Monday 27 July 2015

Princess Hours versi IC [Chapter 5 part 2]




*Kediaman Royal Couple


“Dimana Putri Mahkota?” tanya Queen Agni dengan nada marah kepada dayang Ocha dan Dinda yang kebetulan berada diruang depan kediaman Royal Couple.

“Beliau ada dikamarnya,” jawab dayang Ocha gelagapan.

“Laporkan kedatangan Yang Mulia Ratu sekarang,” perintah dayang Queen Agni.


Dayang Ocha dan Dinda pun segera menuju kamar CP Chelsea untuk memberitahukan kedatangan Queen Agni. Didalam kamar, CP Chelsea sedang berbincang-bincang dengan dayang Misel mengenai pemberitaan dimedia. Queen Agni segera menyelonong masuk ketika kedatangannya sudah diberitakan membuat CP Chelsea sedikit salah tingkah.


“Apa yang sudah kau lakukan? Seseorang yang memberikan pendidikan kepada Putri Mahkota. Bagaimana bisa kau mengajarkan kepadanya untuk membiarkan skandal yang tidak ada habisnya?” marah Queen Agni ketika melihat dayang Misel.


“Hamba mohon ampun Yang Mulia,” ujar dayang Misel dengan sopan.


Queen Agni pun segera duduk dikursi kamar CP Chelsea. Diikuti Cp Chelsea yang duduk didekatnya. Sedangakn dayang misel berdiri disamping CP Chelsea.


“Katakan kebenaranya kepadaku sekarang!” perintah Queen Agni kepada CP Chelsea dengan nada tinggi.

“Siapa yang bersamamu waktu itu dan mengangkat berita menjadi seperti ini?” lanjut Queen Agni. CP Chelsea masih diam saja.

“Kau masih menolak untuk mengatakanya?!” bentak Queen Agni.


“Maaf, Yang Mulia Ratu,” ujar CP Chelsea takut.


“Kau tidak dapat mengatakanya bukan?”

“Putri Mahkota,” bentak Queen Agni yang kemudian menghela nafas mengeluarkan emosinya.


“Masalah kali ini  bukan masalah yang dapat disembunyikan. Tolong katakan yang sebenarnya,” nasehat dayang Misel.


“Mungkinkah itu adalah Pangeran Rafa?” tanya Queen Agni pelan.


“I...ya,” jawab CP Chelsea lirih.


“Kau pikir jika kau menutup mulutmu kau dapat menyembunyikannya dari dunia?” marah Queen Agni.

“Beraninya kau berbohong kepada orang tua. Apa kau mencoba menjatuhkan martabat keluarga kerajaan!?”


“Hamba sungguh mohon ampun, Yang Mulai Ratu,” sesal CP Chelsea yang hanya bisa menunduk.

“Saya hanya takut  Pangeran Rafa akan tersangkut masalah kesalah pahaman ini karena saya,” lanjut CP Chelsea.


“Ini sangat menggelikan. Aku sudah menduga Pangeran Rafa yang menyebabkan ini. Sebagai seorang Ratu, kau harus sempurna tampil di depan publik. Dan kau telah menjadi istri dalam sebuah keluarga,” Queen Agni menjelaskan dengan emosi tertahan.


“Kau mengerti hal ini atau tidak?!?” bentak Queen Agni kemudian karena CP Chelsea hanya menunduk saja sedari tadi.

“Aku tanya satu hal kepadamu!” lanjut Queen Agni masih dengan nada tinggi melihat tingkah menantunya yang hanya diam saja.


“Ya, Yang Mulia Ratu,” jawab CP Chelsea lirih ketakutan.


“Kau tau dan kau melakukan sesuatu yang ceroboh seperti ini, apa kau mencoba untuk mencemarkan reputasi nama baik keluarga kerajaan?!?” tanya Queen Agni masih marah.

“Setelah mengajarkanmu dengan sangat intensif, kau masih sangat jauh menjadi putri mahkota yang ideal!!” ucap Queen Agni mencoba untuk lebih tenang.

“Jika semua ini dibiarkan , bagaimana kau mampu menjadi seorang ibu negara!?!” bentak Queen Agni lagi tak dapat menahan emosinya.


