Saturday 20 September 2014

Princess Hours versi IC [chapter 4 part 3]



Attentions!!!
Bulan depan, alamat blog ini akan kuganti ya...
Bukan lagi "storyasong.blogspot.com". Untuk info lebih lanjut, silahkan simak pada facebook page-ku "Tsabita Reyna" dan juga twitterku, @bitaBee.




Josia masuk dengan buru-buru ke dalam klub malam itu. Dia mencari seseorang dan begitu melihat Bagas ada di atas, dia naik dengan terburu-buru. Begitu sampai, Josia langsung menarik kerah baju Bagas.

 

“Dasar brengsek. Dimana Chindai?!? Dimana kau menyembunyikan Chindai?” teriak Josia.

 

Fattah dan Difa kembali. Mereka melihat Josia berteriak kepada Bagas. Mereka mencoba melerai keduanya.

 

“Josia, jangan lakukan itu,” teriak Difa.

 

“Apa yang kamu lakukan?” balas Bagas berteriak.

 

“Jangan begitu, kamu akan menodai citramu,” ujar Fattah.

 

“Jangan ganggu kami,” bentak Josia kepada Fattah. Fattah dan Josia pun menyingkir. Bagas duduk diam di bangku sedangkan Josia bersandar di depannya dan mulai bicara.

 

“Bermain-main dengan perasaan orang, apa itu menyenangkan? Aku bertemu Chindai lebih dahulu daripada kau. Tapi aku masih memberikan Chindai padamu. Kupikir itu bisa membuatnya lebih bahagia. Tapi ternyata aku salah. Kau bukanlah seseorang yang bisa memberikan kebahagiaan. Kau hanya peduli pada dirimu sendiri. Hidup dibawah kemewahan sebagai seorang Putra Mahkota. Sesuatu seperti perasaan orang lain bukanlah hal yang penting, kan? ini benar-benar keterlaluan. Jika itu aku, setidaknya aku takkan melakukan hal itu, meninggalkan seseorang yang kucintai dan menikahi orang lain. Karena tindakan tak bertanggung jawab itu, Chindai lah yang terluka” ceramah Josia.

 

“Sepertinya kau lupa. Aku ini Putra Mahkota negara ini. Dibandingkan dengan orang-orang seperti kalian yang bicara tentang cinta setiap hari, yang aku punya hanyalah tanggung jawab,” ujar Bagas dengan dingin.

 

“Benarkah begitu? Di antara tanggung jawab yang kau miliki, kenapa kau memilih meninggalkan Chindai?” bentak Josia.

 

“Jika aku tak bisa bertanggung jawab sampai akhir, aku takkan memilih untuk melakukan hal itu. Itulah prinsipku. Sebagai seorang teman, ku sarankan padamu, akhiri disini sekarang juga,” balas Bagas. Dia menepuk pundak Josia dan turun ke bawah meninggalkan Josia.

 

*

 

Bagas ada di atas bukit dan termenung di dalam mobilnya. Dia menoleh ke samping dan memandangi suasana istana di malam hari. Bagas terlihat sedih dengan masalah yang menimpanya.

 

* Di keidaman P.Shilla

 

P.Shilla sedang minum teh berdua bersama Rafa.

 

“Chindai hilang,” ujar P.Shilla tiba-tiba.

 

“Seharusnya kita menyingkirkan Chindai terlebih dahulu. Tapi sepertinya ada seseorang yang mendahului kita,” lanjut p.Shilla.

 

“Berhenti menghasut Chindai. Dia sudah cukup tersakiti,” ujar Rafa tak suka arah pembicaraan ibunya.

 

“Luka itu akan sembuh seiring berlalunya waktu. Tapi seseorang akan menjadi lebih kuat setelah terluka,” jelas p.Shilla.

 

“Kita membutuhkan seseorang yang bisa menusuk Bagas secara langsung,” lanjut P.Shilla yang ditanggapi oleh Rafa dengan raut muka ketidak sukaan.

 

*Di kediaman Royal Couple

 

Larut malam, Bagas telah sampai dikediamannya dengan raut muka yang lesu. Chelsea yang ternyata memang sengaja menunggu kepulangan Bagas, langsung mengikuti Bagas dan terus saja bicara. Namun Bagas terus berlalu mencuekkan Chelsea.

 

“Bagaimana kau bisa jadi seperti ini? Aku sangat khawatir memikirkanmu. Kau pergi begitu saja dan tak menghubungiku. Jika kau lakukan sekali lagi, aku akan meninggalkanmu,” ujar Chelsea.

 

“Kembalilah kekamarmu. Ini sudah larut malam,” ucap Bagas sambil melangkah masuk kamarnya, meninggalkan Chelsea.

 

Chelsea mengejar Bagas dan masuk ke dalam kamar Bagas. Bagas sudah duduk termenung saat Chelsea masuk dan bicara. Tapi Chelsea bicara tak menghadap ke arah Bagas, melainkan bicara membelakangi Bagas sambil menatap foto Bagas yang berada dimeja tak jauh dari tempat Bagas duduk.

 

“Aku tahu kamu selalu menyimpan semuanya sendiri dan membuat dirimu terluka sendiri. Tapi aku juga terluka saat melihatmu seperti ini. Kita ini sepasang. Kenapa aku harus selalu jauh dari sisimu? Tak bisakah kau bersandar padaku sekali saja? Kenapa kau selalu terluka sendirian? Dasar bodoh!” ujar Chelsea kesal sambil membalikkan figura foto Bagas.

