Monday 9 March 2015

Style: Never Go Out of Style (oneshoot)






Inspired song by Taylor Swift
Cast: Chelsea - Bagas
POV: Chelsea

Happy reading! ^^


“Aku sekarang didepan rumahmu, apa kita bisa bertemu?” ujarnya diujung telpon.
 

“Apa?? Umh... Oke, aku keluar sekarang,” ujarku panik sambil melihat jam didinding kamarku yang menunjukkan sudah pukul 11 malam. Tanpa berganti baju, aku segera keluar kamar dan berjalan mengendap keluar rumah hanya dengan kaos ketatku dan celana jins panjangku. Tentu saja aku harus pelan-pelan berjalan keluar rumah, bila sampai ketahuan Mami ato Papi, bisa dimarahin aku keluar lewat jam malamku yang jam 10 itu.
 

Didepan gerbang rumah, sudah terpakir mobil putih dengan kaca gelapnya. Tentu saja itu mobil kamu, Bagas. Lelaki yang sudah menghiasi hari-hariku tanpa status yang jelas beberapa bulan lalu. Ya, beberapa bulan lalu. Karena selama tiga bulan ini, aku sudah lost contact dengannya. Selama satu semester ini aku cuti kuliah. Dan sudah selama tiga bulan ini, aku berada di Singapura untuk menemani nenekku yang dirawat intensif disana karena penyakit tuanya.
 

Kuketuk kaca jendela mobil itu. Lalu kubuka pintunya dan segera aku masuk kedalamnya. Dikursi kemudi, Bagas dengan pandangan tajamnya yang selalu membuat jantungku berdegup lebih kencang, memandangku dengan hangat. Walau ketika aku sedang marah padanya, pandangan itu selalu membuatku tak bisa memakinya. Pandangan itu, selalu saja berhasil menyihirku untuk selalu terpesona padanya.
 

“Hei, ayo kita jalan-jalan sebentar,” ucapnya yang tanpa menunggu jawaban dariku, segera ia pasangkan sabuk pengaman dipinggangku.
 

“Kenapa tidak disini aja kita mengobrolnya?” keluhku sambil menghindari kontak fisik diantara kami. Karena memang jarak tubuh diantara kami saat itu, sangat dekat.
 

“Tidak, aku ingin jalan-jalan sebentar sambil kita mengobrol,” ucapnya sambil menyalakan mesin mobil dan melajukannya.
 

“Hei, apa kabar kamu? Nenek kamu? Aku dengar dari Angel, bahwa hari ini kamu balik dari Singapura, makanya segera aku kesini menemuimu,” ujarnya lagi.
 

“Pernah lebih baik. Dan nenek, lebih baik. Kalau kabarmu pasti lebih baik dari itu,” ucapku sekenanya.
 

“Apa maksudmu? Tentu saja tidak. Aku sangat merindukanmu,” ujarnya sambil memandangku. Sejenak, hanya keheningan yang menyelimuti kami.
 

“Apa kamu  masih menggunakan lipstick yang aku berikan? Red charming, aku suka warna itu,” ujarnya masih memandang kearahku. Sedikit terganggu dengan pandangannya, aku mulai tersipu. Kupegang bibirku, sejenak menutupi bibirku yang memang masih mengenakan lipstick pemberiannya.
 

“Jangan salah sangka ya, aku masih memakai make-up karena sedari tadi belum sempat cuci muka,” timpalku cepat sambil memandangnya. Masih sama seperti dulu, dia masih suka memakai kaos putih polosnya, dibalut dengan jaket kasualnya. Lagi, aku terpesona dengannya karena tatapan tajam itu.
 

“Kamu masih sama seperti dulu ya, selalu cantik dan simpel. Walau mau tidur, tetep cantik,” godanya kemudian.
 

Sebenarnya saat ini, aku sedang marah padanya. Aku ingin meluapkan kemarahan ini, tapi setiap memandang mata tajamnya, aku tak berdaya. Selama tiga bulan ini, dia menghilang dari duniaku. Ya, walau awal-awal kepergianku dulu, kami masih sering berkomunikasi, namun kelamaan, kami tak berkomunikasi lagi. Dan tiba-tiba, sedari sore tadi dia menghubungiku. Mungkin benar, ia mendengar kepulanganku sore tadi dari Angel. Dan aku memang sengaja tidak menggubris chat atau pun telponnya sedari sore tadi. Baru malam ini saja aku mengangkat telponnya. Namun ternyata, dia malah sudah berada didepan rumah. Ya, dia masih sama. Selalu bertindak dengan nekat, sesuka hatinya.
 

