Hi guys...
This is the first fantasy genre that i made. Don't disappointed if it's not like your expected. :D
Masih aneh mungkin ya, ya baru belajar buat genre baru kayak gini juga. Padahal kalau drama series, genre paling gak ku suka adalah genre fantasy yang gak ada dasarnya. Lebih mending genre horror kalau aku.
Tapi bila genre fantasy'nya ada dasar'nya, setidaknya ada mitos'nya, suka juga sih. Kaya' tentang alien, karna ada yang percaya, ada yang tidak. Ya yang pasti kalau fantasy'nya masih masuk akal, suka-suka aja sih. Namun kebanyakan fantasy drama series saat ini, pada lebay. Jadi ya gitu, gak suka.
Udah lah, langsung aja, terlalu banyak omong nih aku. :D
Ini FF terinspirasi dari KFTS series juga lagu "Falling in Love at a Coffe Shop"nya Landon Pigg ya. Ahh, lagu itu romantis juga lama-lama setelah liat MV'nya. :D
Langsung aja,
Happy reading guys... ^^
****
Terjadi kehebohan kecil didepan sebuah gerai kopi ternama
disebuah pusat perbelanjaan di pusat kota. Gerai kopi tersebut terletak
dijajaran toko-toko yang yang terletak dipinggiran jalan yang merupakan kawasan
bebas kendaraan. Dan kehebohan yang terjadi di depan gerai kopi tersebut
disebabkan oleh seorang nenek yang entah kenapa tiba-tiba kehilangan
keseimbangannya. Sehingga nenek tersebut akan jatuh. Terjadi sedikit kehebohan
karena beberapa pejalan kaki yang melintas disitu, kaget dan berteriak melihat
sang nenek jatuh tapi beruntungnya seorang gadis bermata sipit yang melintas
didekatnya, berhasil memegang sang nenek hingga sang nenek tak jadi terjatuh.
Kemudian sang gadis pun memapah sang nenek untuk duduk dikursi yang ada didepan
gerai kopi tersebut. Dengan telaten sang gadis pun menemani sang nenek hingga
kondisi sang nenek membaik. Setelah keadaan sang nenek membaik, sang gadis pun
mengantar sang nenek hingga mendapatkan taksi.
Setelah berpisah dari sang nenek, gadis itu kembali ke
gerai kopi tersebut. Ia kemudian memesan 3 cup kopi untuk ia bawa. Sambil
menunggu kopinya disiapkan, sang gadis duduk didalam gerai didekat jendela kaca
sambil memainkan samrtphone’nya. Tiba-tiba sang gadis terdiam sejenak. Ia
melihat keluar kaca dan melihat seorang gadis kecil yang terlihat bingung
sambil berjalan didepan gerai toko tersebut. Sang gadis kecil pun berhenti dan
menghadap melihat sang gadis yang berada digerai kopi tersebut. Sang gadis pun
tersenyum, namun sang gadis kecil malah seperti akan menangis. Merasa bersalah,
sang gadis keluar menghampiri gadis kecil.
“Hey, kamu kenapa? Kamu bersama siapa disini?” tanya ramah sang
gadis sambil berlutut didepan sang gadis kecil.
“Aku mencari mamaku kak, apa kakak melihatnya?” tanya sang
gadis kecil dengan muka sedih.
“Jadi, apa kamu terpisah dari mama kamu?” tanya sang gadis
lagi sambil membelai pipi sang gadis cilik.
“Aku gak tahu dimana mama, tadi aku kesini sama mama,” ujar
sang gadis cilik akan menangis.
“Yaudah, nanti kakak bantu cari ya. Oh ya, nama kamu siapa?
Aku Chelsea,” ujar sang gadis yang ternyata bernama Chelsea.
“Roma,” ujar sang gadis cilik menjawab dengan singkat.
“Roma, apa kamu lapar? Kakak beliin waffle dulu yuk,” ajak
Chelsea sambil menggandeng tangan mungil Roma. Roma yang digandeng pun ikut saja.
Chelsea memesankan Roma sebuah waffle yang ada di gerai kopi
tersebut. Roma yang lapar pun dengan lahap menghabiskan wafflenya sambil
bercerita bahwa ia berpisah dari mamanya ketika mamanya sibuk memilih baju
disebuah toko yang ramai. Kemudian ia tidak melihat mamanya lagi karena terlalu
banyak orang disana. Dan Roma pun berjalan sendiri hingga keluar dari toko
tersebut. Setelah Roma selesai memakan waffle’nya, Chelsea pun menemani Roma
mencari mamanya.
Chelsea mengantar Roma kesebuah mall yang tentu saja menjual
baju. Dan dari cerita Roma tadi, walau Roma tidak mengatakan secara detail
bahwa ia berpisah dari sang mama di mall, namun Chelsea menebak Roma berpisah
dengan mamanya disebuah mall yang sedang mengadakan obral pakaian. Seperti yang
Roma ceritakan, mamanya sibuk memilih baju ditengah banyak orang. Bila itu
dibahasakan oleh orang dewasa maka mama Roma sedang berebut baju obral dengan
para-ibu-ibu lain yang berdesakan disitu. Maka, Chelsea pun mengantarkan Roma
kepusat informasi sebuah mall yang sedang dilangsungkan obral pakaian. Benar
saja, disana mama Roma telah menantinya dengan cemas. Mama Roma pun
berterimakasih pada Chelsea karena telah mengantarkan Roma dengan selamat.