 

“Aku lelah. Jangan bicara apa-apa lagi,” ujar Bagas lemah. Dia beranjak dari tempat duduknya dan hendak menuju ke tempat tidurnya. Namun kemudian, kata-kata Chelsea menghentikan langkahnya.

 

“Aku sangat khawatir padamu. Dimana kau, apa yang kau lakukan, kelakuanmu yang keras kepala itu akan membuat masalah untukmu. Apa kau tahu betapa khawatirnya aku?!” bentak Chelsea. Dia ingin pergi meninggalkan Bagas. Tapi Bagas meraih lengan Chelsea, lalu memeluk tubuh Chelsea dengan erat.

 

“Argh, hei...a.. kenapa kau...” ujar Chelsea kesulitan dalam pelukan Bagas karena sulit bernafas.

 

“Jika aku tak lagi jadi Putra Mahkota lagi... tetaplah ada disisiku,” pinta Bagas dengan lembut. Chelsea mulai melunak, ia senang mendengar hal itu. Dia tersenyum dalam pelukan Bagas.

 

*

 

Pagi itu di istana, Chindai masuk untuk pertama kalinya ke dalam istana. Dia diantar seorang Dayang Istana, ia menuju ke sebuah tempat. Disana Dayang Queen Agni sudah menunggunya.

 

“Queen Agni meminta pertemuan ini dirahasiakan, jadi mohon maaf atas ketidak nyamanan ini,” ujar Dayang Queen Agni pada Chindai.

 

“Ya, aku mengerti,” jawab Chindai sopan.

 

“Mohon tunggu sebentar, Queen Agni akan segera tiba,” lanjut sang dayang sambil pamit pergi.

 

Dua orang dayang menyajikan teh untuk Chindai. Chindai hendak meminum tehnya. Tapi tiba-tiba dia melihat Queen Agni datang. Chindai pun mengurungkan niatnya untuk meminum tehnya.

 

Queen Agni tampil tanpa baju adat kebesarannya, Queen Agni mengenakan baju modern. Dia tersenyum dan mendekati Chindai. Queen Agni duduk di samping Chindai dan mulai bicara.

 

“Ku dengar kau seorang pemain biola?” tanya Queen Agni.

 

“Ya, Yang Mulia,” jawab Chindai.

 

“Ku dengar kau menolak lamaran Putra Mahkota karena ambisimu? Kupikir kau pasti gadis yang cerdas,” lanjut Queen Agni. Chindai mengiyakan pujian itu.

 

“Sebagai seorang wanita, aku bisa mengerti perasaanmu. Karena insiden ini, kau pasti juga khawatir. Dan karena ini, aku juga khawatir padamu,” ujar Queen Agni.

 

“Aku sungguh-sungguh minta maaf, Yang Mulia,” pinta Chindai.

 

“Dan juga, meskipun kau hidup di lingkungan yang sulit. Tapi kau tak menyerah begitu saja dengan mimpimu. Dan kau sangat fokus dengan permainan biolamu. Jika aku jadi seseorang yang memberimu dukungan untuk meraih mimpimu bagaimana?” tawar Queen Agni.

 

“Saya sangat berterimakasih. Tapi…”ujar Chindai terpotong.

 

“Untuk menjadi seorang pemain biola yang terkenal di seluruh dunia, kau butuh seseorang yang bisa mendukungmu. Untuk menciptakan lingkungan yang bisa mendukung agar kau bisa konsentrasi dengan bakatmu. Itulah yang kurasakan. Itu jalan terbaik untuk menciptakan seorang bintang. Keluarga Kerajaan juga mencari orang-orang berbakat sepertimu. Yang pantang menyerah dengan mimpi mereka dan juga memberi bantuan apapun yang mereka butuhkan. Putra Mahkota juga salah satu yang memberikan dukungan. Dia adalah seseorang yang akan menempati tahta di negeri ini. Apa kau mengerti maksudku?” tanya queen Agni penuh arti.

 

“Ya Yang Mulia,” jawab Chindai paham.

 

*

 

Beberapa saat kemudian, Dayang Queen Agni mengantar Chindai keluar dari istana. Baru saja keluar dari kediaman Queen agni,  Chindai bertemu dengan Chelsea. Keduanya sama-sama terkejut. Chelsea mengajak Chindai untuk bicara berdua dikediamannya.

 

“Aku tidak yakin apa yang akan aku tanyakan. Apa aku harus tanya, ‘bagaimana kabarmu?’ atau aku tanya,’apa kamu baik-baik saja?’,” tanya Chelsea dengan ragu. Chindai tersenyum simpul.

 

“Aku akan mengubur Bagas dalam hatiku. Tapi jika suatu saat nanti Bagas mau kembali padaku, aku akan menerimanya dengan senang hati,” ungkap Chindai. Chelsea hanya bisa menatap Chindai.

 

“Kita ini teman, bukankah kita harusnya berbagi kesedihan dan rasa sakit? Tapi… perlahan aku mulai menyadari bahwa kau adalah orang yang baik. Saat dia bersamaku, dia tak pernah mendapatkan kebahagiaan apapun,” ungkap Chindai.

 

“Dia bersamaku tidak hanya untuk kebahagiaan, tapi juga kenyamanan yang ia dapatkan...” ujar Chelsea lebih berani.

 

“Aku tahu,” ucap Chindai lemah.

 

“Jangan pernah lepaskan Bagas,” ujar  Chindai memandang Chelsea. Merekapun saling menatap untuk sesaat.