“Kamu pun sepertinya begitu, selalu pergi dengan wanita cantik,” balasku sarkastik.
 

“Maksud kamu?” tanyanya dengan muka innocent’nya.
 

“Aku dengar kamu sedang dekat dengan Bella? Umh, bukankah minggu lalu kamu baru jalan sama Salsha? Oh ya, bulan lalu, kamu juga mengajak Chindai untuk dinner barengkan?” ucapku masih menahan emosi. Ya, aku cemburu. Angel, sahabatku, selalu saja memberi kabar terbaru tentang Bagas walau tidak aku minta. Dan semua itu, aku tahu darinya juga.
 

“Emh, eng...enggak kok...” ucapnya terbata dan ragu. Dia nampak kaget dengan pertanyaanku.
 

“Tapi... kamu denger darimana kabar itu?” ujar Bagas kemudian dengan penasaran dan mulai melepaskan jaketnya. Sepertinya ia mulai kegerahan dengan pertanyaanku tadi. Ia pun melajukan mobil dengan cukup kencang saat itu.
 

“Nahkan, dengan pertanyaan itu, secara gak langsung kamu mengakuinya kan?” balasku mulai ketus.
 

“Jadi, apa kamu sudah puas bermain-main dengan mereka?” ujarku lagi.
 

Tiba-tiba saja Bagas melajukan mobilnya dengan kencang, dan berbelok dengan tajam. Membuatku sedikit takut. Aku pun menegurnya.
 

“Eh, hati-hati dong. Jangan ngebut. Berbahaya...,” ujarku dalam ketakutan. Namun kemudian, ia pinggirkan dan hentikan mobilnya.
 

“Oke Chels, aku ngaku. Iya, iya bener apa yang kamu denger itu.  Bener, memang bener selama kamu gak disini, aku sering jalan sama cewek lain. Aku hanya main-main sama mereka, karena aku gak bisa serius dengan mereka seperti halnya aku serius sayang kamu Chels. Selama kamu gak ada, aku selalu memikirkan kamu,” ucapnya dengan memandangku dalam.
 

“Serius? Bukankah kamu juga cuma main-main sama aku?” ujarku ketus sambil tersenyum kecut.
 

“Enggak Chels, aku serius sayang kamu. Cuma kamu yang ku mau, Chels,” ujarnya dengan memohon sambil menggenggam tanganku.
 

“Udahlah Gas. Aku juga gak tahu, hubungan apa yang sedang kita jalanin ini. Gak jelas. Lagian di Singapura, aku juga deket dengan beberapa cowok kok,” ungkapku penuh kekesalan. Walau memang itu benar, namun aku juga gak bisa bohong. Aku juga gak bisa berhenti untuk memikirkan Bagas. Lagi-lagi karena gengsi,  aku tak jujur. Aku marah, kesal dan hanya ingin membuat kamu cemburu juga.
 

“Jadi, apa itu alasan kamu mengabaikan chat juga telponku selama ini?” tanyanya dengan membara.
 

“Enggak juga. Beberapa minggu setelah aku pergi, bukankah kamu mulai mendekati beberapa cewek lain? Aku sih tahu diri aja,” jawabku ketus tak peduli.
 

“Tapi Chels, aku cuma sayang kamu. Aku gak bisa kalau tanpa kamu lagi,” rayunya lagi.
 

“Udahlah Gas. Aku ingin pulang,” potongku masih dengan ketus.
 

“Tapi...” ujarnya lagi yang tak sempat ia selesaikan.
 

“Ini udah lewat dari tengah malam. Aku ingin pulang!” ucapku dengan nada keras. Kulihat ekspresi kagetnya dengan bentakanku, dan semakin murung raut mukanya. Mata tajam itu, menjadi sedikit sayu. Tapi, aku masih terpesona padanya. Pada pesonanya yang ternyata tak hanya pada mata tajamnya, tapi pada seluruh dirinya. Ya, aku suka keseluruhamu dari pria ini, Bagas.
 

Bagas mulai melajukan mobilnya. Dia pasrah mengantarkanku pulang tanpa penolakan. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya lagi. Suasana hening menemani kami diperjalanan hingga mobil berhenti tepat didepan pagar rumahku.
 