“Maaf, Yang Mulia Ratu,” ujar CP Chelsea kemudian masih dengan lirih.


“Masalah dengan Pangeran Rafa ini, tidak bisa dibiarkan menyebar keluar istana,” ujar Queen Agni lebih tenang setelah menghela nafas.


“Dengarkan,” lanjutnya berbicara kepada dayang Misel yang sedari tadi berdiri disamping CP Chelsea.


“Ya, Yang Mulia,” jawab dayang Misel.


“Apapun yang kau dengar hari ini, jangan sampai bocor keluar. Apa kau mengerti?” tanya Queen Agni tenang.


“Ya, Yang Mulia,” jawab dayang Misel lagi.


Setelah mendengar jawaban dayang Misel, tanpa berkata apapun lagi, Queen Agni keluar dari kamar CP Chelsea dengan emosi yang masih meluap. Tepat ketika Queen Agni keluar dari kamar CP Chelsea, CP Bagas masuk kedalam kediaman mereka dan melihat Queen Agni yang terlihat emosi. CP Bagas pun menghentikan Queen Agni sejenak.


“Mengenai masalah ini, apa boleh saya menyampaikan sesuatu?” tanya CP Bagas berdiri dihadapan ibunya.


“Mengenai masalah ini, bukan saatnya Putra Mahkota ikut terlibat,” jawab Queen Agni dengan dingin. Kemudian Queen Agni meninggalkan kediaman putranya tersebut.


CP Bagas melihat kedalam kamar CP Chelsea. Terlihat CP Chelsea dengan muka sedihnya, masih duduk terdiam dikursinya sedari tadi. CP Bagas pun masuk kedalam kamar CP Chelsea, mendekatinya dengan perlahan. Menyadari ekdatanagn Bagas, Chelsea segera menghapus air mata yang ternyata sedikit keluar dipipinya


“Aku mau sendiri,” ujar Chelsea dengan sedikit dingin melihat kedatangan Bagas. Bagas hanya diam saja. Dia diam terlihat semburat kesedihan melihat Chelsea. Dengan raut muka sedih, Bagas pun kemudian meninggalkan Chelsea tanpa berucap sepatah katapun.



*Dikampus


Siang itu, Chelsea sedang tidak ada jam kuliah. Ia berjalan sendirian dikoridor kampus yang sepi. Tak sengaja disana ia bertemu dengan Chindai. Akhirnya mereka pun mengobrol disebuah ruang kelas yang kosong.


“Aku akan pergi belajar keluar negri,” ujar Chindai sambil memandang keluar jendela kelas itu.


“Jadi kau benar akan pergi? Kau akan menjadi violinist yang sukses,” balas Chelsea yang berdiri disampingnya.


“Sepertinya aku akan menjadi sibuk sekali,” balas Chindai dengan tersenyum yang kali ini memandang kearah Chelsea.

“Kau seseorang yang  tidak akan menjadi boneka. Jika kau dapat keluar dari istana, aku harap kau dapat melanjutkan desainmu,” ujar Chindai kemudian.

“Waktu itu, saat Bagas berulang tahun, kau meberinya sepatu olah raga yang kau lukis sendiri. Menurutku motifnya sangat indah. Apapaun itu, desain atau hasil pekerjaanya,” ungkap Chindai memberi semangat pada Chelsea.


“Jadi kau berfikir sepeti itu?” ucap Chelsea kemudian dengan lebih semangat.


“Aku pergi dulu,” pamit Chindai kemudian hendak meninggalkan Chelsea.


“Chindai,” panggil Chelsea yang membuat langkah Chindai terhenti.


“Jika satu hari kita bertemu lagi... saat itu... apa kah kita bisa berteman?” ucap Chelsea kemudian.



“Satu hari, rasa sakit akan berubah menjadi kenangan,” ucap Chindai.


“Jika kita berusaha yang terbaik, akan ada hari kita akan menjadi teman bukan?” pungkas Chelsea yang hanya disambut senyuman tipis Chindai.



Sepeninggal Chindai, Chelsea masih berada dikelas kosong tersebut. Memandang keluar jendela. Melamun dengan pikirannya yang sedang penuh masalah. Rafa yang sedari tadi memang mencari Chelsea, melewati depan kalas tersebut. Ia pun masuk kelas tersebut dan menghampiri Chelsea. Menyadari ada seseorang yang masuk kedalm kelas, Chelsea pun menoleh melihat siapa yang masuk.



