Friday 20 June 2014

Tergoda Bidadari 1 (Half)



Matahari sudah akan tenggelam, namun cuaca masih terasa panas di pusat kota. Bagas Rahman, seorang angota bem  disebuah universitas swasta mengendarai mobilnya dengan pelan dijalanan yang macet itu. Tiba-tiba, seperti ada yang menabrak mobilnya dari belakang. Bagas kaget dan terlihat marah.

“Ahh, apa-apan lagi ini? Jalanan udah macet, apa gak bisa nyetir ya mobil belakang?” gerutu Bagas yang masih kaget sekaligus emosi.

Bagas pun keluar dari mobilnya dan melihat body belakang mobilnya. Benar saja, mobil dibelakangnya memang menabrak mobil Bagas dari belakang. Tidak begitu serius, namun body belakang mobil Bagas banyak goresannya dan sedikit penyok. Bagas pun mendatangi pengemudi mobil dibelakangnya yang sudah keluar dari mobilnya juga.

“A, maaf, maaf. Saya benar-benar tidak sengaja. Maaf, saya akan mengganti semua kerusakannya tanpa melibatkan pihak asuransi,” ucap sang pengemudi mobil belakang Bagas yang terlihat takut dan cemas.

“Waduh, cewek cantik lagi. Tapi ini juga lumayan kalau benerin sendiri,” batin Bagas.


“Emm, baiklah. Ada kartu nama? Aku akan menghubungimu ketika mobilnya sudah aku bawa ke bengkel,” jawab Bagas berpikir sejenak.

“Ini,” kata sang wanita sambil memberika kartu namanya yang langsung Bagas terima.
“Tapi, apa kamu sekarang ada waktu? Aku mempunyai kenalan yang punya bengkel mobil. Mungkin sekarang kamu bisa mengikutiku untuk memperbaiki disana,” lanjutnya.

“O, namanya Tissa,” batin Bagas setelah membaca kartu nama yang ia pegang.

Suara klakson pun semakin menjadi karena mereka berbicara ditengah kemacetan.

“Baiklah, selepas dari kemacetan ini, kamu salip aku dan aku akan mengikutimu,” jawab Bagas.

“Ya, didepan ada perempatan, kita belok kiri. Bisanya dari sana sudah tidak macet, kamu tinggal mengikutiku,” ujar Tissa sambil berlalu masuk kedalam mobilnya. Begitu juga Bagas, berlalu menuju mobilnya yang berada didepan mobil Tissa.

Selepas dari perempatan pun, Tissa menyalip Bagas. Bagas mengikuti mobil Tissa yang melaju tidak terlalu kencang. Mereka pun sampai pada sebuah bengkel mobil. Tissa keluar dari mobilnya dan menghampiri Bagas yang juga sudah keluar dari mobilnya.

“Tunggu disini sebentar ya,” ujar Tissa yang hanya dibalas anggukan oleh Bagas.

Tissa pun masuk kedalam kantor bengkel tersebut. Tidak berapa lama, Tissa sudah keluar bersama seorang pria yang terlihat sepantaran dengan Bagas. Tissa bersama pria tersebut menghampiri Bagas.

“Ini mobilnya kak,” ujar Tissa sambil menunjukkan kerusakan pada mobil Bagas.
“Oh ya, ini kakak sepupu aku, Karel. Yang punya bengkel ini,” Tissa mengenalkan pria yang bersamanya.

“Oh, Bagas,” balas Bagas sambil menjabat tangan Karel.

“Kita juga malah belum kenalan, aku Tissa,” potong Tissa sambil menjulurkan tangannya. Bagas pun menjabat dan mereka berkenalan.

“Ini gak serius-serius banget kok kerusakannya. Tapi bengkelku lagi rame nih, Tis... Gimana?” tanya Karel pada Tissa.

“Ngantri berapa hari kak?” balik tanya Tissa.

