Monday 18 May 2015

Cinta dan Rahasia [oneshoot]



Inspired: a song by Yura ft. Glenn Fredly, Cinta dan Rahasia
*Chelsea's POV
Bintang bertabur menghiasi langit gelap malam ini. Desiran angin pantai, menambah dingin suasana malam. Terdengar sayup, deburan ombak bertabrakan dipantai gelap itu.

Aku termenung sendiri di pantai itu. Duduk mendekap lututku, sambil kupandangi bintang yang bersinar terang ditemani rembulan malam ini. Dingin, udara dingin menambah desiran hatiku semakin ngilu.

“Hei, ngapain sendirian disini? Gak dingin?” sapanya sambil mengambil tempat disampingku untuk duduk.

“Eh lo Gas. Gak ngapa-ngapain, pengen sendiri aja,” jawabku kaget sambil melihat sosok lelaki yang beberapa bulan lalu telah menghiasi hariku mulai duduk disampingku.

Aku mulai memandangi langit lagi. Pun dirinya, menengadah menghadap langit indah malam ini. Menikmati keheningan malam yang indah itu bersamanya. Terbesit dipikiranku, aku ingin waktu berhenti saat itu. Dengan hanya ada aku, dia disampingku dan keheningan malam beserta keindahan taburan bintang terang dilangit sana.

“Ini, lo pake aja,” ucapnya membuyarkan lamunanku. Dia telah melepaskan jaket yang ia pakai dan mengenakan dibahuku. Terkaget dan tersipu aku pun menerimanya.

Ia kembali menengadah menghadap langit. Aku? Aku masih terpaku melihatnya dari dekat, lagi. Ya lagi. Kami telah lama tak berjumpa. Telah lama tak ku lihat mata tajamnya, hidung mancungnya serta bibir mungil itu dari dekat. Inginku sentuh tiap inchi darinya yang kurindukan itu.

“Chels, kamu lihat deh dua bintang terang itu...” ujarnya membuatku tersadar dari imajinasiku.
“Ah ya, dua bintang yang saling berjauhan itu? Tapi mereka yang paling terang diantara yang lain ya...” ujar ku ketika telah menemukan dua bintang yang ia maksud.

“Mereka sama seperti kita bukan? Sama-sama paling bersinar terang, tapi berjauhan,” ujarnya serius masih menengadah kelangit.
“Maksud kamu?” tanyaku penasaran.

“Iya, kita adalah bintang yang paling terang diantara yang lain. Dan karena kita yang paling terang, semua mata tertuju pada kita,”
“Setiap gerakan kecil kita, pasti akan jadi perbincangan. Maka agar tidak terlalu mencolok, kita berjauhan. Tapi percayalah, dari sana aku hanya selalu melihatmu. Melihat bintang paling terang satunya,” pungkasnya diakhiri dengan senyuman tulus masih melihat dua bintang itu.

Tersentak hatiku mendengar ujarannya. Aku pun memalingkan wajahku dan melihat senyuman tulus itu. Jantungku memompa aliran darahku dua kali lipat lebih cepat. Kemudian rasa senang, kaget dan bingung itu bercampur menjadi satu.

“Gas, Chels, kalian ngapain disini?” panggil seorang gadis sambil menuju arah kami. Seketika aku terkaget oleh panggilannya dan dengan bersamaan, aku dan Bagas menoleh arah suara itu.

“Kalian ngapain disini? Kamu udah ditungguin yang lain untuk potong kue,” ucap Chindai yang telah berada dibelakang kami.

“Yaudah, balik yuk Chels,” ajak Bagas kepadaku sambil menyalurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Belum aku meraih tangan Bagas, Chindai sudah memegang bahuku dan membantuku untuk berdiri.

Kami berjalan beriringan walau Bagas agak didepan. Chindai berada ditengah, diantara kami, aku dan Bagas. Chindai pun masih merangkulkan lengannya pada bahuku.

“Tadi kalian ngobrolin apa sih? Elo kok pakai jaketnya Bagas?” tanya Chindai padaku dengan berbisik.