“Aku menemukan cara untuk kamu dapat keluar dari istana,” ucap Rafa to the point ketika mereka sudah berdiri berhadapan. Mendengar hal itu, Chelsea hanya diam terlihat kaget dengan apa yang baru saja Rafa ucapkan.


“Sebuah cara dimana keluarga dan semua orang yang kau cintai tidak akan terbebani, dan seluruh masyarakat Palembang akan dengan mudah menerima permohonan cerai yang kau minta,” lanjut Rafa dengan nada dan ekspresi serius.


“Raf, apa yang kamu maksudkan?” tanya Chelsea yang bingung.

“Perceraian? Aku masih...” lanjut Chelsea yang masih bingung tapi terpotong oleh Rafa.


“Jangan bohong!” potong Rafa tegas.

“Sekalipun jika itu bukan sebuah perceraian yang berarti, aku tau kamu mengalami waktu yang sulit berada di dalam istana,”

“Aku tau dari melihat tatapanmu,” lanjut Rafa masih serius.


“Tetap saja, ini bukan waktu yang tepat. Jika aku menungu waktu tidak lama lagi...” ujar Chelsea mengelak yang lagi-lagi Rafa potong.


“Jika melewatkan kesempatan ini sepertinya akan sulit untuk mendapatkan perceraian. Seiring waktu berlalu, gadis yang dikenal sebagai Chelsea perlahan-lahan akan menghilang. Kau akan menjadi ratu dengan senyum palsu dan hidup yang sulit,” jelas Rafa.


“Itu tidak akan terjadi,” ujar Chelsea cepat tak setuju dengan kalimat terakhir Rafa.


“Kau telah berubah. Istana tidak biasa bagimu pada awalnya, tapi sekarang kehidupan diluar menjadi tidak biasa juga,” ungkap Rafa mengomentari perubahan sikap Chelsea.


“Itu tidak dapat dielak. Pasti ada jalan lain,” balas Chelsea.


“Tidak. Kamu hanya punya satu kesempatan. Jika kamu melewatkan ini, kamu tidak akan mendapat kesempatan lain,” ungkap Rafa dengan ekspresi sedikit ragu ketika memprofokasi Chelsea.



“Satu kesempatan...?” tanya Chelsea tak paham.


“Wawancaras secara live. Acara itu akan disaksikan oleh ribuan warga di seluruh negri ini. Katakan kalau kamu ingin bercerai pada saat wawancara itu,” profokasi Rafa.


“Rafa, itu tindakan yang keterlaluan,” komentar Chelsea sedikit marah.

”Jika aku melakukannya, sama saja aku akan menghina keluarga kerajaan,” lanjutnya dengan sedikit ketakutan.


“Jika kau membuang kesempatan ini, kau mungkin tidak akan bisa mendapatkan perceraian,” timpal Rafa dengan serius.



*Dikediaman King Cakka


King Cakka meminta CP Bagas untuk menemuinya di kediamannya. King Cakka hendak mengintrogasi CP Bagas. Mereka berdua pun berbincang serius.

“Apa kau sudah mengetahui siapa pria yang bersama Putri Mahkota?” tanya King Cakka kepada CP Bagas.


“Dia bersama dengan ayahnya,” jawab CP Bagas dingin.


“Seluruh dunia mengetahui kalau dia bersama dengan pria muda, dan apa yang baru saja kau katakan?” bentak King Cakka tak bisa menahan amarahnya.


“Tidak peduli pria mana yang dimaksudkan. Saya lebih percaya Putri Mahkota dari pada rumor apapun,” jawab CP Bagas datar.


“Ini bukan masalah kecil untuk dibiarkan,” ujar King Cakka lebih tenang.


“Putri Mahkota bukan seorang yang dengan mudah meninggalkan perkawinannya untuk menyerahkan hatinya untuk pria lain,” ujar CP Bagas masih dengan dingin.


“Dari pada masalah ini, saya mempunyai rencana untuk merenovasi gedung perpustakaan tua yang bearda disamping kediaman Putri Salma,” ucap CP Bagas tegas merubah arah pembicaraannya.