“Sudah sampai,” ujarnya lemah ketika mobil berhenti. Sejenak aku terdiam. Lalu kulepaskan safetybelt yang terpasang padaku. Sebelum aku bergerak lagi, aku ingin mengatakan ini padanya.
 

“Gas, sebenarnya, walau aku juga pergi dengan cowok lain, aku tak bisa mengabaikan pikiranku yang selalu tentang kamu. Hingga aku juga melupakan tentang kedekatanmu dengan gadis-gadis lain itu. Sebenarnya, aku pun merindukanmu, dan aku rasa, aku juga sayang dan suka padamu,” ucapku mantap tanpa menghadap padanya. Bagas yang sedari tadi terlihat murung dan fokus melihat kedepan tanpa menatapku, tiba-tiba langsung menatapku dan menggenggam tanganku.
 

“Chels, kamu beneran juga suka padaku?” ucapnya antusias dengan nada tak percaya.
 

“Emm... iya,” jawabku ragu dan kaget dengan perubahan ekspresinya.
 

“Lalu, apa kita sekarang akan menjadi... Emh... menjadi pasangan?” tanyanya masih dengan ekspresi girangnya.
 

“Apa yang kamu maksud?” ucapku yang memang tak paham dengan apa yang ia maksud.
 

“Maksudku, apa kita sekarang akan berpacaran?” tanyanya lantang dan memohon.
 

“Emm... Apa itu yang kamu mau?” tanyaku menggoda.
 

“Tentu saja. Aku sayang kamu Chels, dan gadis-gadis lain itu gak ada apa-apa denganku,” jawabnya dengan percaya diri.
 

“Umh... Baiklah,” jawabku dengan senyum menggembang dibibirku. Tak lama setelah itu, tiba-tiba pelukan hangat sudah bersandar pada tubuhku. Bagas memelukku. Memelukku dengan erat. Aku hanya diam, terkaget.
 

“Terimakasih Chels, terimakasih sayang,” ucapnya dengan nada girang.
 

“Umhh... Udah Gas, udah. Iya-iya. Tapi lepaskan aku. Gak bisa napas nih...” ucapku dengan sulit. Bagas pun buru-buru melepaskan pelukannya.
 

“Eh, maaf-maaf. Maafkan aku, aku terlalu senang,” celotehnya dengan riang.
 

“Um, yaudah deh. Aku masuk dulu ya. Kamu jangan ngebut-ngebut ya,” pesanku padanya sambil membuka pintu mobil.
 

“Eh, tapi... apa gak ada first kiss untuk first date kita malam ini?” tanyanya malu.
 

“Apa?? First kiss? First date? Apa ini tadi kita baru saja ngedate?” tanyaku tak setuju.
 

“Kurasa ini tadi date kita yang kesekian kali,” jawabku masih didalam mobil.
 

“Umh, maksud aku, setelah kita jadian. Apa tidak ada first kiss untuk malam ini?” tanyanya berharap.
 

“Tidak. Kurasa cukup untuk malam ini. Aku ingin memulai ini dengan tenang dan pelan-pelan,” ucapku diplomatis sambil keluar dari mobilnya.
 

“Ingat ya, jangan ngebut-ngebut. Nanti kalau udah sampai, kabarin yah. Bay...” ucapku sambil menutup pintu mobil dan meninggalkannya masuk rumah dengan perlahan agar tidak ketahuan Mami-Papi. Sekilas tadi, kulihat wajah kecewanya muncul.
 

Kurasa, sesekali mengerjainya seru juga. Biar Bagas yang playboy itu, tahu rasa. Tahu rasa gimana diabaikan walau dengan pacarnya. Cukup untuk membayarkan rasa cemburuku selama ini dengan mengerjainya tadi.
 

*
 

[From: Bagas
To: Chelsea
Hello sayang, pasti kamu juga gak bisa tidurkan?]

Pesan dari Bagas yang baru aku baca setelah aku selesai cuci muka dan gosok gigi.
“Huft, apa dia baru sampai?” tanyaku dalam hati.
“Emh, tapi, lebih baik aku kerjain lagi deh ini,” pikiran jailku bekerja lagi.