“Elo kepo ah Ndai,” sahut Bagas yang ternyata mendengarnya.
 “Itu rahasia kita kan Chels,” lanjutnya sambil senyum padaku. Dan aku hanya membalasnya dengan senyuman.

“Ah kalian apaan sih,” gerutu Chindai terlihat kesal manja.

--- a month ago

“Chels, besok tanggal 6 dateng ya ke birthday party’ku,” tulisan bbm dari Bagas masih tersimpan di smartphone-ku.

“Iya, diusahain dateng,” jawabku waktu itu.

--

“Chels, besok tanggal 6 kamu dateng ke birthday party Bagas?” tanya Chindai sahabatku melalui bbm.

“Belom tahu Ndai, gimana? Kamu juga dateng?” tanyaku penasaran.

“Kaya’nya enggak deh Chels, jauh nih. Salam aja ya buat dia,” balasnya.

“Beneran lo gak dateng? Gak nyesel?” tanyaku kemudian.

“Ngapain gw nyesel... haha...” balasnya.

“Kan ntar bisa disuapin Bagas... haha...” balasku usil.

“Kaya’ pas bp elo itu ya. Dan itu cukup gw jealous. Tapi mau gimana lagi, masa’ tiba-tiba gw ke Jakarta?” tulis Chindai.

“Haha.. Sorry.Sorry. Gw kira dah gak ada rasa elo sama dia. Emh, hubungin aja management, sapa tahu ada kerjaan di Jakarta,” usulku.

“Ah ya, thx saran lo cel...” balasnya kemudian.

---
2 minggu kemudian.

Malam itu tiba-tiba kabar dari Chindai melalui bbm datang.

“Chels, gw mau dateng ke bp Bagas,” tulisnya di bbm.

“Beneran? Jadi elo mau ke Jakarta? Ah, senengnya kita bisa meet up,” balasku basa-basi.

“Tapi gw mau ketemu Bagas, gak ketemu lo. Haha... Kidding Cel,” balas Chindai.

“Aish, yadah deh yang mau ketemu cinta lamanya,” ledekku.

“Haha... Gw dah tanya management, terus gw dikasih project. Terus gw usul tanggal itu, eh dikabulin. Emang kalo jodoh gak kemana ya Cel,” balasan bbm Chindai kali ini membuat hatiku bergetar getir dan membuatku terpatung, speechless. Seketika aku mengingat curhatan Chindai padaku dulu. Pengakuannya bahwa ia menyukai Bagas. Tanpa sadar air mataku sudah siap meluncur dari pelupuk mataku. Hingga bunyi “ping” dari Chindai menyadarkanku untuk membalasnya.

Sorry Ndai, I have to go, bye,” tutupku tanpa basa-basi tak sopan.

--

“Chels, besok dateng ke bp Bagas?” tanya Chindai padaku ketika hari bp Bagas kurang beberapa hari lagi.

“Enggak, ada acara keluarga,” white lie-ku ketika logikaku sedang kalah dari hatiku yang sedang terasa ngilu.

“Yah Chels, kok gak dateng? Dateng yuk, temenin gw. Gw kan dah lama gk ketemu Bagas, kaku ntar,” bujuknya lagi dengan hanya mengambil sudut pandang kepentingannya.

“Yah gimana dong, gw ada acara keluarga,” balasku menahan emosiku yang berkecamuk.

“Gw mau ngomong ama tante There deh, gw mau nyulik elo,” ancamnya pada bbm.

--

Malam sebelum hari birthday party Bagas dilaksanakan, Chindai menginap rumahku. Alasannya? Tentu saja masih untuk memaksaku menemaninya pada acara itu. Dan dengan bantuan mamih yang membongkar “white lie”-ku bahwa acara keluarga ku tidak ada, hari itu pun aku datang pada bp Bagas.

Kami sampai di lokasi bp Bagas yang dilaksanakan disebuah vila dipinggir pantai itu pada sore hari. Karena memang acara baru akan dimulai ketika malam hari. Aku menyapanya bersama Chindai. Chindai terlihat lebih antusias dariku. Bahkan dari Bagas yang punya acara.