 

“Aku harus pergi,” pamit Chindai kemudian.

 

“Minumlah tehmu sebelum kau pergi,” saran Chelsea.

 

“Aku pamit. Terima kasih,” jawab Chindai.  Chindai pun melangkah keluar. Chelsea hanya bisa memandangi kepergian Chindai.

 

*Di kediaman Ibu suri

 

Ibu Suri, Queen Agni dan P.Shilla bicara bertiga.

 

“Banyak sekali masalah yang terjadi di istana akhir-akhir ini,” keluh Ibu suri.

 

“Maafkan saya, Yang Mulia. Ini semua salah saya karena tidak mendidik Putra Mahkota dengan benar,” ujar queen Agni.

 

“Yang terpenting adalah menjaga kesehatan Ibu Suri. Kesehatan Ibu Suri adalah keseimbangan di dalam keluarga kerajaan,” ujar P.Shilla mencari muka.

 

“Ya. Aku akan merima saranmu, dan aku akan lebih baik secepatnya,” ujar Ibu Suri berterima kasih pada P.Shilla. Queen Agni hanya memandang P.Shilla dengan pandangan tak sukanya.

 

“Kenapa kamu juga terlihat tak sehat?” tanya Ibu Suri kepada P.Shilla.

 

“Ini karena Raja punya keinginan kuat untuk menentukan kualitas seorang Putra Mahkota,” jawab Dayang Ibu Suri yang melayani Ibu Suri.

 

“Ini di mulai karena skandal yang ditimbulkan oleh Putra Mahkota. Terutama setelah skandal yang terjadi dengan Pangeran Rafa. Para tetua sangat marah. Dan kami sebagai seorang ibu hanya berusaha untuk mempertahankan putra masing-masing,” ujar P.Shilla.

 

“Maafkan aku, p.Shilla,” pinta Queen Agni pada P.Shilla.

 

“Aku, percaya pada Putra Mahkota. Putra Mahkota punya tanggung jawab yang besar dibandingkan dengan siapapun. Saat dia menempati posisinya, dia akan penuh dengan tanggung jawab,” ujar Ibu Suri. P.Shilla tak suka mendengar hal itu.

 

“Maafkan aku, Yang Mulia,” pinta Queen Agni apda ibu Suri Ira.

 

“Posisi sebagai seorang Raja, bukanlah ditentukan oleh orang-orang. Tapi itu adalah pilihan dari surga. Salah kalau masih harus membicarakan tentang posisi yang sudah ditentukan,” tambah Ibu Suri. P.Shilla memendam kekesalannya.

 

*

 

Queen Agni dan P.Shilla sama-sama keluar dari kediaman Ibu Suri.

 

“Tentang Chindai, kau bertindak cepat sekali, Queen Agni,” sindir P.Shilla ketika sudah berada diluar kediaman Ibu Suri.

 

“Ini adalah sesuatu yang akan mempengaruhi Putra Mahkota. Sebagai seorang Ibu, kenapa aku tak bisa melakukan hal itu?” jawab Queen Agni ketus.

 

“Itu sangat menyentuh, Queen Agni. Putra Mahkota punya reputasi yang buruk untuk keluarga kerajaan. Apa bisa dia menjadi seorang Raja yang perhatian pada rakyatnya?” sindir P.Shilla.

 

“Sepertinya P.Shilla terlalu meremehkan kekuatan dari sebuah kejujuran,” jawab Queen Agni. P.Shilla kesal mendengarnya.

 

*Di sebuah restoran

 

Chindai bertemu dengan P.Shilla kembali.

 

“Kamu terlihat belum sehat,” ujar P.Shilla. Chindai hanya diam saja.

 

“Aku dengar, kamu baru saja bertemu dengan Queen Agni?” tanya P.Shilla.

 

“Iya, guru,” jawab Chindai tegas.

 

“Chindai, apa kau tahu... Betapa menakutkannya keluarga kerajaan itu. Mereka bisa memahami apapun yang akan mendatangkan keuntungan bagi mereka. Aku sangat khawatir kalau kau akan terluka,” kompor P.Shilla.

 

“Karena berita yang tersebar luas itu, banyak orang yang akan terluka karenanya. Ini adalah saatnya untukku memperbaiki apa yang sudah kurusak,” ungkap Chindai.

 

“Chindai? Apa maksudmu? Kau akan lebih menderita kalau kau seperti itu. Aku akan membantumu. Tak peduli apakah aku harus melawan keluarga kerajaan atau siapapun, aku akan membantumu mengatasi semuanya. Kenapa kau menyerah begitu saja? Kenapa tak bisa mengorbankan sesuatu jika kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan? Kau harus punya keberanian. Kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan,” bujuk P.Shilla.

 

“Aku tak mau membuat pilihan yang lain lagi. Selama aku menunggu, baik itu mimpi ataupun cintaku, aku pasti akan mendapatkan semua itu suatu hari nanti. Terima kasih,” jawab Chindai. Chindai pamitan pergi dan P.Shilla jengkel mendengarnya.

 

*Diruangan sebuah hotel

 

Chindai ada di sebuah ruangan di hotel tempat Chindai menginap sepulangnya dari rumah sakit kemarin. Dia bersama seorang wartawan dan juga Dayang Queen Agni. Chindai sedang melakukan wawancara dengan wartawan tersebut.

 

“Ya. Bagas dan aku adalah teman kampus. Dan seperti rumor yang beredar, kami berkencan selama 2 tahun,” ungkap Chindai.

