Matahari sudah akan tenggelam, namun cuaca
masih terasa panas di pusat kota. Bagas Rahman, seorang angota bem disebuah universitas swasta mengendarai
mobilnya dengan pelan dijalanan yang macet itu. Tiba-tiba, seperti ada yang
menabrak mobilnya dari belakang. Bagas kaget dan terlihat marah.
“Ahh, apa-apan lagi ini? Jalanan udah
macet, apa gak bisa nyetir ya mobil belakang?” gerutu Bagas yang masih kaget
sekaligus emosi.
Bagas pun keluar dari mobilnya dan melihat
body belakang mobilnya. Benar saja, mobil dibelakangnya memang menabrak mobil
Bagas dari belakang. Tidak begitu serius, namun body belakang mobil Bagas
banyak goresannya dan sedikit penyok. Bagas pun mendatangi pengemudi mobil
dibelakangnya yang sudah keluar dari mobilnya juga.
“A, maaf, maaf. Saya benar-benar tidak
sengaja. Maaf, saya akan mengganti semua kerusakannya tanpa melibatkan pihak
asuransi,” ucap sang pengemudi mobil belakang Bagas yang terlihat takut dan
cemas.
“Waduh, cewek cantik lagi. Tapi ini juga
lumayan kalau benerin sendiri,” batin Bagas.
“Emm, baiklah. Ada kartu nama? Aku akan
menghubungimu ketika mobilnya sudah aku bawa ke bengkel,” jawab Bagas berpikir
sejenak.
“Ini,” kata sang wanita sambil memberika
kartu namanya yang langsung Bagas terima.
“Tapi, apa kamu sekarang ada waktu? Aku
mempunyai kenalan yang punya bengkel mobil. Mungkin sekarang kamu bisa
mengikutiku untuk memperbaiki disana,” lanjutnya.
“O, namanya Tissa,” batin Bagas setelah membaca kartu nama yang ia pegang.
Suara klakson pun semakin menjadi karena
mereka berbicara ditengah kemacetan.
“Baiklah, selepas dari kemacetan ini, kamu
salip aku dan aku akan mengikutimu,” jawab Bagas.
“Ya, didepan ada perempatan, kita belok
kiri. Bisanya dari sana sudah tidak macet, kamu tinggal mengikutiku,” ujar
Tissa sambil berlalu masuk kedalam mobilnya. Begitu juga Bagas, berlalu menuju
mobilnya yang berada didepan mobil Tissa.
Selepas dari perempatan pun, Tissa menyalip
Bagas. Bagas mengikuti mobil Tissa yang melaju tidak terlalu kencang. Mereka
pun sampai pada sebuah bengkel mobil. Tissa keluar dari mobilnya dan
menghampiri Bagas yang juga sudah keluar dari mobilnya.
“Tunggu disini sebentar ya,” ujar Tissa
yang hanya dibalas anggukan oleh Bagas.
Tissa pun masuk kedalam kantor bengkel
tersebut. Tidak berapa lama, Tissa sudah keluar bersama seorang pria yang
terlihat sepantaran dengan Bagas. Tissa bersama pria tersebut menghampiri Bagas.
“Ini mobilnya kak,” ujar Tissa sambil
menunjukkan kerusakan pada mobil Bagas.
“Oh ya, ini kakak sepupu aku, Karel. Yang
punya bengkel ini,” Tissa mengenalkan pria yang bersamanya.
“Oh, Bagas,” balas Bagas sambil menjabat
tangan Karel.
“Kita juga malah belum kenalan, aku Tissa,”
potong Tissa sambil menjulurkan tangannya. Bagas pun menjabat dan mereka
berkenalan.
“Ini gak serius-serius banget kok
kerusakannya. Tapi bengkelku lagi rame nih, Tis... Gimana?” tanya Karel pada
Tissa.
“Ngantri berapa hari kak?” balik tanya
Tissa.
“Ya, paling cepet nginep 2 malam nih.