“Ma, tadi Roma dibeliin waffle sama kak Chelsea,” cerita Roma
yang berusia 5tahun ini.
“Benarkah? Terimakasih ya, saya berjanji gak akan lengah
ninggalin Roma lagi,” janji mama Roma pada Chelsea yang tadi sudah menceritakan
bagaimana Roma bisa bertemu dengannya.
*Bagas' POV
Sejak hari itu, aku sudah mengamati gadis ini. Sejak pertama
aku melihatnya menolong nenek yang hampir terjatuh dan menemaninya sampai sang
nenenk membaik. Yang membuatku tertarik adalah ketika ia sudah pergi bersama
sang nenek, namun ia kembali kedalam gerai kopi ini. Jadi, sebelum ia menolong
sang nenek, ia berniat akan masuk gerai ini untuk memesan kopi. Namun ia
mengurungkan niatnya untuk memesan kopi dan lebih mengutamakan menolong sang
nenek. Sejak itu aku kagum padanya.
Tidak sampai disitu, tak berapa lama ketika ia duduk untuk
menunggu pesanan kopinya, ia kembali membuatku kagum. Ia mengajak seorang
gadis kecil yang terlihat bingung dan tak dikenalnya tersebut untuk makan waffle
di gerai kopi ini. Hal itu terlihat aneh untukku. Menolong orang yang tak kita
kenal.
Ketika sang gadis bersama gadis kecil tersebut hendak pergi
dari kedai kopi tersebut, aku yang waktu itu sudah berada didalam gerai kopi
sejak awal bersama Ajil, juga hendak keluar. Rasa penasaranku pada gadis ini
pun membuncah muncul. Aku pun berpisah dengan Ajil, lalu secara diam-diam
mengikuti gadis ini.
Gadis ini benar-benar mebuatku kagum dengan sikapnya. Dikota yang serba modern dan masyarakatnya cenderung individualis seperti kebanyakan, masih ada gadis baik sepertinya. Gadis itu mengantarkan sang gadis kecil kepada ibunya. Dan dari percakapan mereka, aku tahu nama gadis ini. Chelsea, terdengar sangat pas untuknya.
Ya, sejak hari itu, aku rajin mengunjungi kedai kopi
tersebut sekedar untuk tahu lebih jauh tentang gadis ini. Setiap hari Senin
hingga Jumat, pada pukul 5pm gadis ini selalu berada di gerai kopi ini. Ia akan
memesan 3 cup kopi dengan rasa yang berbeda-beda, namun satu rasa yang akan
selalu ia pesan adalah rasa mocca dengan toping extra cream. Sembari menunggu
temannnya yang bekerja digedung kantor blok sebelah, ia akan menghabiskan kopi
mocca extra creamnya. Lalu temannya akan melambaikan tangan dari luar gerai,
dan Chelsea akan segera menghampirinya dengan sisa 2 cup kopi yang ia bawa.
Chelsea bersama temannya yang kuketahui setelah mencari tahu
dari kantornya, ia bernama Tissa. Chelsea dan Tissa tinggal bersama dengan
menyewa sebuah apartemen dekat kawasan perbelanjaan ini. Ketika mereka akan masuk apartemennya, mereka akan menyisihkan 1 cup kopi yang ia beli tadi, untuk
ia berikan kepada security yang berada diapartemenya.
Mereka selalu berangkat dan pulang kantor bersama karena
memang kantor mereka juga berdekatan. Hanya terpisah oleh blok kawasan pusat
perbelanjaan tersebut. Chelsea bekerja disebuah kantor majalah fashion ternama
sebagai editor, dan Tissa sahabatnya bekerja disebuah kantor pengacara sebagai
sekertaris. Mereka akan keluar dari apartemen tepat pukul 8.15am, dan Chelsea
akan menunggu Tissa saat pulang kantor tepat pukul 5pm di gerai kopi ini.
Chelsea akan berada digerai kopi ini kurang lebih selama 15menit.
Setiap Sabtu dan Minggu pagi pukul 6am, Chelsea sendirian
tanpa Tissa akan joging disekitar apartemennya. Setelah olahraga pada Sabtu
pagi, tepat pukul 7am ia akan sampai di minimarket dekat apartemennya.
Disana
ia akan membeli sayuran organik.
Jangan tanya aku tahu semua itu darimana. Karena sudah
2bulan sejak pertama aku melihatnya, hampir selama itu aku mencari tahu
tentangnya. Tidak itu saja, setiap minggu saat berolahraga dikawasan car free
day, dia akan selalu bergabung dengan sukarelawan yang mengadakan acara amal
yang rutin setiap minggu diadakan dikawasan itu. Dan hal itu semakin membuatku
kagum, yang kemudian berubah menjadi suka, mungkin.
#Day 1
Hari ini aku ingin menampakan diri kepada Chelsea. Aku tidak
ingin hanya menjadi secret admire’nya. Tapi tiba-tiba keberanian itu hilang
ketika aku melihatnya masuk kedalam gerai kopi ini.
“Seperti biasa ya,” ujar Chelsea kepada kasir sambil
berjalan menuju kursi favoritnya, dekat jendela.
Aku hanya berani curi pandang kepadanya. Aku ingin
menghampirinya, namun pikiran dan hatiku sedang tidak sinkron. Jam sudah
menunjukkan pukul 5.14pm yang berarti 1 menit lagi ia akan meninggalkan gerai
ini karena Tissa akan menghampirinya.