 

“Ku dengar Putra Mahkota melamarmu?” tanya wartawan.

 

“Ya, dia melamarku. Tapi aku menolaknya. Karena bagiku, mimpiku lebih berharga. Aku bukanlah wanita yang seperti di katakan oleh rumor yang beredar, ‘Seorang wanita yang ditinggalkan Putra Mahkota’. Aku yang memilih ini semua. Dan aku tak menyesali keputusanku,” ungkap Chindai.

 

“Apa ada hal lain yang ingin kau katakan?” tanya wartawan itu lagi.

 

“Ya. Sekarang ini aku hanya ingin menjadi Chindai, Sang Violinist,” jawab Chindai.

 

Wartawan itu meminta ijin untuk mengambil foto Chindai. Tapi Chindai tak ingin gambarnya di ekspos. Chindai pamitan pergi.

 

*Di Istana

 

Chelsea baru saja mendapatkan mobil baru yang merupakan hadian dari Mama’nya. Mama Ify merasa setelah Chelsea menikah, kehidupan keluarga mereka jadi lebih baik. Dan itu berkat Chelsea yang menjadi Putri Mahkota. Tapi keluarganya belum memberikan Chelsea apa-apa. Sehingga Mama Ify memberikan Chelsea sebuah mobil. Masalahnya adalah, Chelsea belum bisa mengendarainya.

 

*

 

Siang itu, Chelsea diajari menyetir oleh Bagas. Awalnya lancar. Tapi saat sampai di belokan, Chelsea menjadi gugup dan mengerem secara mendadak hingga membuat Bagas terbentur ke depan mobil. Bagas kesakitan dan tentu saja marah-marah karenanya. Chelsea bilang dia tak bermaksud seperti itu dan kemudian bertanya apa Bagas baik-baik saja.

 

Bagas mencoba menenangkan diri dan mulai mengajari Chelsea lagi. Tapi semuannya kacau. Chelsea bingung karena sepanjang perjalanan Bagas terus saja berteriak dan membentaknya. Bagas merasa takut saat melihat aksi ugal-ugalan Chelsea yang sembarangan itu. Bagas berteriak kalau dia ingin turun. Tapi Chelsea tak tahu bagaimana caranya menghentikan mobilnya.

 

*Di Istana

 

Rafa sedang termenung disuatu sudut ruangan di istana. Dayang Ibu Suri menemuinya sambil membawa sebuah nampan berisi makanan. Ternyata yang dibawa oleh Dayang Ibu Suri adalah Kue Gandus, kue Khas Palembang yang terbuat dari tepung  beras, santan kental, daun  pandan, dan garam dengan hiasan iris halus tangkai seledri, irisan cabe merah, bawang goreng serta ebi/udang kering yang membuat kue itu terlihat lebih menarik.

 

“Pangeran Rafa, ini dayang Ibu Suri,”

 

“A, apa kabar bibi?” sapa Rafa.

 

“Pangeran, apa Anda ingat dengan makanan yang saya bawa?” tanya Dayang Ibu Suri.

 

“Ketika Anda kecil, Anda selalu meminta saya untuk membuatkannya. Kue Gandus,” lanjut Dayang Ibu Suri.

 

“Aku ingat. Dan aku ingat bagaimana rasa kue ini yang bibi buat,” ujar Rafa dengan tersenyum.

 

“Aku membuat ini, setelah mengingat masa lalu Yang Mulia,” ujar Dayang Ibu Suri dengan gembira.

 

“Bibi,” ucap Rafa ragu.

 

“Iya, Yang Mulia,” jawab Dayang Ibu Suri.

 

“Bagaimana keadaan istana selama 15 tahun ini? Jika ayahku masih hidup, pasti keadaan istana sekarang ini berbeda, bukan? Jika ayahku tak meninggal, pasti posisiku dan Bagas tidak akan bertukar, bukan? Hal itu membuatku terus merenung menyesal,” ujar Rafa dengan sedih.

 

“Maafkan saya, Yang Mulia,” ujar Dayang Ibu Suri ikut sedih.

 

“Aku tak ingat kenangan apapun tentang ayahku. Tapi kenangan tentang wajahnya dan istana tua, selalu ada dalam pikiranku,” curah hati Rafa.

 

“Pangeran Rafa, Anda harus berbesar hati. Itu adalah sebuah masalah  yang mungkin tak bisa ditangani,” hibur Dayang Ibu Suri.

 

“Bibi... Apa aku pantas menjadi seorang Raja?” tanya Rafa dengan sedih.

 

“Pangeran, saya akan melakukan apapun dan memberikan apa saja yang saya miliki agar bisa membantu Pangeran mendapatkan posisi Anda kembali,” ujar Dayang Ibu Suri dengan sesungguh hati.

 

*Di kediaman Ibu Suri

 

Di istana dalam, Queen Agni duduk berdua bersama Rafa, Chelsea duduk dihadapan mereka bersama Bagas dan Ibu Suri duduk bersama P.Salma.

 

“Oh tidak! Aku merasa malu karena sama sekali tak ingat ulang tahun Pangeran Rafa,” ujar Queen Agni merasa bersalah.

 

“Tidak apa-apa, Yang Mulia Ratu. Jangan salah kan diri Anda. Saat tinggal di Inggris, aku sendiri juga sering lupa tentang hari ulang tahunku,” ujar P.Rafa.

 

“Apa yang harus aku lakukan, maafkan aku juga, Rafa,” ujar P.Salma.

