Saturday 23 May 2015

Video Editing : ChelGas - Sahabat (?)

Kembali lagi dengan video editing.
Dan ini adalah the simplest one that I ever made.

Tapi ketika kamu melihatnya dengan memperhatikan gambar dan juga lirik'nya, ditambah dengan sudut pandang lain, lagu ini cukup menarik ditelisik.

Sebenarnya ini video untuk 29th Monthiversary CGF. Udah aku upload di youtube sejak 18/05 kemarin. Gak papa ya duluan... >//<

Langsung aja deh, Cek It Out!

ChelGas - Sahabat (?)


 Judul lagunya kan "Sahabat" yang dipopulerkan oleh Gigi Band, dan dibawakan oleh duet Chelsea-Bagas pada konser 3 Besar ICil. Tapi disini kenapa ada tanda tanyanya?

Ya karena yang menyanyi ChelGas, makanya ada tanda tanyanya.

Inget ya, jodoh gak ada yang tahu. (jkl)

Anggep bener mereka memang sahabatan, tapi ketika melihatnya dengan memperhatikan gambar yang meuncul dengan lirik yang sedang diputar, rasanya lain. Persahabatan mereka terdengar dan terlihat lebih manis. Longlast deh untuk "persahabatan" mereka! ^^

Btw, boleh lho comments gimana feel kalian ketika melihat video ini.


Monday 18 May 2015

Cinta dan Rahasia [oneshoot]



Inspired: a song by Yura ft. Glenn Fredly, Cinta dan Rahasia
*Chelsea's POV
Bintang bertabur menghiasi langit gelap malam ini. Desiran angin pantai, menambah dingin suasana malam. Terdengar sayup, deburan ombak bertabrakan dipantai gelap itu.

Aku termenung sendiri di pantai itu. Duduk mendekap lututku, sambil kupandangi bintang yang bersinar terang ditemani rembulan malam ini. Dingin, udara dingin menambah desiran hatiku semakin ngilu.

“Hei, ngapain sendirian disini? Gak dingin?” sapanya sambil mengambil tempat disampingku untuk duduk.

“Eh lo Gas. Gak ngapa-ngapain, pengen sendiri aja,” jawabku kaget sambil melihat sosok lelaki yang beberapa bulan lalu telah menghiasi hariku mulai duduk disampingku.

Aku mulai memandangi langit lagi. Pun dirinya, menengadah menghadap langit indah malam ini. Menikmati keheningan malam yang indah itu bersamanya. Terbesit dipikiranku, aku ingin waktu berhenti saat itu. Dengan hanya ada aku, dia disampingku dan keheningan malam beserta keindahan taburan bintang terang dilangit sana.

“Ini, lo pake aja,” ucapnya membuyarkan lamunanku. Dia telah melepaskan jaket yang ia pakai dan mengenakan dibahuku. Terkaget dan tersipu aku pun menerimanya.

Ia kembali menengadah menghadap langit. Aku? Aku masih terpaku melihatnya dari dekat, lagi. Ya lagi. Kami telah lama tak berjumpa. Telah lama tak ku lihat mata tajamnya, hidung mancungnya serta bibir mungil itu dari dekat. Inginku sentuh tiap inchi darinya yang kurindukan itu.

“Chels, kamu lihat deh dua bintang terang itu...” ujarnya membuatku tersadar dari imajinasiku.
“Ah ya, dua bintang yang saling berjauhan itu? Tapi mereka yang paling terang diantara yang lain ya...” ujar ku ketika telah menemukan dua bintang yang ia maksud.

“Mereka sama seperti kita bukan? Sama-sama paling bersinar terang, tapi berjauhan,” ujarnya serius masih menengadah kelangit.
“Maksud kamu?” tanyaku penasaran.