Satu hal yang belum kalian tahu, aku mempunyai sebuah jam
waktu yang bisa menghentikan waktu. Jam waktu berbentuk kecil seperti liontin,
aku selalu menyimpannya disakuku. Aku pun mengambil jam itu, dan menggunakannya
untuk menghentikan waktu sejenak.
Waktu mulai berhenti. Segala aktifitas didunia ini sudah
berhenti selain aktifitasku karena aku yang mengaktifkan jam waktu ini. Semua
aktifitas umat manusia sudah terhenti, mereka semua mematung, tidak hanya manusia yang mematung, tetapi juga hewan dan kendaraan sudah mematung sejak aku
mengaktifkan jam waktu ini untuk berhenti, dan mereka baru akan tersadar dan
melakukan aktifitasnya lagi tanpa sadar waktu telah terhenti, ketika aku
mengaktifkan jam waktu ini lagi.
Ketika semua sudah terhenti, semua sudah mematung, Chelsea
duduk dikursinya sambil melihat keluar. Bibirnya sedikit belepotan dengan extra
cream’nya. Dengan lembut akupun menghapuskan cream yang ada dibibirnya. Lalu
aku pun mengambil bunga mawar pajangan yang berada dimeja kosong belakangnya. Aku
letakkan mawar itu tepat dimeja hadapannya.
Dan ternyata hari ini ia membawa puzzle yang sedang ia susun. Mungkin ia
memainkannya untuk mengusir rasa bosannya menunggu Tissa. Puzzle itu masih
berantakan, aku pun membantunya untuk menyusunnya hingga sudah jadi. Beberapa saat akupun duduk dihadapannya
sambil memandangi wajahnya. Mungkin sudah ada 10menit aku menghentikan waktu,
dan bila terlalu lama itupun tak baik karena luar angkasa tak terpengaruh
dengan penghentian waktu ini. Yang berpengaruh hanya yang ada didalam bumi
saja. Maka aku buru-buru kembali ketempat dudukku dan kembali mengaktifkan
waktu. Aku tepat berada ditempat duduk pojok belakangnya. Sehingga kemungkinan
dia menyadari keberadaanku pun semakin sedikit karena posisiku yang
dibelakangnya.
Setelah waktu kukembalikan menjadi normal, Chelsea terlihat
bingung. Ada setangkai mawar tepat dihadapannya. Padahal sebelum waktu
kuhentikan tadi, mawar itu tak ada. Dan puzzle’nya yang sudah menjadi rapi. Dia
pun celingukan melihat kiri-kanannya, namun tak mendapat jawaban karena yang
lain bertingkah biasa saja. Tak berapa lama, Tissa pun sudah menunggunya diluar
gerai kopi.
Ini hari pertama aku berani berada didekatnya walau dengan
menghentikan waktu. Dan ternyata keberanianku belum muncul sempurna. Namun aku
tidak akan menyerah begitu saja.
#Day 2
Tepat pukul 5pm Chelsea seperti biasa masuk gerai kopi ini
dan memesan 3 cup kopinya. Sambil menunggu pesanannya, ia duduk didekat jendela
seperti biasa. Seperti kemarin, pukul 5.14pm, akupun menghentikan waktu kembali.
Dari kursi pojok belakangnya, aku perlahan menghampirinya.
Seperti biasanya, bibirnya masih belepotan dengan cream kopinya. Aku pun
mengusapnya untuk menghapusnya. Dan aku letakkan se- bouquet mawar merah
yang kali ini sudah aku siapkan. Hari ini ia tak membawa puzzle’nya, namun
terdapat kertas note kecil yang setiap lembarnya sudah ada tulisan kata
acak. Ada beberapa kata seperti “wander” “i’ve” “fallen for” “maybe” “you” dan
beberapa lagi. Aku pun berpikir sejenak, kemudian ku susun kertas kecil itu
dihadapannya menjadi sebuah kata, “maybe i’ve fallen for you”. Aku pun sejenak
memandangi wajahnya dari dekat. Setelah 15menit waktu ku hentikan, aku pun
mengembalikannya menjadi normal kembali setelah aku kembali ketempat dudukku.
Chelsea pun sama seperti kemarin, ia kebingungan dengan
adanya mawar dihadapannya. Ditambah lagi dengan note yang telah disusun rapi
bertuliskan; “maybe i’ve fallen for you”. Dia celingukan melihat kiri-kanannya,
dan aku yakin dia belum menemukan aku sebagai dalangnya.
#Day 3
Aku yang bekerja sebagai dosen, hari ini mendapat kelas
dadakan karena menggantikan mengajar kelas seniorku yang sedang ada seminar
diluar. Akupun hanya mengajar sebentar kelasnya hingga membuatku terlambat ke gerai kopi sore
ini. Aku baru keluar dari kelas pukul 5pm tepat.
“Pasti Chelsea sudah berada disana nih,” batinku cemas
karena tak mungkin sampai gerai tersebut dalam 10 menit.
Kampus tempatku mengajar tidak terlalu jauh dari kawasan
perbelanjaan tersebut, namun untuk berjalan kaki dalam waktu 10menit menuju
gerai kopi tersebut tidak mungkin. Mau naik mobil atau motor pun tak mungkin,
karena gerai kopi tersebut berada dikawasan bebas kendaraan. Aku pun melihat
sekitar, aku melihat seorang mahasiswaku sedang menuntun sepedanya. Tanpa
berpikir panjang, akupun meminjam sepedanya. Aku dengan sepeda berkecepatan
penuh tersebut, menuju gerai kopi tersebut.