 

“Sebagai nenek, aku juga minta maaf, Pangeran. Sebagai kompensanai, ada yang kau inginkan?” tanya Ibu Suri menawarkan.

 

“Aku ingin mengadakan pesta dengan teman-teman kampusku di sebuah tempat di luar kota yang tak terlalu jauh dari istana selama 2 hari 1 malam. Jika boleh, aku ingin agar Putra Mahkota dan Putri Mahkota juga ikut kesana. Dan beberapa teman juga sudah mau ikut. Tolong setujui hal ini,” pinta Rafa.

 

“Kelihatannya menyenangkan, tak ada alasan kita untuk tidak meneytujui bukan?” ujar P.Salma.

 

“Benar, tak ada alasan kita untuk melarangnya. Biarkan anak-anak menghirup udara segar. Tapi, dimana kamu akan mengadakan pesta?” tanya Ibu Suri.

 

“Ada seorang pejabat Kab. Oku Selatan yang meminjamkan villa kepada saya,” jawab P.Rafa.

 

“Ya, aku tahu tempat itu. Tempatnya bagus dan akan menghindari kejaran pers,” ujar Queen Agni.

 

“Terimakasih Ibu Suri dan Queen Agni atas ijin dan perhatiannya,” ujar Rafa. Rafa memandangi Chelsea dan tersenyum manis. Chelsea tersenyum, tapi kemudian senyumnya hilang saat memandangi suaminya yang hanya diam saja.

 

*Diruangan sebuah restoran

 

P.Shilla bertemu dengan Editor Sion, teman dekat ayah Rafa yang mempunyai perusahaan penerbitan.

 

“Ratu sudah mengetahui sepak terjang kita,” ujar P.Shilla.

 

“Bagaimana mungkin kita bisa ketahuan?” tanya editor Sion dengan panik.

 

“Jangan meremehkan kemampuan badan intelejen kerajaan,” jawab P.Shilla dengan santai.

 

“Lalu, apa yang harus saya lakukan sekarang?” tanya editor Sion kembali.

 

“Pergilah, tinggalkan Palembang. Dan bila perlu, pergilah ke luar negri,” ujar P.Shilla dengan dingin.

 

“Apa yang Anda maksud, Putri?” Editor Sion tak mengerti maksud P.Shilla.

 

“Kalau Queen Agni sudah mulai penyelidikan lebih dalam, akan jadi masalah kalau kemudian Queen Agni menemukan aku. Jadi, kita harus melakukan hal ini. Setidaknya ini adalah langkah yang bisa menyelamatkan salah satu dari kita,” P.Shilla menjelaskan.

 

“Tidak mungkin mereka bisa menemukan saya. Saya sudah melakukan banyak hal.  Lagi pula, kalau saya tak ada disini, siapa yang akan membantu Anda?” tanya editor Sion dengan khawatir.

 

“Untuk seseorang yang tak bisa menjaga identitasnya sendiri, bagaimana orang itu bisa membantuku? Aku sama sekali tak menerima kesalahan kecil,” tegas P.Shilla.

 

“Yang Mulia, bagaiman anda bisa melakukan ini pada saya? Saya tidak bisa pergi,” ngotot editor Sion.

 

“Aku melakukan semua ini, karena hubungan baik di masa lalu dengan ayah Rafa. Dan sekarang, semuanya sudah berakhir,” ujar P.Shilla dengan dingin, lalu pergi begitu saja.

 

*Di kediaman Queen Agni

 

Sekertaris Istana sedang melapor kepada Queen Agni.

 

“Editor Sion, teman dari mendiang Putra Mahkota, sudah pergi keluar negri, Yang Mulia,” lapor Sekertaris Istana.

 

“Apa Sekertaris Istana sudah mengecek pergerakannya?” tanya P.Agni kemudian.

 

“Hanya itu saja yang saya dapatkan, Yang Mulia,” jawab Sekertaris istana.

 

“Mulai sekarang kita harus hati-hati dan mempersiapkan sebuah rencana. Biasanya akan ada badai yang tiba-tiba muncul saat suasana tenang,” ujar Queen Agni.

 

*Di gedung perpustakaan tua

 

King Cakka naik ke lantai dua perpustakaan tua yang juga sering didatangi P.Rafa bersama CP Chelsea tersebut. Dia mengamati sekitar tempat itu dan kaget saat melihat P.Shilla juga ada disitu. Raja menghampiri dan ternyata itu hanya bayangan P.Shilla saja. Raja mendesah karenanya. Raja berbalik hendak kembali lagi. Tapi sekarang, dia melihat P.Shilla yang asli. King Cakka ingin keluar. Tapi tangan King Cakka di tahan oleh P.Shilla.

 

“Ruangan ini, sudah banyak berubah kan? Waktu sudah lama sekali berlalu. Ini adalah tempat kita berdua berbagi kenangan. Suatu saat, Rafa ku pernah bermain disini saat dia masih menjadi seorang cucu keluarga kerajaan. Sekarang tak mungkin semua itu kembali kan?” ujar P.Shilla. King Cakka hanya diam. Kemudian melangkah pergi dan turun meninggalkan gedung tersebut.

 

*

 

Hari ulang tahun Rafa pun tiba. Mereka semua akan diantar oleh mobil kerajaan untuk sampai ke villa yang dituju. Dan ternyata yang diundang oleh Rafa hanya teman-teman Chelsea (Angel, Marsha, Novi) dan teman-teman Bagas (Difa, Josia, Fattah) serta Chindai.

 

“Ndai, kau bisa menolaknya jika kau tak ingin pergi,” ujar Josia saat menjemput Chindai dirumahnya.