Banyak mobil yang ngantri di modif nih,” jelas Karel.
“Gimana Gas? Keburu gak kamu?” tanya Tissa
pada Bagas.
“Emh, ya udah deh. Gak papa,” jawab Bagas
rada gak ikhlas.
“Beneran Gas? Ya kalau kamu mau pergi
kemana, hubungi aku dan mau aku anter, gak papa sampai mobil kamu balik. Aku
juga lagi gak sibuk kok," tawar Tissa pada Bagas.
“Kamu kan emang selalu gak sibuk Tis,”
celoteh karel.
“Ah kakak,” keluh Tissa.
Akhirnya Tissa dan Bagas pun berpamitan
kepada Karel, dan Tissa mengantar Bagas pulang.
“Maaf ya, aku tadi benar-benar tidak
sengaja. Aku terbiasa menggunakan kemudi di kanan. Aku baru pulang ke Indonesia
soalnya,” ujar Tissa sambil mengendarai mobilnya.
“O, lagi pulang liburan ya? Kuliah dimana?”
tanya Bagas yang duduk disamping Tissa.
“Iya, liburan musim panas nih. UCLA,
semester awal. Kamu?” jawab Tissa singkat.
“Jauh juga ya,” ujar Bagas singkat.
“Aku semester 6 di *** (nyebut
universitas)” jawab Bagas.
Masih diperjalanan, mereka melanjutkan
obrolannya. Dari cerita kehidupan Tissa di Amerika, juga tentang kuliahnya. Tak
lupa Bagas juga memberikan nomer teleponnya kepada Tissa. Dan mereka sekarang
terlihat lebih akrab.
Sampailah mereka didepan rumah Bagas. Bagas
mempersilahkan Tissa untuk mampir. Tapi Tissa menolak karena sudah malam.
Pagi harinya, Bagas bingung akan
menghubungi Tissa atau tidak. Pagi itu, walau sedang masa liburan kuliah, namun
Bagas harus kekampusnya untuk mempersiapkan OSPEK bagi mahasiswa baru karena ia
adalah anggota BEM.
“Hubungin gak ya? Tapi gengsi ah, masak
suruh nganterin cewek. Tapi dia yang nawarin duluan juga,” batin Bagas sambil
melihat samrtphone’nya juga kartu nama Tissa.
“Cantik juga sih dia,” batin Bagas sambil
tersenyum.
“Enggaklah, naik taksi aja,” putus Bagas
sambil mengambil tasnya.
Tiba-tiba smartpone’nya berdering. Sebuah
telephone masuk dengan nomor baru. Belum jadi Bagas keluar kamar, Bagas pun
mengangkat telepon tersebut.
“Halo, ini Bagas?” suara seorang wanita
diseberang telepone.
“Iya benar, ini siapa ya?” tanya Bagas.
“Ah, kamu lupa dengan suaraku Gas? Ini aku
Tissa, yang semalam menabrak mobil kamu,” jawab wanita tersebut yang ternyata
Tissa.
“A, Tissa?!” jawab Bagas yang terkejut tak
menyangka Tissa akan menghubunginya terlebih dulu.
“Iya, Tissa. Btw, lagi ngapain Gas? Hari
ini ada acara?” tanya Tissa kemudian.
“A, ya. Hari ini aku ada acara dikampus.
Biasalah, urusan BEM. Ini masih siap-siap mau berangkat, ” jawab Bagas yang
masih sedikit kaget.
“Jam berapa mau berangkat? Aku jemput ya,”
tawar Tissa.
“Gak, gak usah. Gak perlu repot-repot,”
jawab Bagas cepat.
“Enggak kok. Kan aku juga yang salah nabrak
mobil kamu,” jawab Tissa.
“Iya, gak papa kok. Aku bisa naik taksi,
ato pake mobil Papaku,” jawab Bagas sekenanya.
“Udah gak papa, sekarang aku menuju rumahmu
ya,” paksa Tissa. Dan Bagas hanya bisa pasrah.