Sedari aku datang, Bagas terlihat sibuk dengan menyapa tamunya yang berdatangan. Terlihat Chindai selalu mengikutinya. Aku pun memisahkan diri, dari saat matahari sudah mulai menuju peraduannya hingga bintang dan bulan menggantikan tempatnya, aku sendirian duduk dipinggir pantai.

Bagas’ pov

Aku melihatnya dari jauh. Gadis itu terlihat tidak menikmati pestaku dengan memisahkan dirinya dan memilih menyendiri dipinggir pantai. Tamu sudah hampir datang semua. Kesibukanku mulai berkurang. Dengan diam-diam, aku meninggalkan lokasi bp–ku dan mendekatinya.

Aneh. Tiba-tiba hatiku berdesir tak karuan. Sama seperti pertama aku mengenal sosoknya. Semakin dekat aku dibelakangnya. Dengan rambut dark brown panjangnya yang terurai lurus, ia menghadap kepantai tak peduli apa yang dibelakangnya. Aku mulai menyapanya.

“Hei, ngapain sendirian disini? Gak dingin?” sapaku mencoba tenang sambil akan duduk disampingnya.
“Eh lo Gas. Gak ngapa-ngapain, pengen sendiri aja,” jawabnya yang terlihat sedikit kaget dengan kehadiranku.

Meminimalisir rasa canggungku, aku mulai menengadahkan pandanganku pada langit malam yang dihiasi taburan bintang malam ini. Hembusan angin pantai sedikit membangunkan bulu kuduku karena sensasi dingin yang tercipta walau aku sudah memakai kaos lengan panjang dan jaket. Segera kulepas jaketku teringat gadis yang berada disampingku tadi hanya mengenakan sweeter tipis. Kupasangkan jaketku pada bahunya.

“Ini, lo pake aja,” ucapku sambil mengenakan jaketku pada bahunya. Sekilas kulihat rona merah pada pipinya. Entah karena aku, atau udara dingin yang menyelimuti kami. Segera aku kembali menengadah memandangi langit, mengahpuskan rasa canggung yang kutimbulkan.

Rasanya ingin mendekapnya erat dari pada hanya memberikan jaketku untuk menyelimutinya. Namun, aku tak bisa. Bukan karena aku tak mampu, hanya saja aku tak bisa kerena dilemaku.

“Chels, kamu lihat deh dua bintang terang itu...” ujarku memulai percakapan lagi.

“Ah ya, dua bintang yang saling berjauhan itu? Tapi mereka yang paling terang diantara yang lain ya...” jawabnya beberapa saat kemudain setelah menemukan bintang yang kumaksud.

“Mereka sama seperti kita bukan? Sama-sama paling bersinar terang, tapi berjauhan,” ucapku ingin mengungkapkan segala isi hatiku.
“Maksud kamu?” tanyanya dengan nada penasaran.

“Iya, kita adalah bintang yang paling terang diantara yang lain. Dan karena kita yang paling terang, semua mata tertuju pada kita,”
“Setiap gerakan kecil kita, pasti akan jadi perbincangan. Maka agar tidak terlalu mencolok, kita berjauhan. Tapi percayalah, dari sana aku hanya selalu melihatmu. Melihat bintang paling terang satunya,” ujarku tulus takut berharap lebih. Karena aku takut menghancurkan sinarmu. Aku lebih memilih melihatmu dari jauh. Melihat dan mengawasimu dikelilingi bintang-bintang indah yang lain. Salah satunya adalah Karel, sahabatku.

Dengan tersenyum, aku mencoba menutupi rasa gugupku mengungkapkan isi hatiku dengan tersirat jelas. Tak berani aku menatapnya. Aku memilih tetap memandang dua bintang terang itu. Tapi, dari sudut mataku, aku melihatnya sedang memandangiku dengan mata sayunya.

“Gas, Chels, kalian ngapain disini?” panggil seorang gadis sambil menuju arah kami. Seketika aku terkaget oleh panggilannya dan dengan bersamaan, aku dan Chelsea menoleh arah suara itu.

“Kalian ngapain disini? Kamu udah ditungguin yang lain untuk potong kue,” ucap Chindai yang telah berada dibelakang kami.