 

“Tidak. Aku ingin pergi. Aku tak bisa bicara dengan baik dengan teman-temanku sejak insiden itu. Sekarang, aku hanya ingin hidup sama dengan orang-orang lainnya tanpa jadi tudingan orang,” jawab Chindai.

 

“Baiklah. Lakukanlah apa yang kau inginkan,” ujar Josia kemudian.

 

Mereka berkumpul di dalam villa. Chelsea ingin sekamar dengan ketiga temannya. Rafa bilang, di villa itu dalam satu kamar hanya ada 3 tempat tidur. Jadi teman-teman Chelsea memutuskan untuk tidur bertiga tanpa Chelsea. Chelsea bisa tidur bersama suaminya. Awalnya Chelsea tak mau. Tapi tak ada pilihan lain. Suaminya juga ada disitu, jadi kenapa dia harus tidur dengan teman-temannya. Bagas memandang Chelsea dengan grogi. Begitu pula Chelsea.

 

Ketiga teman Bagas juga hendak tidur sekamar. Teman-teman Chelsea sudah mulai menuju ke kamarnya. Josia menghampiri Chindai dan membawakan barang-barang Chindai ke kamarnya. Bagas memandangi kepergian Chindai dan ketiga temannya. Hanya tinggal Bagas, Rafa dan Chelsea yang belum menuju ke kamar. Bagas langsung membawa Chelsea pergi ke kamarnya dengan paksa dan agak marah melihat Chelsea yang terus saja memandangi Rafa. Rafa hanya bisa menatap kepergian mereka berdua dengan sedih.

 

*Didalam kamar Royal Couple

 

Chelsea melihat-lihat isi kamar tersebut dengan gembira. Setelah Bagas meletakkan barang-barang mereka, Bagas duduk di kursi dekat tempat tidur. Chelsea pun ikut duduk diatas tempat tidur berhadapan dengan Bagas.

 

“Aku merasa aneh ketika harus berbagi ruangan bersama mu,” ujar Chelsea.

 

“Kenapa merasa aneh? Bukankah ini bukan untuk pertama kalinya kita tidur dalam satu kamar?” ujar Bagas.

 

“Benar, tapi ini sedikit aneh karena aku datang bersama teman-temanku. Aku ingin sekali berada sekamar dengan teman-temanku,” keluh Chelsea.

 

“Kamu tak suka sekamar dengan suamimu sendiri? Yaudah, kamu bisa pergi ke kamar yang  lain,” ungkap Bagas sedikit kesal.

 

“Bukan itu maksudku, hanya saja hal yang buruk akan terjadi kalau kita tidur dalam satu kamar, bukan?” ujar Chelsea.

 

“Hal buruk?” ulang Bagas.

 

“Seperti saat ada di rumah ku. Dan juga saat kita menghabiskan malam pertama. Aku tak tahu apa yang akan kau lakukan padaku,” ujar Chelsea grogi.

 

“Hei, bila orang lain mendengar ini, mereka pikir aku ini orang yang jahat,” ujar Bagas dengan kesal.

 

“Tentu saja, kau ini memang jahat,” ledek Chelsea.

 

“Apa?” teriak Bagas.

 

“Siapa yang meminta mu menciumku dengan paksa seperti itu waktu itu?” ujar Chelsea.

 

“Hei... kau juga tak rugi apa-apa,” bela Bagas.

 

“Lalu, kenapa kamu tak menolaknya waktu itu?” lanjutnya.

 

“Hah?” ujar Chelsea salah tingkah.

 

“Sudahlah, ayo cepat ganti baju. Mungkin yang lain sudah menunggu kita,” ujar Bagas mengalihkan pembicaraan.

 

“Hemh... Disini? Bersama?” ujar Chelsea salah tingkah.

 

“Kenapa? Ha... kau masih malu dihadapanku?” goda Bagas.

 

“Baiklah, ayo kita ganti baju bersama!” tantang Chelsea sambil membuka kancing bajunya. Begitu pula Bagas yang mulai membuka cardigannya. Chelsea seperti menantang akan melepas baju dihadapan Bagas. Gantian Bagas yang salah tingkah dan menutup matanya seketika karenanya.

 

“Hei, kenapa kau tiba-tiba menutup matamu? Kau…Jangan lihat. Jika kau membuka matamu saat aku telanjang, berarti kau memang benar-benar orang jahat!” ancam Chelsea.

 

“Oke. Baiklah. Aku tahu,” jawab Bagas masih menutup matanya. Tanpa Bagas tahu, Chelsea pergi sambil membawa tasnya dan pergi ke balik tembok sambil terus menggoda Bagas agar jangan mengintip. Chelsea senyum-senyum di balik tembok sambil meninggalkan sebuah catatan untuk Bagas, lalu pergi.

 

Bagas sudah tak tahan dan ingin membuka matanya. Lalu kemudian Bagas membuka matanya dan melihat sekelilingnya. Chelsea sudah tak ada di situ. Kemudian ada catatan tergeletak dibawah kakinya. Catatan itu bertuliskan, “Kau itu sedang lihat apa?”. Bagas tertawa sendiri membacanya. Disitu ada foto kepala seorang tokoh kartun yang bawahnya digambari sendiri oleh Chelsea.

 

*

 

Chindai termenung sendirian. Bagas dan Chelsea keluar dari kamar mereka sambil bercanda. Chindai melihat mereka berdua. Teman-teman mereka yang lain yang sebelumnya sibuk memasak ditaman (barbeque) pun melihat kedatangan mereka.

