Saturday 1 November 2014

Rocker VS Melankolis versi IC



Satu jam berlalu sejak bel jam pelajaran kimia berbunyi. Karena Bu Salma, guru kimia kelas II IPA 3 sedang cuti, jadi hari ini jam pelajaran kosong. Chelsea masih memandangi  kertas soal-soal kimia didepannya. Ia baru mengerjakan setengah soal kimia yang diberikan oleh Pak Fattah, guru pengganti, yang harus rela mengawasi dua kelas sekaligus di hari itu. Ketika Pak Fattah keluar untuk memeriksa kelas yang lain, suasana di dalam kelas menjadi kembali normal, lebih meriah!

Soal-soal kimia masih memenuhi kepala Chelsea. Kepala Chelsea semakin sesak ketika didengarnya lantunan lagu yang memecah konsentrasinya. Suara itu dari bangku sebelahnya. Bagas dan kawan-kawannya menyanyi lagu ciptaannya sendiri yang beraliran Heavy Metal. Suara Bagas yang serak terdengar menusuk telinga.

Merasakan hampamu...begitu menyakitkan...hanya menatapmu dari jauh...

Untuk sesaat Chelsea mencoba memakluminya, tapi lama-lama telinganya panas juga. Emosinya mencapai batas didih. Lalu ditegurnya Bagas dengan suara tak kalah kerasnya.

"Heh, berisik banget! Bisa diam enggak sih? Kalian ganggu konsen teman-teman yang lain saja, ini kan masih jam pelajaran!"

"Pikiranmu saja yang enggak nyampe ngerjain soal Kimia. Eh, pakai nyalah-nyalahin orang segala," balas Bagas ketus tanpa menatap ke arah Chelsea.

Hati Chelsea makin panas. "Gue enggak bisa ngerjain soal gara-gara dengar lagu lo yang norak itu, paham enggak sih? Kalau mau nyanyi di laut saja gih!"

"Apa Norak? He he... emang norak...apalagi kalau lo yang dengar, tambah norak deh."

"Terserahlah!" ucap Chelsea kembali menekuni soal-soal kimianya.

Bagas dan kawan-kawannya ngeloyor pergi meninggalkan kelas setelah menitipkan kertas soal kimia mereka yang masih kosong kepada ketua kelas. Seperti biasa, ketua kelas terpaksa mengisi penuh kertas jawaban mereka tanpa diminta dua kali. Atau bogem mentah dari Bagas yang akan memerintah.
***

Jam kimia telah usai. Sekarang jam istirahat. Namun, Chelsea dan kawan-kawannya masih betah di dalam kelas.

"Eh, suka lagu Audy enggak?" tanya Chelsea

"Lumayan sih. Aku suka lagu yang judulnya lupa...pokoknya liriknya begini...Tahukah kamu...semalam tadi...aku menangis..."

"Wuih...bunyi geledek dari mana nih!" disusul tawa cekikikan dari bangku sebelah Chelsea. Ia tidak menyadari kedatangan Bagas di kursi sebelahnya itu, "Bikin kupingku ngilu!"

Chelsea menatap Bagas dengan tajam. Kemudian mengacuhkannya. Chelsea berusaha untuk tetap bersabar.

"Lagu cengeng gitu bikin gue geli," tambah Bagas tanpa menatap Chelsea. Bagas asyik membolak-balik Koran yang diambilnya dari perpustakaan.

Chelsea masih menahan diri. Ia pura-pura tidak menyadari kehadiran Bagas. Membuang jauh-jauh ejekan yang dilontarkan Bagas. Dan kembali membahas lagu Menangis Semalam dari Audy, seakan tidak pernah mendengar ejekan Bagas.

"Kalau mau nangis di rumah saja neng! Bikin merinding saja nih anak..."

Kesabaran Chelsea habis. "Jadi cowok cerewet amat sih! Yang penting kan gue enggak ganggu lo?" wajah Chelsea memerah. Jarang-jarang ada gadis yang terlihat semakin cantik bila sedang marah. "Ini kan waktu jam istirahat, suka-suka gue dong mau pake buat apa. Enggak kaya lo yang sukanya teriak-teriak pas jam pelajaran!"

"Apa? Teriak-teriak?" Bagas mendatangi Chelsea seakan hendak memukulnya. Anehnya langkah Bagas terhenti selangkah tepat di samping Chelsea. Sekulum senyum tersirat di wajahnya. Ia tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. Bagas terlihat konyol. Menggoda cewek bukan keahlian Bagas si jago berantem.

Chelsea beranjak dari kursinya. Kepalan tangannya terkepal. Kali ini serius.