“Yaudah, balik yuk Chels,” ajakku sambil mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri. Belum dia meraih tanganku, Chindai sudah memegang bahunya dan membantunya untuk berdiri.

Mereka berjalan beriringan, dan aku sedikit lebih didepan. Chindai berada ditengah, diantara kami, aku dan Chelsea. Chindai pun masih merangkulkan lengannya pada bahu Chelsea.

“Tadi kalian ngobrolin apa sih? Elo kok pakai jaketnya Bagas?” tanya Chindai pada Chelsea yang berbisik namun aku masih mendengarnya.

“Elo kepo ah Ndai,” sahutku sedikit kesal dengan tingkah gadis satu ini. Dari tadi ia seperti menempel padaku. Iya, iya dulu kami dekat. Dekat sebagai sahabat. Namun semenjak aku lebih mengenal Chelsea, aku lebih merasa nyaman bersama Chelsea. Ku akui itu.

“Itu rahasia kita kan Chels,” lanjutku dengan senyum pada Chelsea untuk lebih mencairkan suasana. Dan ia pun membalasnya dengan senyuman.

“Ah kalian apaan sih,” gerutu Chindai terlihat kesal manja.

--

Tepat ketika lagu selamat ulangtahun akan dinyanyikan untukku, seorang tamu baru saja datang.

Sorry baru dateng, selamat ultah ya bro,” ucapnya kepadaku ditengah riuh nyanyian ulangtahun untukku.

Thanks bray, dah dateng,” balasku dengan senyum yang kupakasakan.

Segera setelah memberikan ucapan kepadaku, sang tamu yang tak lain adalah sahabatku, Karel, menuju kearah Chelsea berada. Karel mendekati Chelsea. Kulihat, mereka mulai mengobrol. Chelsea dan Karel. Keduanya adalah sahabatku, namun Karel juga menyukai Chelsea.

Hatiku? Tentu saja masih harus menyimpan rahasia bahwa aku cinta dia.

Chelsea’s pov

Sudah ada Karel disampingku. Karel yang beberapa bulan ini mulai intens menghubungiku walau sudah aku diamkan. Namun gombalanya membuatku sejenak bisa melupakan Bagas. Ya, Bagas, sahabat sekaligus orang yang disukai sahabatku sendiri, Chindai. Chindai yang sekarang sedang berada disamping Bagas yang sedang memotong kue ulangtahunya. Bagas, lelaki yang sampai saat ini masih memiliki tempat istimewa dihatiku.

Hatiku? Tentu saja masih harus menyimpan rahasia bahwa aku cinta dia.

--- 

Jangan... Kau pilih dia.

Pilihlah aku yang mampu mencintamu lebih dari dia.

Bukan... Kuingin merebutmu dari sahabatku.

Namun Kau tahu, Cinta tak bisa... 
Tak bisa kau salahkan.

--END-- 


terakhir kutatap mata indahmu
dibawah bintang bintang
 terbelah hatiku antara cinta dan rahasia
 
ku cinta pada mu namun kau milik
sahabatku dilemahatiku
andai ku bisa berkata sejujurnya
 
jangan kau pilih dia
pilihlah aku yang mampu mencinta mu lebih dari dia
bukan ku ingin merebutmu dari sahabat ku
namun kau tahucinta tak bisa tak bisa kau salahkan
 
ku cinta pada mu namun kau milik
sahabatku dilema hatiku
andai ku bisa berkata sejujurnya
 
jangan kau pilih dia
pilihlah aku yang mampu mencinta mu lebih dari dia
bukan ku ingin merebutmu dari sahabat ku
namun kau tahu
cinta tak bisa tak bisa kau salahkan
 
jangan kau pilih dia
pilihlah aku yang mampu mencinta mu lebih dari dia
bukan ku ingin merebutmu dari sahabat ku
namun kau tahu
cinta tak bisa tak bisa kau salahkan
tak bisa kau salahkan
tak bisa kau salahkan

NB: Pertama tahu lagu ini, Cinta dan Rahasia juga dari ask.fm/achelsea_
Cuma pengen memandang suatu "masalah" dari sudut pandang lain saja.
Just for fun and no offense ya.
Kritik dan saran boleh lho ^^

No comments:

Post a Comment