 

“Kenapa kalian lama sekali?” tanya Novi.

 

“Chelsea pasti senang sekali,” ujar Angel mengoda. Chelsea dan Bagas jadi salah tingkah karenanya. Chelsea mengalihkan perhatian dan berkata kalau dia lapar sekali.

 

*

 

Selesai memanggang daging, mereka makan bersama.

 

“Kenapa suamimu makan sedikit sekali?” tanya Angel kepada Chelsea ayng duduk disampingnya.

 

“Dia hanya malu-malu, tapi sebenarnya dia mau,” jawab Chelsea bercanda.

 

“Kenapa kau tidak makan?” tanya Chelsea pada Bagas yang duduk di sebelahnya.

 

“Aku tak suka baunya,” jawab Bagas yang tak suka bau daging bakar.

 

“Jangan pilih-pilih makanan. Tidak kah kamu suka makan salad? Cobalah memakan dagingnya dengan selada,” saran Chelsea sambil membungkuskan daging tersebut dengan selada. Chelsea menyerahkan daging yang sudah diselimuti selada tersebut. Awalnya Bagas menolaknya, namun kemudian Chelsea memaksanya dengan menyuapinya. Bagas pun mau memakannya.

 

Chindai menatap dengan kecewa. Rafa juga merasa iri. Sementara yang lainnya, menyoraki kedua pasangan itu.

 

“Bagas banyak sekali berubah. Dia jadi lebih dewasa,” komentar Josia.

 

“Laki-laki bisa juga jadi terpengaruh karena kebiasaannya bersama seorang wanita seperti dirinya. Dan ini karena Agatha Chelsea,” ujar Chelsea menyombongkan diri. Bagas tak terima, ia menyenggol lengan Chelsea dengan raut muka sok kesal, Chelsea malah mencubit pipi Bagas yang masih penuh dengan makanan.

 

*

 

Chindai sedang termenung sambil menatap pemandangan di jendela kaca. Rafa datang dan menghampirinya. Chindai tersenyum memandangi Rafa.

 

“Terimakasih karena sudah mengundangku,” ucap Chindai.

 

“Bukankah kita teman,” jawab Rafa.

 

“Aku takut karena aku, semua orang jadi merasa tak nyaman. Hanya itu yang kupikirkan,” ungkap Chindai.

 

“Apa kau benar-benar lelah?” tanya Rafa.

 

“Aku pikir aku lelah dan lebih baik kalau aku berhenti. Jadi, mungkin aku telah membuat kekacauan setiap hari dan aku menyesalinya. Tapi kurasa aku melakukan hal yang benar. Bisa ku katakan, Bagas sangat menyukai Chelsea sekarang,” jawab Chindai.

 

“Orang biasa mengatakan, ada cinta yang mulai muncul di antara mereka,” ucap Rafa.

 

“Raf, bicara tentang cinta, bukankah butuh dua orang untuk membentuk cinta itu?” tanya Chindai. Rafa hanya diam saja. Tiba-tiba Chindai batuk-batuk. Rafa menanyakan keadaan Chindai. Chindai bilang dia tak apa-apa.

 

*Di Istana

 

Ibu Suri sedang berbicara bertiga dengan Queen Agni dan P.Shilla.

 

“Pernikahan Putra Mahkota sudah dilaksanakan. Sejak P.Shilla dan Rafa kembali ke Palembang, suasana istana jadi lebih meriah. Sekarang giliran P.Rafa yang harus menikah dan menambah jumlah keluarga istana lagi. Kerajaan belum memiliki pewaris lagi. Saat P.Rafa menikah, CP Bagas dan P.Rafa harus melahirkan pewaris kerajaan sebanyak mungkin,” ujar Ibu Suri.

 

“Kalau bicara tentang hal ini, aku melihat kalau CP Chelsea dan P.Rafa begitu dekat. Apa mereka berdua telah kenal dalam waktu yang begitu lama?” tanya Ibu Suri. P.Shilla hanya bisa diam saja.

 

“Mereka berdua adalah teman sekelas. Jadi wajar kalau mereka sangat akrab, Yang Mulia,” Queen agni memberi alasan.

 

“Saat pertama kali P.Rafa datang ke sini, CP Chelsea sudah banyak membantu P.Rafa,” P.Shilla menambahkan. Ibu Suri mengangguk-angguk mengerti.

 

“Jadi begitu alasannya kenapa mereka berdua bisa dekat,” ujar Ibu Suri mengerti.

 

“Tapi sepertinya mereka berdua begitu dekat. Apa Putra Mahkota tak cemburu melihatnya?” tanya Ibu Suri kemudian.

 

“Yang Mulia, meskipun Putra Mahkota masih sangat muda, tapi pemikirannya terbuka,” jawab Queen Agni. Ibu Suri tertawa mendengarnya.

 

“Iya, aku tahu. Aku hanya bercanda,” ujar Ibu suri. P.Shilla tak suka mendengar hal itu.

 

“Bagaimanapun juga, keluarga kerajaan belum pernah seharmonis ini, kan?” ucap Ibu Suri masih tertawa. Queen Agni tersenyum senang mendengarnya. P.Shilla hanya bisa memendam kekesalannya.

 

*

 

P.Shilla keluar dari kediaman Ibu Suri. P.Shilla berhenti saat bertemu dengan Sekertaris Istana. Sekertaris Istana memberi hormat pada P.Shilla.