"Duh, sudahlah Chels! Cowok narsis gitu diladenin!" gerutu Marsha mulai angkat bicara. Ia juga beranjak dari kursi dan cepat-cepat meraih lengan Chelsea. Kemudian mengajak Chelsea keluar dari dalam kelas. "Di kantin masih ada enggak ya onde-onde kesukaan kita?"
***

Pertengkaran kecil sering mewarnai hari Chelsea dan Bagas. Seakan masih menunjukkan ego masing-masing yang sebegitu besarnya. Tidak ada satupun dari mereka yang mau mengalah. Bagas selalu menyanyikan lagu andalannya keras-keras di samping Chelsea sambil berpura-pura menyadari kehadirannya.

Chelsea pun tak mau kalah, dilantunkan lagu kesayangannya ketika berpapasan dengan Bagas. Lama-lama Bagas jadi terbiasa dengan lagu kesukaan Chelsea, dan sebaliknya Chelsea pun jadi hafal dengan lagu kebangsaan Bagas. Sampai suatu saat tanpa sengaja Bagas menyanyikan lagu kesukaan Chelsea dengan suara pelan.

Tahukah kamu...semalam tadi...aku menangis...

Chelsea tersentak, ia langsung menatap tajam penghuni meja sebelahnya itu.

"Wuihh! Rocker nyanyiin lagu mellow..bikin kupingku ngilu saja!" Chelsea memberi ejekan Bagas seminggu yang lalu Bagas mengerutkan alis. Karena merasa Chelsea menatapnya, Bagas pun menatap Chelsea dengan heran. Bagas langsung sadar kalau ia baru saja melantunkan lagu kesukaan Chelsea. Bagas langsung membuang muka dan kembali menyanyikan lagu kesukaannya.

Chelsea diam untuk waktu yang tidak lama. Tiba-tiba tanpa sengaja Chelsea melantunkan lagu favorit musuh bebuyutannya itu sambil melamun ketika memeriksa PR matematikanya. Merasakan hampamu..begitu menyakitkan...hanya menatapmu dari jauh.. Chelsea langsung menyadarinya. Ia menolehkan pandangannya ke bangku Bagas dengan perlahan.

Jangan-jangan Bagas mendengarnya!

Chelsea mencuri pandang ke arah Bagas yang terlihat sibuk menyalin PR matematika dari temannya. Tidak biasanya Bagas tersenyum sambil bersiul-siul kecil sewaktu berurusan dengan PR. Apalagi matematika. Pekerjaan menyalin saja sudah membuat Bagas gerah dan memaki-maki sendiri.

Chelsea mengerti bahwa Bagas berpura-pura mengacuhkannya. Tiba-tiba dada Chelsea berdebar-debar. Ia tidak mengerti perasaan hangat apa yang menyusup ke dalam dadanya itu. Perasaan yang membuat Chelsea tersenyum geli melihat tingkah Bagas. Bayangan Bagas sebagai preman SMA pun sirna. Kini, Bagas terlihat seperti cowok biasa dengan kelebihan melucu yang tak biasa.

Sejak kejadian itu, tak pernah terdengar lagi suara pertengkaran mereka. Chelsea dan Bagas malah sering mencuri pandang satu sama lain. Tanpa disadari mereka saling menyukai meski masih menggantungkan harga diri di langit ketujuh.
***

"Hey, tadi si Karel nitip surat padaku. Nih! Katanya sih buat kamu," ucap Marsha sambil menyerahkan amplop warna merah jambu kepada Chelsea.

Wajah Bagas terkejut di balik halaman buku paket yang pura-pura dibacanya, karena sedari tadi, Bagas memperhatikan Chelsea yang juga tengah pura-pura menghafalkan rumus-rumus untuk ujian matematika pada jam pelajaran terakhir. Padahal semalam sudah dihafalkannya rumus-rumus untuk ujian keesokan harinya.

"Buat aku? Karel? Karel siapa ya?" wajah Chelsea tampak mengingat-ingat secret admirer yang biasanya mengirim surat cinta padanya, tapi tak ada yang bernama Karel.

"Alah! Pura-pura enggak kenal lagi," goda Marsha. Karena penasaran, Chelsea langsung membuka amplop itu dan meraih isinya, tapi Marsha langsung merebut kertas itu lalu membacanya keras-keras:

Sejak bertemu kamu saat itu, aku menyadari bahwa aku sangat mencintaimu Chelsea "Marsha kamu apa-apaan sih!" Chelsea menarik Marsha.

"Surat cinta kesepuluh dalam seminggu ini ya!" goda teman-teman sekelasnya. Saat itu wajah Bagas dan Chelsea sama-sama menjadi merah padam.

"Eh dengerin ya? Gue lanjutin nih.

Angin malam yang menghembus padaku seolah memanggil namamu. Bulan purnama selalu menampakkan wajahmu. Dan mentari terbit sehangat sapamu. Aku mencintaimu Chelsea, Kaulah Chelsea hatiku...napas kehidupanku...I Love you forever from Karel!"

Berulang kali Chelsea member kode agar Marsha tidak melanjutkan membacanya, tapi Marsha malah semakin menggodanya. Disambung dengan suara sorak-sorak dari teman-temannya.