Sampai digerai kopi tersebut, aku parkirkan sepeda
mahasiswaku ini didepan gerai kopi. Aku buru-buru masuk dan melihat meja
Chelsea. Disana telah kosong. Aku melihat jam tanganku, dan jam telah
menunjukkan pukul 5.17pm. Dengan kecewa aku berjalan menuju kursi biasanya aku
menunggunya. Masih sambil berjalan dengan kecewa, aku mengeluarkan jam waktuku
dan terus memandanginya. Aku pun duduk dikursiku masih dengan lamunan dan
pandangan pada jam waktuku.
Tiba-tiba, semua terasa aneh.
*Chelsea’s POV
#Day 3
Ini adalah hariku memastikan siapa yang dua hari ini telah memberiku kejutan. Aku datang lebih awal kegerai kopi hari ini. Pukul 4.30pm aku telah sampai. Dan aku hanya memesan 1 mug kopi yang aku minum disini. Aku juga pindah tempat duduk, aku pindah kepojok belakang didalam gerai tersebut, jadi sulit untuk ditemukan. Ditambah dengan koran yang pura-pura aku baca sehingga menutupi wajahku. Ketika aku sampai, aku melihat sekitar. Aku menaruh curiga kepada seorang pria yang telah memberiku kejutan. Namun ketika aku sampai, pria ini belum muncul juga. Aku pun masih bertahan dengan sembunyiku.
Jam pada gerai kopi tersebut telah menunjukkan pukul 5.14pm,
tepat pada jam-jam aku merasa waktu telah dihentikan. Namun hari ini tidak,
hingga menitan pada jam itu terus bertambah hingga jam menunjukkan pukul
5.17pm. Tepat pada jam tersebut, aku melihat seorang pria dengan buru-buru,
diluar gerai sedang memarkir sepedanya. Kemudian masuk kedalam gerai dengan
tergesa-gesa, lalu melihat sekeliling seperti mencari seseorang. Setelah
selesai melihat sekeliling, sepertinya sang pria tak menemukan orang yang ia
cari hingga merubah raut mukanya menjadi kecewa.
Sang pria yang bagiku terlihat familiar ini, kemudian
berjalan menuju kursi pojok belakang didalam gerai kopi. Masih berjalan, sang
pria mengeluarkan sesuatu yang terlihat seperti liontin namun terlihat familiar
bagiku. Aku mulai berjalan mendekatinya. Hingga ketika ia duduk, ia masih
memegang benda itu.
Aku masih berjalan mendekati pria ini, hingga aku
memastikan, benda yang pria pegang ini adalah jam waktu seperti yang aku
miliki. Dan memang benar seperti dugaan Tissa, pria ini memiliki jam waktu.
Segera, aku tekan tombol aktif jam waktu yang aku bawa.
Ya, kalian belum tahu, bahwa aku juga memiliki benda yang di
sebut jam waktu berbentuk liontin ini.
~Flashback~
#Day 1
Tiba-tiba setangkai mawar sudah ada dihadapanku.
“Apa yang terjadi?” batinku penuh tanda tanya.
“Puzzle’nya, kenapa ini sudah jadi? Siapa yang menyelesaikannya?”
pikirku dengan bingung.
Aku pun celingukan memandang sekitarku. Namun tak ada yang
aneh. Orang-orang disekitarku bertingkah seperti biasa saja. Lalu, siapa yang
menaruh mawar dan menyelesaikan puzzle’ku dengan sekejap? Rasanya tidak mungkin
hanya dalam sekedip mata mawar itu tiba-tiba muncul. Padahal tadi tidak ada.
Dan puzzle’nya belum aku selesaikan, namun, kenapa ini sudah jadi?
“Chels...” terdengar suara Tissa memanggil ku sambil
melambaikan tangannya kepadaku diluar gerai sambil mengetuk kaca gerai tepat disamping aku duduk.
Masih penuh tanda tanya, aku membereskan barang bawaanku dan
segera menghampiri Tissa.
“Tis, ini aneh deh. Gue baru aja ngalamin hal aneh. Semua
seperti terjadi dalam satu kedipan mata. Tadi dimejaku, tidak ada apa-apanya, juga
puzzleku belum selesai. Tapi tiba-tiba ada setangkai mawar ini, dan puzzle-ku
sudah terselesaikan. Gue ngerasa kaya’ ada sesuatu yang telah terjadi,”
ceritaku pada Tissa sambil berjalan pulang.
“Kamu ngomong apa sih Chels?” tanya Tissa yang tak paham.
“Ah elo, jadi ni tadi waktu gue nunggu elo, dimeja gue bersih
gak ada apa-apa. Entah bagaiman datangnya, tiba-tiba dimeja gue udah ada
setangkai mawar, juga puzzle gue udah kelar aja, padahal gue yakin tadi belum
kelar,” ujarku masih dengan heran.
“Hah? Yang bener loe? Jangan-jangan ada yang gunain jam
waktu??” ujar Tissa kaget.
“Maksudmu, jam yang bisa hentiin waktu itu? Gak munkin, gak
mungkin,” ucapku tak percaya.
“Kenapa gak mungkin? Kita bukan satu-satunya yang bukan
berasal dari sini kan?” ujar Tissa dengan enteng.