Tissa pun sudah sampai rumah Bagas. Bagas
yang sudah menunggu didepan rumah, langsung masuk kedalam mobil Tissa. Bagas
sempat menawarkan diri untuk dia saja yang membawa mobilnya, namun Tissa
menolaknya.
Sepanjang perjalanan pun mereka mengobrol
yang membuat mereka semakin akrab.
Hingga sore hari, Bagas baru akan pulang
dari kampus. Ia berniat nebeng temennya untuk pulang, dan dengan sengaja walau
Tissa tadi menyuruhnya untuk menghubungi kalau akan pulang, namun Bagas tidak
menghubungi Tissa. Disaat Bagas akan pulang, Tissa menghubungi Bagas.
“Halo Gas, udah mau pulang kah?” tanya
Tissa.
“Em, iya,” jawab Bagas singkat sambil.
“Ya udah, aku jemput kamu ya?” tawar Tissa.
“Eh, ga usah. Ini aku bareng temen mau
mampir makan dulu,” jawab bagas cepat.
“Oh, yaudah. Hati-hati ya,” jawab Tissa
kecewa.
Bagas pun bersama teman-temannya, Difa,
Josia, Fattah, Rafli, mampir kesebuah mall untuk makan bersama. Disaat tengah
makan, tak disangka, Bagas bertemu dengan orang yang dikenalnya. Ya, Tissa.
Tissa yang ahnay sendirian pun, menghampiri Bagas yang sedang makan bersama
teman-temannya.
“Bagas,” sapa Tissa berdiri disamping
Bagas.
“Eh, kamu. Kok disini?” ujar Bagas kaget sambil
akan menelan makannya.
“Eh iya, kebetulan banget ya,” jawab Tissa
sambil tersenyum.
“Sama siapa kesini?” tanya Bagas basa-basi.
“Suruh duduk dulu kali Gas,” potong Difa.
"Iya, kenalin ke kita juga,” lanjut Josia.
“Oh ya, duduk sini,” tawar Bagas sambil
menarik kursi disampingnya dan mempersilahkan Tissa untuk duduk.
“Beneran nih gak papa?” basa-basi Tissa
namun terus duduk dikursi tersebut.
“Aku sendiri, akunya belum ada temen nih
disini. Maklumlah, baru beberapa hari balik kesini,” jelas Tissa.
“Kenalin aku Josia,” kenal Josia sambil
mengulurkan tangannya.
“Tissa,” jawab Tissa sambil menjabat ke
tangan Josia, lalu Difa, Rafli dan Fattah.
“Temen Bagas?” tanya Rafli.
“Tidak juga,” jawab Tissa malu-malu.
“Lalu?” lanjut Fattah. Bagas hanya diam
saja sambil melanjutkan makannya.
“Sudah tahukan mobil Bagas ada dibengkel?
Nah, itu karena aku,” ungkap Tissa sambil tersenyum kecut.
“Kamu... yang nabrak mobil Bagas?” Josia
terkejut.
“Iya,” jawab Tissa singkat.
“Cantik juga dia Gas,” bisik Rafli pada
Bagas yang duduk disamping Bagas.
“Kaya’ bidadari yang turun dari langit,”
timpal Fattah pelan yang berada disamping rafli.
“Hush~” balas Bagas pelan.
Tissa yang mendengarnya samar, ikut
tersenyum tipis melihat kearah Bagas.
Setelah Tissa ikut bergabung dan juga
makan, mereka pun hendak pulang.
Tissa menawarkan untuk mengantar Bagas. Bagas
menolaknya.
“Gak perlu repot-repot Tis, aku bareng
Josia aja,” tolak Bagas.
“Malem ini gue mau tidur ditempat Difa aja,
loe bareng Tissa aja deh Gas,” jawab Josia.
“Iya, loe bareng Tissa aja,” dukung Rafli.
“Iya loe, cepet pulang aja. Dicariin
mama’mu ntar...” ejek Fattah disambut tawa yang lain.