“Ya, paling cepet nginep 2 malam nih. Banyak mobil yang ngantri di modif nih,” jelas Karel.

“Gimana Gas? Keburu gak kamu?” tanya Tissa pada Bagas.

“Emh, ya udah deh. Gak papa,” jawab Bagas rada gak ikhlas.

“Beneran Gas? Ya kalau kamu mau pergi kemana, hubungi aku dan mau aku anter, gak papa sampai mobil kamu balik. Aku juga lagi gak sibuk kok," tawar Tissa pada Bagas.

“Kamu kan emang selalu gak sibuk Tis,” celoteh karel.

“Ah kakak,” keluh Tissa.

Akhirnya Tissa dan Bagas pun berpamitan kepada Karel, dan Tissa mengantar Bagas pulang.

“Maaf ya, aku tadi benar-benar tidak sengaja. Aku terbiasa menggunakan kemudi di kanan. Aku baru pulang ke Indonesia soalnya,” ujar Tissa sambil mengendarai mobilnya.

“O, lagi pulang liburan ya? Kuliah dimana?” tanya Bagas yang duduk disamping Tissa.

“Iya, liburan musim panas nih. UCLA, semester awal. Kamu?” jawab Tissa singkat.

“Jauh juga ya,” ujar Bagas singkat.
“Aku semester 6 di *** (nyebut universitas)” jawab Bagas.

Masih diperjalanan, mereka melanjutkan obrolannya. Dari cerita kehidupan Tissa di Amerika, juga tentang kuliahnya. Tak lupa Bagas juga memberikan nomer teleponnya kepada Tissa. Dan mereka sekarang terlihat lebih akrab. 

Sampailah mereka didepan rumah Bagas. Bagas mempersilahkan Tissa untuk mampir. Tapi Tissa menolak karena sudah malam.

Pagi harinya, Bagas bingung akan menghubungi Tissa atau tidak. Pagi itu, walau sedang masa liburan kuliah, namun Bagas harus kekampusnya untuk mempersiapkan OSPEK bagi mahasiswa baru karena ia adalah anggota BEM.

“Hubungin gak ya? Tapi gengsi ah, masak suruh nganterin cewek. Tapi dia yang nawarin duluan juga,” batin Bagas sambil melihat samrtphone’nya juga kartu nama Tissa.

“Cantik juga sih dia,” batin Bagas sambil tersenyum.

“Enggaklah, naik taksi aja,” putus Bagas sambil mengambil tasnya.

Tiba-tiba smartpone’nya berdering. Sebuah telephone masuk dengan nomor baru. Belum jadi Bagas keluar kamar, Bagas pun mengangkat telepon tersebut.

“Halo, ini Bagas?” suara seorang wanita diseberang telepone.

“Iya benar, ini siapa ya?” tanya Bagas.

“Ah, kamu lupa dengan suaraku Gas? Ini aku Tissa, yang semalam menabrak mobil kamu,” jawab wanita tersebut yang ternyata Tissa.

“A, Tissa?!” jawab Bagas yang terkejut tak menyangka Tissa akan menghubunginya terlebih dulu.

“Iya, Tissa. Btw, lagi ngapain Gas? Hari ini ada acara?” tanya Tissa kemudian.

“A, ya. Hari ini aku ada acara dikampus. Biasalah, urusan BEM. Ini masih siap-siap mau berangkat, ” jawab Bagas yang masih sedikit kaget.

“Jam berapa mau berangkat? Aku jemput ya,” tawar Tissa.

“Gak, gak usah. Gak perlu repot-repot,” jawab Bagas cepat.

“Enggak kok. Kan aku juga yang salah nabrak mobil kamu,” jawab Tissa.

“Iya, gak papa kok. Aku bisa naik taksi, ato pake mobil Papaku,” jawab Bagas sekenanya.

“Udah gak papa, sekarang aku menuju rumahmu ya,” paksa Tissa. Dan Bagas hanya bisa pasrah.