“Tapi tetap saja...” ucapku terpotong. Aku tak punya ide
juga untuk melawan argumen Tissa yang kalau dipikir-pikir ada benarnya juga.
Aku pun mulai memikirkan kemungkinan yang Tissa duga.
#Day 2
Dari kemarin sore, aku masih penasaran dengan kejadian yang
aku alamin sore itu. Dan berulang kali Tissa mengingatkan tentang kemungkinan
yang ia duga. Hal ini membuatku memikirkan kemungkinan tersebut juga. Maka sore
ini, sesuai saran Tissa, aku menambah kewaspadaanku ketika berada didalam gerai
kopi.
Tepat pukul 5pm aku memasuki gerai tersebut. Secara diam-diam,
aku memandangi segala sudut didalam gerai tersebut. Kalau-kalau ada hal
mencurigakan. Namun semuanya biasa saja, tak ada hal mencolok yang ku lihat.
Pengunjung yang ada pun semua bersikap biasa saja. Hanya saja, ada seseorang
yang membuatku tertarik.
Aku pun tak memperhatikan dengan khusus, namun kurasa,
setiap sore aku berkunjung ke gerai kopi tersebut, pria itu selalu sudah duduk
dikursi yang sama setiap harinya. Terkadang aku merasa, dia sedang
memperhatikanku. Dia membuatku tertarik, namun tidak membuatku menaruh curiga
padanya. Karena dia sudah selalu berada dilokasi itu bahkan sebelum kejadian
kemarin sore terjadi. Hal ini membuatku tak berpikir, bahwa pria ini lah yang
menghentikan waktu. Dan...
Dan aku sudah memperhatikan pria ini mungkin sudah ada 2
bulan ini. Dia lah yang menjadi alasanku setiap hari selalu datang ke gerai
kopi ini tepat pukul 5pm. Kenapa pukul 5pm? Sebenarnya suatu hari aku pernah
mencoba mengunjungi gerai ini lebih pagi hanya untuk melihatnya lebih awal,
yaitu pukul 4.30pm. Namun pria ini belum datang. Dia selalu datang 2 hingga 1
menit sebelum aku datang. Aku tertarik pada pria ini, namun tak ada
keberanianku untuk menunjukaannya. Kenapa? Karena aku sadar kami berbeda.
“Bila dia, kenapa baru mulai kemarin?” pikirku saat itu.
“Kira-kira, ada gak ya orang yang sama kaya’ kemarin sore
disini sekarang? Selain pria itu dan para pegawai tentu saja,” ujarku dalam
hati tetap sambil melihat kiri-kananku. Tapi orang yang sama tersebut tak
kujumpai selain pria itu. Dan seperti kemarin, tiba-tiba semua terasa aneh.
Ketika semua terasa tak aneh, namun kembali lagi se-bouquet
mawar merah dan note dihadapanku membuatku tambah aneh. Aku celingukan
kekiri-kananku. Tak ada yang aneh selain mawar dan note dimejaku yang sudah
tersusun menjadi sebuah kata. Semua orang yang berada disekitarku bertingkah
biasa saja.
Tissa pun datang, dan menungguku diluar seperti biasa. Aku
pun segera menghampirinya. Kuceritakan apa yang baru terjadi masih dengan
ekspresi heranku.
“Tis, tadi terjadi lagi,” ceritaku sambil memperlihatkan
bouquet bunga yang ku bawa.
“Apa saja tadi yang berubah?” tanya Tissa sambil memulai
menyeruput kopinya.
“Nih, seiket bunga sama note yang udah bentuk kalimat “Maybe
i’ve fallen for you.””critaku.
“Aih, kalimatnya. Haha... Beneran deh, tuh pasti pake jam waktu,” yakin Tissa masih sedikit tertawa.
“Terus, dah ada orang yang elo curigai?” tanyanya kemudian.
“Gak ada sih, tapi kaya katamu tadi pagi, gue waktu dateng
tadi liat semua pengunjung dulu, kyanya gak ada yang sama kecuali satu orang,
tapi gak mungkin dia deh,” ujarku kemudian.
“Kok gak mungkin?” tanya Tissa penasaran.
“Ya gak mungkin aja, karna ni orang kyanya udah lama
barengan ma gue kalo gue ke gerai itu. Tapi dia selalu duduk dikursi itu mlulu
kalo gue kesana, gue pun begitu, slalu duduk dikursi deket jendela itu,”
“Nah tuh, mencurigakan banget tuh. Pasti orang itu deh
Chel,” simpul Tissa,
“Tapi kayanya gak mungkin deh Tis. Masak dia kaya’ kita,
kaya’nya dia manusia kok,” kekeh’ku.
“Tapi dia mencurigakan gitu, gak ada yang gak mungkin Chel.
Btw, dia cewek ato cowok?” tanya Tissa kemudian.
“Yakali, cewek. Cowok sih,” jawabku lirih.
“Nah tuh, fix maksimal gue mencurigai tuh orang. Masak iya
cewek yang ngasih elo bunga juga tulisan falling-fallingan gitu...” celoteh
Tissa yang membuat keyakinanku mulai luntur.
“Tapi dia udah lama, gak cuma kemarin barengan guenya. Masak ya baru kemarin
kejadiaannya dia dicurigai?” aku masih belum percaya orang yang diam-diam
kukagumi, adalah bukan manusia.