“Apa yang menjadi alasan merenovasi gedung itu?” tanya King Cakka kaget dengan rencana CP Bagas. CP Bagas pun berhasil mengalihkan arah pembicaraannya dengan ayahnya.


“Bangunan itu adalah sebuah bangunan yang tidak lagi digunakan di istana ini,” ujar CP Bagas dingin.


“Tapi karena tempat itu sudah usang, saya merasa jika di renovasi akan membuatnya lebih baik lagi,” lanjut CP Bagas.


“Walaupun tempat itu terlihat sedikit terlantar, tempat itu memiliki banyak kenangan yang berharga. Juga, kondisi bangunannya belum seburuk yang terlihat,” ungkap King Cakka dengan ekspresi khawatir.


“Apakah Yang Mulia memiliki kenangan yang tersimpan di Perpustakaan Tua itu?” tanya CP Bagas memancing.


“Aku membaca banyak buku disana ketika aku masih muda, sehingga aku memiliki banyak kenangan indah disana,” ujar King Cakka.


“Saya tidak mengetahui kalau ayah dan ibu memiliki banyak kenangan disana. Apakah kenangan itu sangat berharga? Bangunan itu sudah usang dan sangat berbahaya, jadi tolong ijinkan hamba untuk merenovasinya, hamba mohon diri sekarang,” ujar Bagas yang muak dengan rahasia yang ditutupi ayahnya. Kemudian CP Bagas meninggalkan ruangan King Cakka.


Setelah kepergian CP Bagas, King Cakka pun memanggil Sekertaris Istana untuk menemuinya. King Cakka menanyakan kepada Sekertaris Istana kenapa tiba-tiba CP bagas membicarakan renovasi gedung tua atersebut. Sekertaris istana pun hanya menjawab tidak tahu, namun memang CP Bagas pernah menanyakan tentang gedung itu kepadannya sekali. King Cakka pun semakin penasaran apa yang telah diketahui putranya tersebut tentang gedung perpustakaan tua tersebut.



*Apartemen P.Shilla


Diapartemnya, P.Shilla sedang menerima tamu. Yaitu dayang pribadi Ibu Suri Ira. Dayang Ibu Suri Ira ini memang berada dipihak P.Shilla. Itu karena mendiang Putra Mahkota dahulu, atau kakak dari king Cakka yang seharusnya saat ini menjadi Raja telah ia asuh sejak kecil. Dan dia berharap bahwa P.Rafa lah yang akan menjadi raja selanjutnya karena kedekatannya dengan ayah Rafa.


“Apa alasan sebenarnya membangun kembali bangunan yang tidak ada masalah?” tanya P.Shilla dengan emosi setelah diberitahu oleh dayang itu bahwa CP Bagas mengusulkan untuk merenovasi gedung perpustakaan tua yang berada diistana.

 “Kenapa tiba-tiba memberi perintah untuk merenovasinya?” lanjutnya.


“Tidak alasan yang disebutkan oleh mereka,” ucap dayang Ibu Suri.


“Karena merasa menjadi putra mahkota dia bisa berbuat seenaknya. Dia pikir aku akan duduk diam dan tidak melakukan apapun?” ujar P.Shilla dengan dingin.

“Perpustakaan itu bukan tempat dimana kau bisa seenaknya melakukan apapun semaumu,” lanjut P.Shilla.



*Di Kediaman Royal Couple


Putri Shilla telah berada dikediaman Royal Couple tepat ketika CP Bagas sampai kediamannya. Mereka mengobrol diruang depan Kediaman Royal Couple.


“Apa yang membawa Yang Mulia kesini, Putri Shilla?” tanya CP Bagas dingin.


“Aku ingin memerintahkan orang untuk kau menemuiku, tapi sepertinya Putra Mahkota akan mengabaikan kata-kataku. Jadi aku menemuimu disini,” balas P.Shilla dengan dingin juga.


“Saya berfikir tidak ada yang harus saya dibicarakan dengan Anda, Yang Mulia,” jawab CP Bagas.


“Begitu menurutmu?” ujar P.Shilla sinis.

