tiba-tiba ia membuka pintu kamarnya bertanya kepada Chelsea yang berada didepan pintunya.

"Ada di kamarmu, kan?" lanjut Chindai sambil mendahului Chelsea berjalan menuju kamarnya.

"Chindai,"
"Maafkan aku, Chindai."
"Aku sungguh minta maaf!"
"Aku tidak bermaksud membohongimu!"
"Sebenarnya aku berniat memberitahumu,"
"Aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana."
"Aku takut kau akan malu karena aku."
"Tunggu, tunggu sebentar."
"Jangan pergi dan bicaralah denganku sebentar." Celoteh Chelsea panjang lebar dengan hampir menangis sambil mengikuti Chindai yang masih mencuekkan dirinya.

Chindai sudah mengambil tas yang ia maksud digantungan tas kamar Chelsea. Tanpa memperdulikan celoteh Chelsea, ia berjalan kembali menuju kamarnya. Dan Chelsea masih tetap mengikutinya dengan celotehan tersebut. Kesal celotehannya tak ditanggapi, Chelsea menarik lengan Chindai agar menghadap padannya.

"Aku kemari untuk mengambil tasku, jadi aku kemari hanya untuk tasku," seru Chindai sambil berbalik karena tarikan tangan Chelsea.

"Tidak ada yang ingin kudengar darimu," lanjutnya sambil menghempas cengkraman Chelsea dan berjalan meninggalkannya.

"Hei, Oh Chindai! Apa kau akan terus seperti ini?" teriak Chelsea melihat Chindai berjalan meninggalkannya sudah dengan berlinang air mata.

"Ya, tentu saja!" jawab Chindai tegas dengan ekspresi marahnya menoleh kearah Chelsea sekilas.

"Kau tidak boleh pergi," pinta Chlesea dengan berani menarik tas yang Chindai pegang.

"Kenapa kau harus membawa tas ini?" ujar Chelsea kemudian.

"Ini tasku, jadi aku berhak membawanya," ujar Chindai tegasyang sudah menghadap kearah Chelsea karena tas yang ia pegang juga tengah Chelsea pegang. Kemudian ia menarik tasnya agar Chelsea melepaskan tas tersebut.

"Bagaimana bisa ini tasmu?" ujar Chelsea sigap menarik kembali tas tersebut.

"Aku yang membelinya, jadi ini milikku," jawab Chindai mulai tak tahan menahan emosinya, ia menarik kembali tas tersebut.

"Aku juga membantumu membayarkan tas ini. Kau bilang uangmu kurang 600ribu," ujar Chelsea tak mau kalah dengan emosinya yang bercampur aduk, ia menarik kembali tas tersebut.

"Hanya 600ribu?" Chindai tersenyum meremahkan.

"Kamu tahu berapa harga tas ini? Aku akan mentransfer uangmu besok. Kalau begitu sudahkan?" pungkas Chindai dengan berbalik menarik tasnya dan akan meninggalkan Chelsea.

"Tidak mau!" ucap Chelsea menarik tas tersebut dan menahan Chindai agar tidak pergi.

"Kenapa kau membawanya kalau kita berdua yang membelinya?" lanjut Chelsea dengan air matanya yang akan mulai jatuh kembali.

"Aku berhak membawanya, memangnya kenapa?" ujar Chindai sambil menghadap Chelsea kembali dengan menantang.

"Lepaskan," lanjut Chindai sambil menarik tas yang berwarna coklat dengan label terkenal melekat pada tas tersebut.

"Tidak mau!" ujar Chelsea mempertahankan tas tersebut dengan kedua tangannnya.

"Lepaskan," ujar Chindai keras sambil terus menarik tasnya.

Posisi mereka kini tarik-menarik merebutkan tas yang Chindai beli, namun karena uangnya kurang, ia meminta atau meminjam uang dari Chelsea. Dan tas tersebut awalnya mereka sepakati untuk dipakai bersama. Namun karena Chindai merasa lebih berhak memilikinya, karena uangnya lebih banyak untuk membeli tas tersebut, ia merasa lebih berhak memilikinya. Begitu juga Chelsea, walau tas tersebut membelinya memakai uang Chindai, namun uangnya juga terpakai untuk membeli tas tersebut. Namun lebih dari tas tersebut, ia hanya ingin agar Chindai tidak pergi meninggalkannya, maka ia juga menahan Chindai untuk mengambil tas tersebut.