 

[To: Bagas
From: Chelsea
Zzzz~]
 

[From: Bagas
To: Chelsea
Jujur saja, pasti kamu juga lagi mikirin aku...]
“Hah? Apaan ini?” tanyaku sambil tersipu malu.
 

[To: Bagas
From: Chelsea
Psikopat.]
“Haha, pasti dia lagi uring-uringan membaca pesanku ini,” batinku dalam tawaku.
 

[To: Bagas
From: Chelsea
Iya, sayang. Tapi aku akan tetap berusaha untuk tidur. Kamu juga ya. Besok hari Senin. Love you :* ] 

Menunggu kira-kira dia sudah membaca pesan balasanku, akupun mengirim pesan yang sesungguhnya tentang hatiku. Aku gak mau gengsi-gengsian lagi. Gengsi cuma bikin nyesek aja.
 

[From: Bagas
To: Chelsea
Oke sayang, Love you tooooo :* :* :* ]
 
-END-




Midnight, you come and pick me up
Tengah malam, kau datang dan menjemputku
No head lights
Tanpa lampu depan
Long drive, could end in burning flames or paradise
Perjalanan panjang, bisa berakhir di kobaran api atau surga
Fading off you, it's been a while since I have even heard from you
Memudar, sudah lama sekali sejak terakhir kudengar kabarmu
I should just tell you to leave cause I
Harusnya kusuruh saja kau pergi karena aku
Know exactly where it leads but I
Tahu pasti kemana tujuannya tapi
Watch us go round and round each time
Kusaksikan kita terus berputar-putar

II
You got that James Dean day dream look in your eye
Ada tatapan lamunan James Dean di matamu itu
And I got that red lip classic thing that you like
Dan ada warna merah merekah klasik di bibirku yang kau suka
And when we go crashing down, we come back every time
Dan saat kita bertabrakan, kita pun selalu kembali
Cause we never go out of style
Karena kita tak pernah mati gaya
We never go out of style
Kita tak pernah mati gaya

III
You got that long hair, slicked back, white t-shirt
Rambutmu hitam panjang, disisir ke belakang, berkaos putih
And I got that good girl faith and a tight little skirt
Dan ada punya keyakinan gadis baik dan rok mini ketat
And when we go crashing down, we come back in every time
Dan saat kita bertabrakan, kita selalu kembali
Cause we never go out of style
Karena kita tak pernah mati gaya
We never go out of style
Kita tak pernah mati gaya

So it goes
Maka terjadilah
He can't keep his wild eyes on the road
Dia mata liarnya tak bisa fokus pada jalan
Takes me home
Mengantarku pulang
Lights are off, he's taking off his coat
Lampu padam, dia lepaskan mantelnya
I say I heard that you been out and about with some other girl
Kubilang kudengar kau hampir bersama dengan gadis lain
Some other girl
Gadis lain
He says, what you've heard is true but I
Dia bilang, yang kau dengar itu benar namun aku
Can't stop thinking about you and I
Tak bisa berhenti memikirkan kita
I said I've been there too a few times
Kubilang aku juga beberapa kali pernah mengalaminya

Back to II, III

Take me home
Antar aku pulang
Just take me home
Antar saja aku pulang
Just take me home
Antar saja aku pulang

Back to II

P.S : Inti dari cerita lagu itu sih tentang sebuah hubungan yang sudah lama tak ada kabarnya. Tiba-tiba si cowok muncul lagi. Padahal si cewek udah sering denger kalo si cowok udah jalan dengan beberapa wanita lain. Begitupun si cewek, juga sudah sering jalan dengan pria lain. Walau begitu, mereka masih ngrasa saling cinta. Dan kemudian karena cinta, karena kekaguman, semua kesalahan bisa dimaafkan. Dan momen tengah malam itu adalah momen konfirmasi bagaimana perasaan mereka berdua yang ternyata masih saling mencintai walau mereka sudah mencoba dengan orang lain.

Awalnya aku sedikit bingung dengan makna; We never go out of style.
Tapi setelah dipahami keseluruhan maknanya, maksud lirik tersebut adalah kita tidak akan pernah mati gaya (selalu punya cara/solusi) untuk selalu menyelesaikan masalah diantara kita. Karena kita saling mencintai, walau semarah apapun, serumit apapun masalahnya, kita bisa menyelesaikannya dan berakhir dengan bersama lagi. Sweet yah :D

Thx for reading, guys ^^

No comments:

Post a Comment