“Jadi aku ingin menanyakan satu pertanyaan,” lanjut P.Shilla.


“Silahkan,” jawab CP Bagas masih dingin.


“Kenapa kau akan merenovasi Perpustakaan tua itu?” tanya P.Shilla menahan amarah.


“Itu bukan tempat yang menjadi urusanmu,” jawab CP Bagas dingin.

“Ini sangat aneh. Ayahanda juga sangat perhatian dengan Perpustakaan itu,” lanjut CP Bagas menantang.

“Dan Putri Shilla juga memikirkan satu hal yang sama sepertinya bukan hanya sebuah kebetulan,” ujar CP Bagas dengan menyindir.


“Itu bangunan yang didirikan oleh mendiang Raja terdahulu pada waktu itu,” terang P.Shilla menahan emosi.


“Itu bukan milik Anda. Aku adalah pemilik tanah itu, yang diatasnya berdiri bangunan Perpustakaan itu. Dan ketika putri mahkota telah melahirkan pewaris kerajaan selanjutnya, itu akan menjadi milik Putri Mahkota sebagai hadiah dari kerajaan,” lanjut CP Bagas diplomatis.


“Sekalipun itu adalah niat awalmu, apa alasan sebenarnya kau akan merenovasi bangunan itu?” tanya P.Shilla sedikit meninggikan suaranya.

“Kau membuang uang rakyat, menurutmu apa yang sedang kau lakukan?!” lanjut P.Shilla.


“Apakah anda benar-benar peduli kenapa saya akan merenovasi tempat itu?” tantang CP Bagas.

“Karna saya menemukan sebuah hal yang kotor. Menemukan bukti sebuah gelora nabsu disekitar tempat itu, ini sepertinya menjijikkan,” ujar sinis CP Bagas.

“Jika kau memiliki sebuah affair, kau seharusnya menyembunyikannya dengan rapi. Membawa penampilan yang indah dari putri mahkota, tapi digunakan sebagai skandal yang keji untuk menggoda satu sama lain... Juga, mereka adalah putri mahkota dan pangeran di garis kedua di negri ini pada waktu itu,” terang Bagas menahan emosi.


*Plakkk~* suara tamparan mendarat dipipi CP Bagas dari P.Shilla.


“Hati-hati dengan kata-kata yang kau ucapkan,” ujar P.Shilla penuh emosi.

“Kau pikir kau sudah menajdi raja, Putra Mahkota!” lanjut P.Shilla masih dengan emosi membara.


“Untuk ini saya akan mengingatkan anda. Jika anda ingin menginterfensi urusan saya lagi, saya akan mengirimkan surat cinta itu kepada Pangeran Rafa,” ancam CP Bagas dengan sinis tak merasakan sakit dipipinya, lalu meninggalkan P.Shilla yang terdiam menahan emosi sekaligus tak berkutik menanggapi ancaman CP Bagas.



*



Keesokan harinya Bagas bertanya kepada dayang Misel kemana Chelsea pergi. Dia bilang Chelsea sedang menemui orangtuanya karna selama ini mereka tidak bisa bertemu. Di restoran istana, mama Iffy menanyakan tentang orang yang Chelsea temui di malam itu. Papa Rio menyuruh mama untuk tidak membicarakan hal itu dan menyuruh Chelsea untuk makan.


Chelsea pun membicarakan tentang masa lalu mereka sekeluarga. Iffy tetap menyuruh Chelsea untuk tetap tegar dan tidak menyerah akan posisinya. Dia juga tidak memperbolehkan Chelsea untuk pulang. Rio tidak setuju tapi lama kelamaan dia mulai setuju.


Tiba-tiba Bagas dan dayang Misel datang dan menjelaskan tentang ketertiban di dalam istana. Bagas tidak mengijinkan Chelsea untuk kembali ke rumahnya karna hukum yang ada. Orang tua Chelsea hanya bisa diam dan menghela napas. Chelsea disuruh untuk kembali ke istana.

Bagas menariknya tetapi Chelsea menolak dan berjalan sendiri.


*


Sesampainya di istana Chelsea marah karna Bagas sudah berbuat seperti itu kepada orang tuanya.


“Apa maslahnya? Teganya kau memperlakukan orang tuaku seperti itu?!” bentak Chelsea marah.