“Ya udah Gas, yuk kita pulang,” ajak Tissa
sambil pamit pada yang lain.
“Ah kalian,” ujar Bagas sambil melotot pada
teman-temannya, kemudian Bagas pun mengikuti Tissa.
**
Hari kedua
Masih sama, Tissa memaksa mengantar Bagas
kekampusnya. Bagas hanya sebentar berada dikampusnya. Tissa pun memutuskan
untuk menunggu Bagas dengan berkeliling kampus Bagas. Sebelum jam 12, Bagas
sudah keluar dari kampusnya. Awalnya Bagas tidak ingin menghubungi Tissa. Namun
karena Bagas masih melihat mobil Tissa terpakir didepan kampusnya, Bagas pun
menghubungi Tissa.
Tissa mengajak Bagas untuk lunch bareng.
Awalnya Bagas tidak mau, tapi Tissa memaksa. Mereka pun lunch bareng disebuah
restoran. Karena Bagas juga tidak adayang akan dilakukan setelah sampai rumah,
Tissa memaksa Bagas untuk menemaninya jalan-jalan. Dengan ogah-ogahan, Bagas
pun mengiyakan.
Bagas dan Tissa kini tengah berada didalam
sebuah teater bioskop. Mereka sedang menonton film yang ber-genre horror. Sudah
barang tentu, Tissa teriak ketakutan dan merangkul lengan Bagas dengan erat.
Bagas ingin melepaskan, namun pegangan Tissa terlalu erat.
“Aish, kenapa juga tadi aku setuju nonton
genre ini,” keluh Bagas dalam hati sambil mencoba melepaskan tangan Tissa yang
berpegang erat pada lengannya.
“Dia cantik sih, tapi...” batin Bagas
sambil memandangi wajah Tissa yang ketakutan namun tetap fokus melihat layar
bioskop.
Tiba-tiba Tissa pun berteriak dan semakin
erat merangkul lengan Bagas. Bagas yang fokus melihat wajah Tissa pun ikut
terkejut. Kemudian dia pun membiarkan Tissa merangkul lengannya.
Setelah selesai menonton film, mereka pun memutuskan untuk dinner terlebih dahulu, baru pulang.
**
Bagas tengah bersiap untuk tidur. Namun
ketika ia mencoba untuk memejamkan mata, selalu saja wajah Tissa muncul
dihadapannya. Hingga membuat Bagas uring-uringan.
“Ah, kenapa begini sih. Gas, sadar. Tissa
emang cantik kayak bidadari, tapi elo udah terikat sama Dewi!” teguh hati
Bagas.
Bagas pun mencoba memejamkan mata lagi. Namun
lagi-lagi bayanagn Tissa muncul. Hingga sebuah pesan masuk kedalam
smartphone’nya.
From: My goddess
To: Bagas
Mimpi indah, my muse :* ||
Bagas pun tersenyum melihat pesan tersebut.
Setelah membalas pesan singkat tersebut, Bagas baru benar-benar bisa tidur.
Tidak ada lagi bayangan Tissa yang muncul.
**
Pagi harinya, Bagas tidak ada agenda akan
pergi kemana-mana. Dengan malas-malasan, Bagas menyambut paginya. Hingga sebuah
pesan masuk kedalam smartphone’nya.
From: Tissa
To: Bagas
Bagas, bukankah hari ini kamu tidak ada
agenda? Mau menemaniku mencari buku? ||
Pesan dari Tissa. Bagas bingung mau
menjawab apa. Bagas dilema. Hingga pesan baru tiba.
From: Tissa
To: Bagas
Bersiap-siaplah. Aku diperjalanan menuju
rumahmu. ||
“Ah, seenaknya sekali ni anak,” komentar
Bagas sambil meletakkan smartphone'nya dan mengambil handuknya.
--TBC--
NB: Cuma 2 part.
Please, don't be silent readers!
Give me a comment, please!
No comments:
Post a Comment