Tissa pun sudah sampai rumah Bagas. Bagas yang sudah menunggu didepan rumah, langsung masuk kedalam mobil Tissa. Bagas sempat menawarkan diri untuk dia saja yang membawa mobilnya, namun Tissa menolaknya.

Sepanjang perjalanan pun mereka mengobrol yang membuat mereka semakin akrab.

Hingga sore hari, Bagas baru akan pulang dari kampus. Ia berniat nebeng temennya untuk pulang, dan dengan sengaja walau Tissa tadi menyuruhnya untuk menghubungi kalau akan pulang, namun Bagas tidak menghubungi Tissa. Disaat Bagas akan pulang, Tissa menghubungi Bagas.

“Halo Gas, udah mau pulang kah?” tanya Tissa.

“Em, iya,” jawab Bagas singkat sambil.

“Ya udah, aku jemput kamu ya?” tawar Tissa.

“Eh, ga usah. Ini aku bareng temen mau mampir makan dulu,” jawab bagas cepat.

“Oh, yaudah. Hati-hati ya,” jawab Tissa kecewa.

Bagas pun bersama teman-temannya, Difa, Josia, Fattah, Rafli, mampir kesebuah mall untuk makan bersama. Disaat tengah makan, tak disangka, Bagas bertemu dengan orang yang dikenalnya. Ya, Tissa. Tissa yang ahnay sendirian pun, menghampiri Bagas yang sedang makan bersama teman-temannya.

“Bagas,” sapa Tissa berdiri disamping Bagas.

“Eh, kamu. Kok disini?” ujar Bagas kaget sambil akan menelan makannya.

“Eh iya, kebetulan banget ya,” jawab Tissa sambil tersenyum.

“Sama siapa kesini?” tanya Bagas basa-basi.

“Suruh duduk dulu kali Gas,” potong Difa.

"Iya, kenalin ke kita juga,” lanjut Josia.

“Oh ya, duduk sini,” tawar Bagas sambil menarik kursi disampingnya dan mempersilahkan Tissa untuk duduk.

“Beneran nih gak papa?” basa-basi Tissa namun terus duduk dikursi tersebut.

“Aku sendiri, akunya belum ada temen nih disini. Maklumlah, baru beberapa hari balik kesini,” jelas Tissa.

“Kenalin aku Josia,” kenal Josia sambil mengulurkan tangannya.

“Tissa,” jawab Tissa sambil menjabat ke tangan Josia, lalu Difa, Rafli dan Fattah.

“Temen Bagas?” tanya Rafli.

“Tidak juga,” jawab Tissa malu-malu.

“Lalu?” lanjut Fattah. Bagas hanya diam saja sambil melanjutkan makannya.

“Sudah tahukan mobil Bagas ada dibengkel? Nah, itu karena aku,” ungkap Tissa sambil tersenyum kecut.

“Kamu... yang nabrak mobil Bagas?” Josia terkejut.

“Iya,” jawab Tissa singkat.

“Cantik juga dia Gas,” bisik Rafli pada Bagas yang duduk disamping Bagas.
“Kaya’ bidadari yang turun dari langit,” timpal Fattah pelan yang berada disamping rafli.
“Hush~” balas Bagas pelan.

Tissa yang mendengarnya samar, ikut tersenyum tipis melihat kearah Bagas.

Setelah Tissa ikut bergabung dan juga makan, mereka pun hendak pulang. 

Tissa menawarkan untuk mengantar Bagas. Bagas menolaknya.

“Gak perlu repot-repot Tis, aku bareng Josia aja,” tolak Bagas.

“Malem ini gue mau tidur ditempat Difa aja, loe bareng Tissa aja deh Gas,” jawab Josia.
“Iya, loe bareng Tissa aja,” dukung Rafli.
“Iya loe, cepet pulang aja. Dicariin mama’mu ntar...” ejek Fattah disambut tawa yang lain.