Karena tarikan Chindai yang terakhir yang kuat, Chelsea harus sampai terduduk mempertahankan tas tersebut.

"Hei! Apa kau akan terus seperti ini?" keluah Chindai kesal masih tetap menarik tas tersebut walau harus sambil terduduk dialntai.

"Lepaskan, apa kau akan terus seperti ini?" ungkap Chelsea masih dengan kedua tangannya mempertahankan tas tersebut.

"Lepaskan. Aku bilang lepaskan!" keluh Chindai menarik tasnya dengan kedua tangannya sekuat tenaga.

"Tidak mau! Lepaskan," ujar Chelsea mempertahankan tas tersebut dengan memeluknya.

"Aku bilang lepaskan!" bentak Chindai masih dengan menarik tas tersebut namun air matanya mulai nampak.

"Dasar keras kepala!" teriak Chindai sambil menarik tas tersebut dengan tenaga penuhnya.

"Wreekkk..." suara sobekan tiba-tiba terdengar. Chelsea sedikit terpental jatuh kebelakang, begitu pula dengan Chindai beserta tas yang ia berhasil rebut.

"Hei! Apa kau sudah gila?" teriak Chindai lagi dengan mengamati tali tas tersebut yang telah terputus.
"Apa kau tahu berapa harga tas ini? Buaknkah kau tahu berapa harga tas ini?" teriak Chindai dengan air mata yang sudah menetes sambil melempar tas yang rusak tersebut.

"Karena itulah kau harus melepaskannya saat aku menyuruhmu melepaskannya," ujar Chelsea dengan raut muka bingung, sedih, bersalah, marah bercampur aduk.

"Kalau saja kau melepaskannya saat aku menyuruhmu..." ungkap Chelsea namun terpotong dan ia mulai tak tahan menahan emosinya. Ia mulai menangis.

"Kau tahu kesusahan hidup yang kulalui, karena membeli tas ini. Bekerja paruh waktu di malam hari dan di akhir pekan. Aku mengkopi dan mengepak buku-buku. Aku bahkan berjalan ke sekolah. Melewati 3 tempat perhentian bus! Aku tidak pergi ke klub!" ungkap Chindai mulai menangis.

"Maafkan aku. Aku minta maaf. Apa aku tak bisa menerima untuk sekali ini?" tanay Chelsea yang sudah menangis dan mulai sesenggukan.

"Apa kau tahu betapa sulitnya hidupku? Para anak kampus memakiku, dengan sebutan 'jelek' dan 'tidak tahu diri', beberapa siswa bahkan menyumpahiku untuk mati," ungkap Chelsea mengeluarkan unek-uneknya masih dengan menangis.

"Apa kamu pikir ini tidak masalah buatku? Aku pergi keklub setiap hari. Itu semua karena kau. Bahkan hari ini, aku minum bir. Karena aku merindukanmu!" ungkap Chindai yang tak tahan menahan emosinya dengan menangis sesenggukan.

"Maafkan aku, Chindai!" Chelsea yang sudah nangis sesenggukan, menangis lebih keras setelah mendengar pernyataan Chindai tersebut sambil memeluk sahabat terbaiknya tersebut.

"Aku sungguh minta maaf," lanjut Chelsea yang menangis dipelukan sahabatnya tersebut.

"Maafkan aku," ungkap Chelsea sesenggukan.

"Tidak, aku yang harus minta maaf.." kilah Chindai yang juga menangis sesenggukan dipelukan sahabat terbaiknya tersebut.

"Tidak, aku yang harus minta maaf," kilah Chelsea yang masih menangis sesenggukan.

Dengan derai air mata dan tangisan sesegukan, kedua sahabat baik yang sudah saling merindukan tersebut berpelukan. Seperti itulah kejadian linangan air mata perdamaian terjadi. Saat itu juga, pertemuan karena tas seharga 4juta berakhir.

 -TBC-

NB:
Maaf ya, part terakhir ini kujadiin beberapa part. Yang kemarin kepanjangan, gak enak buat bacanya.

No comments:

Post a Comment