“Karna kamu adalah putra mahkota?!” lanjut Chelsea penuh emosi.



“Aku tidak mau mendengar lagi kau menggerutu bahwa kau ingin keluar dari istana lagi,” ujar Bagas santai.



“Aku tetap ingin keluar, aku benar-benar ingin keluar dari sini!” ujar Chelsea masih dengan nada tinggi.





“Lalu bagaimana? Aku membutuhkanmu,” balas Bagas masih dengan santai sedikit membuat Chelsea goyah tak marah.



“Aku tidak lagi akan menyerahkan tahta menjadi putra mahkota. Aku mau berusaha menjadi raja yang sempurna sekarang. Jika kau melakukan hal itu, aku membutuhkanmu disampingku, dan berbohong di kamera jika kau menginginkannya,” jelas Bagas masih mencoba santai.



“Jadi orang yang kau inginkan bukan aku tapi Putra Mahkota bukan?” ujar Chelsea lemah dengan kecewa.  



“Dapatkah kau berhenti memikirkan hal seperti itu?” ujar Bagas mulai dengan anda tinggi.



“Bagiku, kamu...” lanjut Bagas yang akan memegang lengan Chelsea namun tanagn Bagas ditangkis Chelsea.



“Aku membutuhkan seseorang yang tidak egois dan menghindari orang yang tidak ingin aku lihat.... orang sepertimu,” ungkap Chelsea penuh amarah lagi.

“Kau tidak bodoh untuk berfikir kita akan saling menghindar  satu sama lain kalau kita akan bercerai bukan?” tanya Bagas menahan emosi. Chelsea hanya diam dan menoleh sejenak kehadapan Bagas.



“Dan yang akan menjadi korban kemungkinanya adalah keluargamu,” lanjut Bagas dingin.



“Apa maksud dari kata-katamu ini?” tanya Chelsea mulai goyah dan penasaran.



“Bukankah sudah jelas seluruh masyarakat akan menyalahkan keluargamu, karena ini? Mereka akan dianggap tidak mampu mendidik anak untuk menjadi istri yang baik, dengan menyuruh anaknya menepati janji yang sudah dibuat oleh kakek kita,” ujar Bagas dingin.



“Itu tidak masuk akal,” ucap Chelsea yang juga dingin.



“Jadi berhentilah mengeluh kalau kau serasa berada dalam peti kemas di istana, sepakat saja dengan ini semua,” ujar Bagas masih dengan dingin.



“Kau tidak tau bagaimana rasanya, kau tidak tau betapa sulitnya untuk tinggal disini untukku! Aku hanya memastikan untuk mengikuti semua ketentuan sepihak dari istana, untuk tinggal dan menjalani tugas sebagai putri mahkota.yang aku rasakan ini semua seperti mencekik leherku!” ungkap Chelsea mengeluarkan amarahnya lalu meninggalkan Bagas berjalan menuju kamarnya dengan marah. Bagas hanya diam dengan raut muka yang menjadi sedih.



“Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku untuk membuat keputusan sendirian,” ujar Bagas lirih dengan sedih melihat kepergian Chelsea.



*


Bagas mendapat telfon dari Josia yang mengabarkan bahwa Chindai akan pergi. Lalu Bagas menghampiri Chelsea yang sedang duduk termenung diruang tengah kediaman mereka.


“Hey...” panggil Bagas ketika sudah berada didekat Chelsea. Chelsea hanya menoleh.

“Hari ini Chindai akan berangkat ke luar negri. Mau mengantar kepergiannya?” tanya Bagas sedikit canggung.


“Kamu bisa pergi sendiri,” jawab Chelsea lemah sambil melihat luar melalui jendela.


“Aku tidak akan pergi kalau kamu tidak pergi denganku,” ujar Bagas yang masih berdiri didekat Chelsea duduk.


“Jangan begitu, pergilah,” nasehat Chelsea masih tak acuh pada Bagas.

“Aku memiliki alasan tersendiri untuk tidak pergi,”

“Kalian memiliki banyak waktu berharga berdua yang tidak aku ketahui.Aku pikir, aku hanya akan mencampuri penyelesaian hubungan kalian jika aku ikut pergi,” jelas Chelsea.