 

“Ngomong-ngomong, Sekertaris istana… Saat mendiang Putra Mahkota (ayah Rafa) masih hidup, bukankah kau yang selalu menunggui mendiang Putra mahkota. Tapi kenapa kau sekarang malah melayani Pangeran Bagas? Jadi sebenarnya standar kesetiaan seorang Sekertaris Istana itu berdasarkan atas apa?” sindir P.Shilla.

 

“Tugas seorang Sekertaris istana itu bukan menunggu seseorang tapi melihat posisinya. Setelah kematian mendiang Putra Mahkota, tugas saya juga berubah. Sekarang saya hanya memberikan kesetiaan pada Putra Mahkota,” jawab Sekertaris Istana dengan tegas.

 

“Jadi begitu. Jadi, jika Putra Mahkota-nya adalah Ayah Rafa, kau juga akan kembali melayani Pangeran Rafa lagi? Aku hanya ingin bicara. Baiklah kalau begitu…” tanya P.Shilla.

 

“Kalau begitu, saya juga mempunyai sesuatu yang ingin saya katakan pada anda, Yang Mulia. Haruskah saya mengatakannya?” tanya Sekertaris Istana. P.Shilla meminta Sekertaris Istana untuk mengatakannya.

 

“Akhir-akhir ini, Pangeran Rafa sering sekali keluar masuk Perpustakaan Tua. Apakah mungkin Pangeran Rafa mengetahui insiden itu, Yang Mulia?” tanya Sekertaris Istana. P.Shilla terkejut mendengarnya. Tapi dia mencoba mengendalikan diri.

 

“Apa? Rafa? Itu tak mungkin,” jawab P.Shilla.

 

“Itu juga yang saya harapkan, Yang Mulia. Akan lebih baik kalau anak-anak tak tahu tentang apa yang terjadi dengan orangtua mereka. Kalau begitu, saya pamit dulu,” ucap Sekertaris Istana. P.Shilla hanya bisa memandangi Sekertaris Istana dengan memendam kejengkelannya.

 

*

 

Tetua kerajaan sedang bersidang. Mereka berdebat tentang siapa yang berhak dan pantas untuk menjadi seorang Putra Mahkota yang akan menggantikan King Cakka kalau King Cakka mundur dari posisinya. Ada yang berpendapat kalau CP Bagas masih pantas, tapi banyak juga yang mendukung agar posisi Putra Mahkota Bagas diganti dengan P.Rafa karena Bagas akhir-akhir ini hanya membuat malu keluarga kerajaan saja.

 

*Diruang kerja King Cakka

 

King Cakka sedang berdua bersama dengan Sekertaris Istana.

 

“Apakah CP Bagas, CP Chelsea dan juga P.Rafa sudah selamat tiba di Villa?” tanya King Cakka.

 

“Mereka semua selamat tiba disana, yang Mulia,” jawab Sekertaris istana.

 

“Aku merasa buruk karena lupa akan hari ulang tahun P.Rafa. Untungnya Putra mahkota dan Istrinya menemaninya untuk merayakan ulangtahunnya. Itu melegakan untukku,” ungkap king Cakka.

 

“Yang Mulia, ada kabar yang beredar di luar istana,” ucap Sekertaris Istana.

 

“Katakan saja,” King Cakka mempersilahkan.

 

“Maaf Yang Mulia. Dari rumor yang beredar dimasyarakat, posisi Pangeran Rafa jadi semakin meningkat dimata mereka. Mereka bahkan berkata kalau mereka ingin posisi Putra Mahkota diganti dengan P.Rafa” ujar Sekertaris Istana.

 

“Melihat apa yang terjadi akhir-akhir ini, pantas kalau mereka berpikir seperti itu. Itu bukan hal yang mengejutkan,” ujar King Cakka.

 

“Yang Mulia, bukankah kita harus meredam itu semua? Semakin hari, berita itu semakin menakutkan,” saran Sekertaris Istana kemudian.

 

“Sekertaris Istana,” ujar Raja.

 

“Ya, Yang Mulia,” jawab Sekertaris Istana.

 

“Sejujurnya, aku juga merasa kalau Pangeran Rafa lebih pantas untuk jadi seorang Pangeran yang akan jadi Raja berikutnya,” ungkap Raja. Sekertaris Istana memandangi Raja seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya.

 

“Yang Mulia, tak seharusnya anda berkata seperti itu,” ujar Sekertaris Istana.

 

“Aku tahu. Tapi setelah kuamati peristiwa yang akhir-akhir ini terjadi, aku selalu berpikir seperti itu,” ujar Raja.


---TBC---

Nahlo, King Cakka aja setuju kalau yang menggantikannya sebagai Raja adalah P.Rafa.
Terus gimana nasib CP Bagas dab pernikahannya dengan Chelsea ya?

Spoiler Chap.4 part 4

“HEI! Handycam itu!!! Aaaaaa~” teriak Bagas. Tapi terlambat. Video itu sudah sampai ke adegan dimana Bagas mencium pipi Chelsea di atas tempat tidur dengan mesra. Chelsea malu karena rekamannya tak sesuai yang ada di bayangannya karena sudah dihapus oleh Bagas. Chelsea berusaha menutupi layar TV, tapi semua yang ada sudah terlanjur melihat adegan romantis itu.
---

NB: Gak papa ya, semisal alamat blog ini aku ganti??
Komentar dan saran untuk alamat blog baru dong...
Komentar dan saran untuk cerita part ini ya. Terimakasih :)

No comments:

Post a Comment