“Iya, kita adalah bintang yang paling terang diantara yang lain. Dan karena kita yang paling terang, semua mata tertuju pada kita,”
“Setiap gerakan kecil kita, pasti akan jadi perbincangan. Maka agar tidak terlalu mencolok, kita berjauhan. Tapi percayalah, dari sana aku hanya selalu melihatmu. Melihat bintang paling terang satunya,” pungkasnya diakhiri dengan senyuman tulus masih melihat dua bintang itu.

Tersentak hatiku mendengar ujarannya. Aku pun memalingkan wajahku dan melihat senyuman tulus itu. Jantungku memompa aliran darahku dua kali lipat lebih cepat. Kemudian rasa senang, kaget dan bingung itu bercampur menjadi satu.

“Gas, Chels, kalian ngapain disini?” panggil seorang gadis sambil menuju arah kami. Seketika aku terkaget oleh panggilannya dan dengan bersamaan, aku dan Bagas menoleh arah suara itu.

“Kalian ngapain disini? Kamu udah ditungguin yang lain untuk potong kue,” ucap Chindai yang telah berada dibelakang kami.

“Yaudah, balik yuk Chels,” ajak Bagas kepadaku sambil menyalurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Belum aku meraih tangan Bagas, Chindai sudah memegang bahuku dan membantuku untuk berdiri.

Kami berjalan beriringan walau Bagas agak didepan. Chindai berada ditengah, diantara kami, aku dan Bagas. Chindai pun masih merangkulkan lengannya pada bahuku.

“Tadi kalian ngobrolin apa sih? Elo kok pakai jaketnya Bagas?” tanya Chindai padaku dengan berbisik.

“Elo kepo ah Ndai,” sahut Bagas yang ternyata mendengarnya.
 “Itu rahasia kita kan Chels,” lanjutnya sambil senyum padaku. Dan aku hanya membalasnya dengan senyuman.

“Ah kalian apaan sih,” gerutu Chindai terlihat kesal manja.

--- a month ago

“Chels, besok tanggal 6 dateng ya ke birthday party’ku,” tulisan bbm dari Bagas masih tersimpan di smartphone-ku.

“Iya, diusahain dateng,” jawabku waktu itu.

--

“Chels, besok tanggal 6 kamu dateng ke birthday party Bagas?” tanya Chindai sahabatku melalui bbm.

“Belom tahu Ndai, gimana? Kamu juga dateng?” tanyaku penasaran.

“Kaya’nya enggak deh Chels, jauh nih. Salam aja ya buat dia,” balasnya.

“Beneran lo gak dateng? Gak nyesel?” tanyaku kemudian.

“Ngapain gw nyesel... haha...” balasnya.

“Kan ntar bisa disuapin Bagas... haha...” balasku usil.

“Kaya’ pas bp elo itu ya. Dan itu cukup gw jealous. Tapi mau gimana lagi, masa’ tiba-tiba gw ke Jakarta?” tulis Chindai.

“Haha.. Sorry.Sorry. Gw kira dah gak ada rasa elo sama dia. Emh, hubungin aja management, sapa tahu ada kerjaan di Jakarta,” usulku.

“Ah ya, thx saran lo cel...” balasnya kemudian.

---
2 minggu kemudian.

Malam itu tiba-tiba kabar dari Chindai melalui bbm datang.

“Chels, gw mau dateng ke bp Bagas,” tulisnya di bbm.

“Beneran? Jadi elo mau ke Jakarta? Ah, senengnya kita bisa meet up,” balasku basa-basi.

“Tapi gw mau ketemu Bagas, gak ketemu lo. Haha... Kidding Cel,” balas Chindai.

“Aish, yadah deh yang mau ketemu cinta lamanya,” ledekku.