BRAKK!!

Tiba-tiba saja terdengar suara gebrakan meja sangat keras dari bangku sebelah Chelsea. Suasana hening seketika. Bagas menghampiri Marsha, merebut kertas yang ada di tangannya, dan merobek-robek kertas itu, lalu membuangnya di lantai...Sifat preman Bagas muncul dengan tiba-tiba.
Marsha cuma bisa melongo, ia kaget dan tak mengerti ada apa dengan Bagas. Chelsea pun sama kagetnya dengan Marsha.

"Apa-apaan nih?" tanya Marsha sedikit bingung.

"Berisik banget, apa sih hebatnya si Karel itu? secakep apa dia? Belum pernah berurusan sama gue?" ucap Bagas dengan emosi.

"Maksud kamu?" tanya Marsha lagi

"Chelsea itu....!" Bagas tak melanjutkan kata-katanya. Ia bingung.

"Kenapa Chelsea?" Marsha tampak sangat penasaran.

"Chelsea itu..."Bagas semakin bingung. Ia tidak dapat mencari kata-kata lain.

"Ia...Chelsea kenapa?" Marsha mulai jengkel menunggu. Ditatapnya lekat-lekat keringat sebesar biji jagung yang mengalir di wajah Bagas.

"Chelsea itu cewek gue!!" suara Bagas nyaring namun bergetar.

Chelsea cuma melongo. Matanya membulat seperti bola. "Hah? Apa aku enggak salah denger? Sejak kapan gue jadi cewek lo."

Teman-teman sekelas pun saling sahut-menyahut menyoraki Chelsea dan Bagas. Muka Bagas lebih merah membara daripada wajah Chelsea. Keringat bercucuran di dahi Bagas. Dan Chelsea menjadi salah tingkah.

Bagas tidak dapat mundur lagi. Harga dirinya sebagai lelaki sejati tertantang. "Heh, lo mau enggak jadi pacar gue?" tanya Bagas tidak dapat menghilangkan sifat kasarnya. Bagas menyadarinya, namun terlambat ia tidak dapat menarik ucapan kasarnya tadi. Baru kali ini nyalinya ciut. Bagas semakin bingung hendak berkata apa lagi.

"Kok gitu sih? Dasar! Terus jawaban Chelsea gimana?" ucap Marsha lancer, seakan sudah ahli dalam hal perjodohan dadakan.

"Apa enggak bisa lebih sopan lagi ke cewek, hah!" tantang Chelsea menatap kedua mata Bagas dalam-dalam.

Kali ini Bagas mengerti. Seakan mendapat wahyu yang langsung turun dari atap genteng sekolah. Semangatnya bangkit kembali.

"Chels...Chelsea, maukah kau menerimaku menjadi kekasihmu....memang aku enggak pantas untuk cewek secantik kami...tapi aku ingin melakukan yang terbaik untukmu...walaupun harus mati...atau..."

"Ya! Boleh deh," jawab Chelsea dengan suara nyaring. "Tapi, kalau lo tetap suka berkelahi, langsung PUTUS-TUS-TUS.

Ruang kelas terdengar semakin gaduh.

"Pertanyaan aneh, dijawab aneh, dasar pasangan aneh. Enggak ada romantis-romantisnya," gerutu Marsha sambil nyengir. Rencananya sukses besar.

Chelsea dan Bagas hanya tersenyum. Mereka merasakan hari itu sebagai hari yang cepat sekali berlalu. Mereka tidak ingin hari itu cepat-cepat berlalu.
***

"Heh, terus Karel gimana nih?" tanya Bagas. "Pulang sekolah ini, aku akan  bikin perhitungan sama dia" ucap Bagas.

Sekolah sudah berakhir, Rumah Bagas dan Chelsea satu jurusan.

"Hua...ha...ha... lo belum kenal Karel sudah bilang kayak gitu."

"Emang Karel siapa sih? Anak presiden?" mendengar pertanyaan Bagas, Marsha malah semakin terbahak-bahak.

"Karel itu...enggak pernah ada. Itu cuma nama yang gue bikin sendiri buat godain lo dan Chelsea. Tapi kok malah jadi acara penembakan gitu ya. Lebih bagus dari rencana yang sudah di susun mateng," jelas Marsha lancer sambil senyum-senyum centil. "Lo enggak lihat dulu sih, kertasnya kan enggak ada tulisannya!" jelas Marsha enteng.

Bagas cuma bisa nyengir. "Aku jadi punya urusan nih!"

***




Oleh: Mahdafius & Annz Putri

NB:
Masih dari kawankumagz yang kali ini karya 2 orang, Mahdafius & Annz Putri. Tittle aslinya sih Cinta dari Nana. Lagi-lagi permainan Nama. Jadi terpaksa deh aku ganti judulnya sekalian. Menurutku gak ngurangi kualitas cerita juga kok. Masih bikin greget :)
 

No comments:

Post a Comment