“Ya udah Gas, yuk kita pulang,” ajak Tissa sambil pamit pada yang lain.

“Ah kalian,” ujar Bagas sambil melotot pada teman-temannya, kemudian Bagas pun mengikuti Tissa.

**

Hari kedua

Masih sama, Tissa memaksa mengantar Bagas kekampusnya. Bagas hanya sebentar berada dikampusnya. Tissa pun memutuskan untuk menunggu Bagas dengan berkeliling kampus Bagas. Sebelum jam 12, Bagas sudah keluar dari kampusnya. Awalnya Bagas tidak ingin menghubungi Tissa. Namun karena Bagas masih melihat mobil Tissa terpakir didepan kampusnya, Bagas pun menghubungi Tissa.

Tissa mengajak Bagas untuk lunch bareng. Awalnya Bagas tidak mau, tapi Tissa memaksa. Mereka pun lunch bareng disebuah restoran. Karena Bagas juga tidak adayang akan dilakukan setelah sampai rumah, Tissa memaksa Bagas untuk menemaninya jalan-jalan. Dengan ogah-ogahan, Bagas pun mengiyakan.

Bagas dan Tissa kini tengah berada didalam sebuah teater bioskop. Mereka sedang menonton film yang ber-genre horror. Sudah barang tentu, Tissa teriak ketakutan dan merangkul lengan Bagas dengan erat. Bagas ingin melepaskan, namun pegangan Tissa terlalu erat.

“Aish, kenapa juga tadi aku setuju nonton genre ini,” keluh Bagas dalam hati sambil mencoba melepaskan tangan Tissa yang berpegang erat pada lengannya.

“Dia cantik sih, tapi...” batin Bagas sambil memandangi wajah Tissa yang ketakutan namun tetap fokus melihat layar bioskop.

Tiba-tiba Tissa pun berteriak dan semakin erat merangkul lengan Bagas. Bagas yang fokus melihat wajah Tissa pun ikut terkejut. Kemudian dia pun membiarkan Tissa merangkul lengannya.

Setelah selesai menonton film, mereka pun memutuskan untuk dinner terlebih dahulu, baru pulang.

**

Bagas tengah bersiap untuk tidur. Namun ketika ia mencoba untuk memejamkan mata, selalu saja wajah Tissa muncul dihadapannya. Hingga membuat Bagas uring-uringan.

“Ah, kenapa begini sih. Gas, sadar. Tissa emang cantik kayak bidadari, tapi elo udah terikat sama Dewi!” teguh hati Bagas.

Bagas pun mencoba memejamkan mata lagi. Namun lagi-lagi bayanagn Tissa muncul. Hingga sebuah pesan masuk kedalam smartphone’nya.

From: My goddess
To: Bagas
Mimpi indah, my muse :* ||

Bagas pun tersenyum melihat pesan tersebut. Setelah membalas pesan singkat tersebut, Bagas baru benar-benar bisa tidur. Tidak ada lagi bayangan Tissa yang muncul.

**

Pagi harinya, Bagas tidak ada agenda akan pergi kemana-mana. Dengan malas-malasan, Bagas menyambut paginya. Hingga sebuah pesan masuk kedalam smartphone’nya.

From: Tissa
To: Bagas
Bagas, bukankah hari ini kamu tidak ada agenda? Mau menemaniku mencari buku? ||

Pesan dari Tissa. Bagas bingung mau menjawab apa. Bagas dilema. Hingga pesan baru tiba.

From: Tissa
To: Bagas
Bersiap-siaplah. Aku diperjalanan menuju rumahmu. ||

“Ah, seenaknya sekali ni anak,” komentar Bagas sambil meletakkan smartphone'nya dan mengambil handuknya.

--TBC--

NB: Cuma 2 part.

Please, don't be silent readers!
Give me a comment, please!

No comments:

Post a Comment