“Itu malah semakin mencurigakan Chels,” timpal Tissa.
Tissa pun memberiku saran, agar besok datang lebih awal ke
gerai itu dan memata-i secara khusus pria itu.
~Flashback end~
#Day 3
Aku pun menjalankan saran Tissa. Walau dengan perasaan
setengah percaya, bahwa cowok yang kukagumi bukan manusia, aku tetap
menjalankan sarannya. Aku datang ke gerai kopi itu pukul 4.30pm. Aku menunggu
orang yang kucurigai itu, dengan tidak duduk ditempat biasa aku duduk. Aku
memilih duduk dipojok belakang dalam ruang gerai kopi tersebut. Dengan tujuan, sudut
pojok tersebut tidak mudah terlihat. Dan aku menutupi diriku dengan koran yang
pura-pura aku baca agar menutupi wajahku. Kurasa penyamaran ini akan sulit
terungkap bila tidak jeli untuk melihatku. Pukul 5.15pm, sang pria yang
kuketahui bernama Bagas itu belum muncul juga.
Ya, Bagas. Aku tahu namanya karena aku sempat mencari
informasi tentangnya. Dia adalah seorang dosen muda di kampus ternama, tentu
saja dia menajdi idola bagi mahasiswanya. Bukan karena muda dan tampan dengan
pawakan tubuhnya yang tinggi besar, kharismanya pun keluar bersamaan dengan
kepandaiannya. Setiap sore setelah menyelesaikan urusan mengajarnya, ia akan
mampir kekedai kopi ini sebelum pulang selama 5hari kerja, Senin-Jumat. Setiap
Sabtu pagi, dia akan joging pagi hingga kawasan dekat apartemenku. Lalu mampir
minimarket yang sama setiap pukul 7am hanya untuk membeli minuman isotonik.
Setiap hari minggu pagi, dia tidak pernah terlewatkan ikut berolahraga pada car
free day. Dan akan menjadi sukarelawan bersama mahasiswanya yang kebanyakan
cewek, yang mungkin mereka sama denganku, pengagumnya. Dia akan menjadi
sukarelawan dan mengadakan event secara random setiap minggunya. Dan aku pun
akan ikut menjadi sukarelawan untuk event lain agar tidak terlalu mencurigakan.
Walau kami sering bertemu, entah dia menyadari kehadiranku atau tidak, kami tak
pernah bertegur sapa.
Tiba-tiba pintu gerai kopi dibuka dengan sedikit kasar.
Fokusku pun kembali pada pintu. Terlihat disana, Bagas celingukan melihat seisi
gerai seperti mencari seseorang. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 5.17pm. Aku segera bersembunyi dibalik koran yang
kujabarkan agar menutupi wajahku. Terlihat dari ekspresinya, Bagas tak
menemukan orang yang ia cari. Selesai memesan, masih dengan ekspresi kecewanya
yang terlihat, ia berjalan dengan lesu menuju tempat duduknya seperti biasanya.
Hal yang membuatku tertarik, dia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
Seperti sebuah kalung yang berliontin. Masih dengan berjalan, ia memandangi
liontinnya. Walau belum jelas aku melihatnya, aku yakin bentuk liontin itu
bulat seperti jam.
Kuberanikan berjalan mendekatinya. Aku ingin memastikan
bahwa itu benar jam waktu yang bisa membuat waktu berhenti. Bagas sudah duduk
dikursinya, aku semakin dekat kearahnya. Namun dia belum manyadari kehadiranku.
Ya, dan aku sudah dapat melihat dengan jelas, bahwa itu adalah jam waktu. Aku
shock dan speechless. Langsung tanpa berpikir panjang, aku menghentikan waktu.
Aku tekan jam waktu yang juga aku punya. Aku terdiam sejenak menenangkan diri.
Ketika aku sudah bisa mengendalikan diriku, aku pun maju mendekat kearah Bagas
yang sedang mematung terkena efek jam waktu.
Aku duduk dikursi hadapannya. Aku memandangi wajahnya yang
memang mempesona tersebut. Aku mulai tersenyum.
“Ini lucu,” batinku sambil tersenyum kecil.
Selama ini aku mengaguminya secara diam-diam hanya karena
takut dia berbeda dariku. Namun ini lucu, sepertinya diapun bukan manusia
biasa. Lalu untuk apa ketakutanku selama ini?
Aku pun mulai menyusun note yang telah kusiapkan sebelumnya.
Ku susun sebuah kata, “it was You” yang kususun dimeja hadapannya. Lalu aku
meninggalkannya dan akupun mengaktifkan kembali jam waktu.
Kulihat dia bangun dengan kebingungan. Dia melihat mejanya
dengan note yang telah kususun menjadi sebuah kalimat. Dia celingukan melihat
kiri-kanannya.
Aku telah duduk disampingnya, samping luarnya tepatnya. Aku
tepat duduk disampingnya, hanya saja kami terpisah kaca. Aku duduk dikursi luar
gerai kopi, tepat Bagas duduk didalam.
Bagas melihatku yang duduk disampingnya. Aku tersenyum
padanya. Ekspresi mukanya masih terlihat kebingungan. Kemudian akupun
melambaikan jam waktu yang kupunya kehadapannya. Ia mulai tersadar, dan melihat
jam waktu yang ia pegang. Mukanya menjadi sedikit merah dan mulai tersenyum
padaku. Dan Bagas mulai berdiri, mungkin dia akan menghapiri.