“Tidak apa-apa, pergilah sendiri,” nasehat Chelsea lagi kali ini dengan menatap wajah Bagas yang hanya diam.


*Di Bandara (Bandara Intl’ Sultan mahmud Badaruddin II-PLM)


Bagas pergi kebandara dengan menyamar. Katika ia sampai dibandara, Josia, Fattah, Difa tengah mengerumuni Chindai yang akan pergi. Mereka terlihat sedang asik bercanda hingga Chindai menyadari kedatangan Bagas.



“Bagas! Kau datang...” ujar Chindai sambil tersenyum. Lalu teman-temannya yang lain ikut memperhatikan kedatangan Bagas.



“Setidaknya aku harus mengucapkan selamat jalan,” balas Bagas ramah.



Lalu Josia, Difa, Fattah menyingkir dan memberikan waktu serta ruang agar Bagas dan Chindai berbicara berdua.



“Aku pikir aku tau sekarang. Ketika semua telah diberikan kepadamu, kau harus mengembalikannya kembali,” ujar Chindai mengawang.


“Tapi bahkan dengan tangan kosong, aku tidak bisa meraihmu,”

“Sekarang, aku akan melepaskan, Bagas dan pergi meraih mimpi Chindai disana,” ujar Chindai bersemangat.



“Baiklah! Semoga berhasil, Chindai,” balas Bagas tersenyum.



“Selamat tinggal... pangeranku,” balas Chindai mencoba riang. Bagas hanya diam tak menanggapi. Lalu Chindai pun pergi meninggalkan Bagas.



*Diapartemen P.Shilla



Ketika Bagas pergi mengantar kepergian Chindai, P.Shilla menyuruh CP Chelsea untuk bertemu dengannya diapartemennya.



“Kau bersama Rafa kan malam itu,” ujar P.Shilla tenang. CP Chelsea yang duduk didepannya yang memang sedari tadi terlihat tegang, menampilkan ekspresi kagetnya.



“Kau jangan kaget,” komentar P.Shilla melihat ekspresi CP Chelsea.


“Kau melindungi pangeranku, jadi aku harus berterima kasih. Keluar jalan-jalan bersama dengan seorang teman akan sulit sebagai anggota keluarga kerajaan,’ ujar P.Shilla kemudian.



“Iya,” jawab CP Chelsea singkat.



“Tidak mudah hidup di dalam istana. Banyak hal yang harus ditahan, dan bayak hal yang harus dikatakan, bukan begitu?” lanjut P.Shilla.



“Ya...sedikit seperti itu,” jawab CP Chelsea berhati-hati.



“Sekarang sepertinya kau sudah dapat menyesuaikan diri, tapi itu akan menjadi lebih banyak kesulitan. Itu yang terjadi padaku juga,” ujar P.Shilla.

“Awalnya aku dapat merasa cocok, tapi seiring berjalanya waktu, aku berjuang sangat keras. Apakah ini adalah cara untuk hidup? Apakah ini hidup yang aku inginkan?”

“Aku tidak dibiasakan untuk hidup di dalam istana ketika pertama kali aku masuk. Tapi kemudian aku dibiasakan untuk hidup setiap hari secara normal,” cerita P.Shilla.



“Benarkah?” tanya CP Chelsea penasaran.



“Itu sangat sulit, yang membuatku berfikir untuk bercerai. Aku tidak ingin hidup dengan senyum palsu sebagai putri mahkota, dan aku benar-benar ingin hidup seperti kehidupan normal. Ucapan terima kasihku aku tukar dengan cerita pendek tentang hidupku,” ucap P.Shilla tersenyum.



“Dapatkah anda ceritakan kepada saya lagi? Bagaimana rasanya ketika Yang Mulia keluar dari istana?” tanya CP Chelsea semakin penasaran.



“Aku menemukan pintu menuju surga,” lanjut P.Shilla.



“Pintu menuju surga?” potong CP Chelsea penasaran.



“Hidup yang sebenarnya. Aku dapat bermimpi dengan bebas, bergerak bebas, dan merasakan kebebasan dalam kehidupan nyata,” jelas P.Shilla.