Rasa percaya diriku mulai surut lagi. Hatiku mulai deg-degan
kembali ketika benar saja Bagas dengan mukanya yang memerah berjalan
kearahku. Aku masih mencoba tersenyum
padanya ketika dia sudah berdiri tepat dihadapanku.
“Boleh aku duduk?” tanya nya dengan suara yang semakin
menggetarkan hatiku.
“Tentu,” jawabku singkat mencoba tenang.
“Apakah benar itu kamu?” tanya ku kemudian mulai
memberanikan diri.
“Apa?” tanyanya masih menyangkal. Akupun melambaikan jam
waktuku yang bentuknya liontin sama yang ia miliki. Bagas mulai tersenyum.
“Jadi, apa aku sudah ketahuan?” ucapnya sambil tersenyum.
“Belum juga,” jawabku sekenanya.
“Lalu, darimana kamu dapat benda itu? Yang kutahu, benda ini
hanya dimiliki oleh orang tertentu,” tanyaku penasaran.
“Dan kamu juga punya jam waktu itu? Apa kamu juga bukan
berasal dari bumi?” Bagas bertanya dengan ekspresi kaget.
“Jadi kamu juga...” ujarku masih tak yakin dengan apa yang
akan aku katakan selanjutnya.
“Apa kamu juga...” potongnya dengan ekspresi kaget.
“Jadi, darimana asalmu?” tanyaku kemudian.
“Aku berasal dari planet Merah (Mars=Male’s symbol), kamu?”
tanyanya lagi.
“Aku dari planet Biru (Venus=Female’s symbol), apa kamu juga
pasukan khusus?” tanyaku masih penasaran.
“Bagaimana kau tahu tentang pasukan khusus? Ya, aku pasukan
khusus agent antar galaxy. Aku kesini untuk menjaga keseimbangan perdamaian
antar galaxy, dan aku menyamar menjadi dosen untuk tahu lebih jauh karakter
makhluk bumi,” jelasnya.
“Dan kamu, apakah kamu juga agent khusus? Lalu apa tugasmu
dengan menyamar sebagai editor majalah ternama?” tanya Bagas yang membuatku kaget bagaimana dia tahu profesiku sebagai editor majalah.
“Bagaimana kau tahu profesiku?” tanyaku.
“Ah, maafkan aku. Seperti yang kau tahu, seperti note yang
sudah kususun kemarin, aku telah mengikutimu selama 2bulan ini,” jawabnya
pasrah.
*Bagas’ POV
“Bodohnya aku, kenapa aku mengatakan profesinya tadi,”
gerutuku dalam hati.
“Ah, maafkan aku. Seperti yang kau tahu, seperti note yang
sudah kususun kemarin, aku telah mengikutimu selama 2bulan ini,” jawabku pasrah
karena sepertinya penyamaranku telah terungkap olehnya.
“Lalu, apa tugasmu?” tanyakukemudian memotong pembicaraan.
“O, sama sepertimu. Hanya saja, aku mengawasinya dengan
melihat trend gaya perempuan manusia bumi,” jawab Chelsea yang terlihat tak nyaman dengan
jawabanku tadi.
“Tapi, darimana kamu dapatkan jam waktu itu? Bukankah bahaya
menggunakan secara sembrono seperti itu?” tanyanya dengan ekspresi cemas.
“Oh, ini. Aku sudah memilikinya hampir selama 5 tahun ini.
Memang benar, kita hanya diperbolehkan menggunakannya ketika kita dalam keadaan
bahaya. Tapi benda ini juga memiliki batas waktu penggunaanya selama 5 tahun
bukan? Dan ini hampir kadaluarsa, sedangkan aku sama sekali belum pernah
menggunakannya. Lalu, bagaimana dengan milikmu?” tanyaku kemudian.
“Sama sepertimu, masa berlaku jam waktu ini juga sudah mau
habis. Ngomong-ngomong, sudah berapa lama kamu di bumi?” tanyanya kemudian
menyeruput kopinya.
“Aku sudah 9 tahun ini. Apa kah kamu juga sama?” tanyaku.
“Wah, ternyata sudah lama juga,” ujarnya dengan ekspresi
kagum. Dan hal itu membuatku tersenyum tersipu.
“Aku baru akan 5 tahun ini,” jawabnya kemudian.
Dan kemudian, kami seperti habis kata-kata. Terasa hening.
Aku pun bingung mau berbicara apa.
“Oh ya, kenapa hari ini kamu tidak pulang bersama Tissa?”
tanyaku memecah keheningan.
“Haduh, sepertinya salah ngomomg lagi,” batinku kesal.
“Tissa? Bagaimana kamu tahu nama sahabatku?” tanyanya dengan
heran.
“Eh ya, bukankah tadi sudah kubilang aku sudah mengikutimu
selama 2 bulan ini?” ujarku sok cool. Aku memandang kewajahnya, tersirat warna
merah muda pada wajahnya.
“Oh, oh hari ini Tissa memang ada pekerjaan yang penting,
jadi kami tidak pulang bersama,” jawabnya dengan canggung.
“Lalu, apa Tissa juga bukan berasal dari bumi?” tanya ku
hati-hati.
“Ya, aku dan Tissa berasal dari planet yang sama,” jawabnya
enteng. Lalu terlihat ia melihat jam tangannya.
“Sudah mau jam 6pm, sepertinya aku harus pulang,” ujarnya
kemudian.