“Tapi aku pikir membutuhkan pemikiran yang berat untuk berani meninggalkan istana,” keluh Chelsea.



“Di depan pintu menuju surga, disana ada pesan ini; ‘itu semua yang akan mengurangi kesedihan untuk mereka yang teraniaya.’”

“Jika kau menginginkan pintu menuju surga kau harus mengumpulkan banyak keberanian. Karena perbedaan kita mungkin kau akan mendapatkan surga di dalam istana,” jelas P.Shilla. Lalu tiba-tiba P.Raffa datang berdiri didepan pintu.



“Apa yang membawamu kesini?” tanya P.Raffa mengejutkan CP Chelsea yang duduk membelakanginya.



“Oh... Aku hanya ngobrol dengan P.Shilla, aku akan pergi sekarang,” ujar CP Chelsea terkejut.



“P.Shilla, terima kasih untuk kata-katanya. Aku akan menemui anda lagi. Sampai jumpa,” pamit CP Chelsea pada P.Shilla terburu-buru.



“Aku pergi,” pamit CP Chelsea pada P.Raffa yang masih berdiri.



“Ibu, apa yang sedang ibu pikir untuk ibu lakukan?” tanya P.Raffa kepada P.Shilla ketika CP Chelsea telah pergi.



“Aku hanya membantumu,” ucap P.Shilla santai.



*Dikediaman Royal Couple



“Apa kau mengikutiku?” tanya Chelsea menemui Raffa diruang depan kediaman Royal Couple.



“Ya,” jawab Raffa.

“Apa yang akan kau katakan dalam interview nanti?” tanya Raffa kemudian.



“Aku masih tidak yakin,” jawab Chelsea lirih.



“Chelsea. ini kesempatan terakirmu,” ujar Raffa meyakinkan.

“Jika kau melewatkannya, kau tidak akan dapat mengeluarkan kata-kata cerai,” lanjut Raffa.



“Tapi jika aku membawa perceraian, Bagas akan mendapatkan kesulitan. Aku pikir aku akan menyerah untuk mendapatkan kebebasanku dan menghabiskan sisa hidupku dengan seseorang yang aku sukai,” ujar Chelsea murung.



“Kau tidak tau hidup yang sulit yang dimiliki seorang wanita untuk tinggal di istana!” ujar Raffa meninggikan suaranya.

“Mereka harus hidup dengan peraturan yang tegas dan desakan dari kerajaan, tidak ada hal yang dinamakan cinta di istana,” lanjut Raffa masih dengan nada tinggi.

“Sekalipun kau memiliki anak, kau tidak dapat membesarkan dengan caramu sendiri. Setika kau memiliki anak di garis ketiga mereka akan mengirim di keluar untuk hidup mandiri. Itulah hidup di istana, dan yang terpenting,”

“Sekarang sepertinya Bagas sedang membuka hatinya untukmu. Tapi kau tidak tau ketika dia akan menutupnya kembali. Apa yang Bagas butuhkan bukan seseorang yang mencintainya,

tapi seseorang yang dapat menjalani perannya sebagai putri mahkota,” jelas Raffa panjang.



“Itu..aku juga sudah tau,” ujar Chelsea lemah.



“Chelsea,”.

“Seseorang yang mengejar kebahagiaan. Itu bukan sebuah tindakan kriminal. Katakan kalau kau ingin bercerai pada interview itu. Itu adalah cara yang terbaik,” nasihat Raffa.



“Menurutmu meminta perceraian saat interview adalah jalan yang terbaik? Apakah tidak ada cara lain?” tanya Chelsea ragu.



“Kemungkinanya tidak ada lagi,” yakin Raffa.



“Aku akan memikirkanya,” jawab Chelsea lemah.



Tanpa mereka sadari, Bagas telah kembali kekediamannya. Bagas mendengar percakapan mereka. Raut mukanya terkejut serta menjadi geram menahan emosi.

---TBC---

PS: Selanjutnya, mungkin akan slow update. Mohon pengertiannya. :(
Tetap beri komentar juga saran ya, biar akunya juga inget kalau masih ada yang nungguiin cerita ini. Biar gak males ngetiknya. Kasih tau juga kalau ada typo2...

Thx masih setia baca ya. :*

See you in the next parts, guys! ^^