“Oh, emh, boleh kuantar?” tawarku ragu. Dia tersenyum padaku
membuat jantungku berdegup lebih cepat.
“Sepertinya tanpa kupersilahkan kamu juga akan mengantarku,”
jawabnya mulai menggodaku. Aku pun tertawa bersamanya.
Sore itu aku mengantarnya pulang dengan berjalan kaki walau
aku sambil menuntun sepeda salah satu mahasiswaku. Kami menghabiskan waktu
berjalan dengan sambil mengobrol. Aku mulai mengaku padanya, bahwa aku tertarik
padanya. Dan betapa senangnya aku, ketika dia pun mengaku hal yang sama.
Dan kami pun tertawa bersama menyadari tingkah konyol kami.
Selama ini kami saling menjaga jarak karena takut bahwa kami berbeda, berbeda
asal. Karena memang kami sebagai agent perdamaian antar galaxy, dilarang jatuh
cinta dengan makhluk asli dimana kami ditugaskan. Larangan itu muncul
berdasarkan perjanjian identitas asal kami harus dirahasiakan kepada makhluk
asli dimana kami ditugaskan. Karena memang organisasi perdamaian antar galaxy
ini adalah organisasi TOP SECRET yang hanya diketahui oleh para petinggi
disetiap planet yang berada di galaxy yang bekerjasama.
Selain itu, juga ketakutan bila kami memiliki hubungan
dengan makhluk asli dimana kami ditugaskan, rahasia organisasi akan terbongkar.
Namun setelah mengetahui asal-usul Chelsea, aku menjadi lega. Kami sama-sama
agent rahasia organisasi antar galaxy, itu berarti kami sama-sama mempunyai
kepentingan yang sama di planet bumi ini. Dan secara otomatis perjanjian kerahasiaan
identitas kami gugur, karena kami sama-sama agent rahasia. Dan semenjak sore
itu, aku semakin dekat dengan Chelsea. Akupun mengenalkan Tissa pada sahabatku
yang juga merupakan seorang agent rahasia sama sepertinya, Ajil. Namun ternyata
mereka juga sama-sama sudah saling kenal karena satu profesi pekerjaan,
berhubungan dengan hukum. Namun mereka juga belum mengetahui identitas asli
sebelum kuberi tahu. Ajil pun juga menjadi dekat dengan Tissa.
***
Sore itu, Bagas sudah berada didalam gerai kopi tersebut. Ia
tengah menikmati kopinya sambil memainkan smartphone’nya, hingga seseorag telah
berdiri disamping Bagas. Mengetahui siapa yang telah berdiri disampingnya,
Bagas pun berdiri dan menyiapkan serta mempersilahkan nya duduk.
“Tepat pukul 5 seperti biasa,” ujar Bagas sambil tersenyum.
“Apa kamu berharap aku datang lebih cepat?” goda sang lawan
bicara yang telah duduk dihadapannya yang tak lain adalah Chelsea.
“Bisa jadi,” jawab Bagas dengan tersenyum. Tiba-tiba mereka
terdiam mendengarkan lagu yang diputar di gerai kopi tersebut. Dan pipi mereka
pun menjadi memerah karena lagu tersebut.
I think that possibly, maybe I'm falling for you
Yes there's a chance that I've fallen quite hard over you.I think that possibly, maybe I'm falling for you
I've seen the paths that your eyes wander down
I want to come too
I think that possibly, maybe I'm falling for you
Through all of the shadowy corners of me
I never knew just what it was about this old coffee shop
All of the while I never knew
I never knew just what it was about this old coffee shop
I love so much
All of the while I never knew
I think that possibly, maybe I'm falling for you
I've seen the waters that make your eyes shine
Now I'm shining too
I've fallen quite hard over you
If I couldn't have you, I'd rather be alone
I never knew just what it was about this old coffee shop
All of the while I never knew
I never knew just what it was about this old coffee shop
I love so much
All of the while, I never knew
All of the while, all of the while,
it was you.
“Aku gak suka lagu ini,” gerutu Chelsea kemudian.
“Kenapa?” tanya Bagas yang pipinya masih memerah.
“Lagu itu kayak menyindir kita,” jawab Chelsea dengan
cemberut. Bagas yang mendengarnya malah tertawa.
“Kenapa kamu malah tertawa?” tanya Chelsea heran.
“Tentu saja, bukan kayak lagi, tapi lagu itu memang
menyindir kita,” ujar Bagas yang masih tertawa sambil mengusap rambut Chelsea.
“Serasa kita sedang disindir makhluk bumi, sepasang makhluk luar angkasa yang sedang jatuh cinta di bumi ya, jatuh cinta digerai kopi,” lanjut Bagas dengan senyuman hangatnya, membuat hati Chelsea tersentak kaget. Chelsea pun hanya tersenyum tanda mengiyakan. Mereka pun saling bartukar senyum dengan saling menatap yang penuh arti. Dan hanya kebahagiaan yang tergambar diraut wajah mereka.
-END-
NB:
Coment, comment... Waiting Your Commments Guys!
Gimana? Endingnya garing gak? Genre Fantasy pertama nih, bingung juga :D
Comments ya...
Hai ka bita. Salken ya, whoaa bagus bget ini. Makin lope sm chelgas da
ReplyDeleteHai +Magema Punya Karya, salam kenal juga ya :))
DeleteMakasih dah sempetin baca, dukung terus ChelGas yuk....