“Haha... Gw dah tanya management, terus gw dikasih project. Terus gw usul tanggal itu, eh dikabulin. Emang kalo jodoh gak kemana ya Cel,” balasan bbm Chindai kali ini membuat hatiku bergetar getir dan membuatku terpatung, speechless. Seketika aku mengingat curhatan Chindai padaku dulu. Pengakuannya bahwa ia menyukai Bagas. Tanpa sadar air mataku sudah siap meluncur dari pelupuk mataku. Hingga bunyi “ping” dari Chindai menyadarkanku untuk membalasnya.

Sorry Ndai, I have to go, bye,” tutupku tanpa basa-basi tak sopan.

--

“Chels, besok dateng ke bp Bagas?” tanya Chindai padaku ketika hari bp Bagas kurang beberapa hari lagi.

“Enggak, ada acara keluarga,” white lie-ku ketika logikaku sedang kalah dari hatiku yang sedang terasa ngilu.

“Yah Chels, kok gak dateng? Dateng yuk, temenin gw. Gw kan dah lama gk ketemu Bagas, kaku ntar,” bujuknya lagi dengan hanya mengambil sudut pandang kepentingannya.

“Yah gimana dong, gw ada acara keluarga,” balasku menahan emosiku yang berkecamuk.

“Gw mau ngomong ama tante There deh, gw mau nyulik elo,” ancamnya pada bbm.

--

Malam sebelum hari birthday party Bagas dilaksanakan, Chindai menginap rumahku. Alasannya? Tentu saja masih untuk memaksaku menemaninya pada acara itu. Dan dengan bantuan mamih yang membongkar “white lie”-ku bahwa acara keluarga ku tidak ada, hari itu pun aku datang pada bp Bagas.

Kami sampai di lokasi bp Bagas yang dilaksanakan disebuah vila dipinggir pantai itu pada sore hari. Karena memang acara baru akan dimulai ketika malam hari. Aku menyapanya bersama Chindai. Chindai terlihat lebih antusias dariku. Bahkan dari Bagas yang punya acara.

Sedari aku datang, Bagas terlihat sibuk dengan menyapa tamunya yang berdatangan. Terlihat Chindai selalu mengikutinya. Aku pun memisahkan diri, dari saat matahari sudah mulai menuju peraduannya hingga bintang dan bulan menggantikan tempatnya, aku sendirian duduk dipinggir pantai.

Bagas’ pov

Aku melihatnya dari jauh. Gadis itu terlihat tidak menikmati pestaku dengan memisahkan dirinya dan memilih menyendiri dipinggir pantai. Tamu sudah hampir datang semua. Kesibukanku mulai berkurang. Dengan diam-diam, aku meninggalkan lokasi bp–ku dan mendekatinya.

Aneh. Tiba-tiba hatiku berdesir tak karuan. Sama seperti pertama aku mengenal sosoknya. Semakin dekat aku dibelakangnya. Dengan rambut dark brown panjangnya yang terurai lurus, ia menghadap kepantai tak peduli apa yang dibelakangnya. Aku mulai menyapanya.

“Hei, ngapain sendirian disini? Gak dingin?” sapaku mencoba tenang sambil akan duduk disampingnya.
“Eh lo Gas. Gak ngapa-ngapain, pengen sendiri aja,” jawabnya yang terlihat sedikit kaget dengan kehadiranku.

Meminimalisir rasa canggungku, aku mulai menengadahkan pandanganku pada langit malam yang dihiasi taburan bintang malam ini. Hembusan angin pantai sedikit membangunkan bulu kuduku karena sensasi dingin yang tercipta walau aku sudah memakai kaos lengan panjang dan jaket. Segera kulepas jaketku teringat gadis yang berada disampingku tadi hanya mengenakan sweeter tipis. Kupasangkan jaketku pada bahunya.

“Ini, lo pake aja,” ucapku sambil mengenakan jaketku pada bahunya. Sekilas kulihat rona merah pada pipinya. Entah karena aku, atau udara dingin yang menyelimuti kami. Segera aku kembali menengadah memandangi langit, mengahpuskan rasa canggung yang kutimbulkan.

Rasanya ingin mendekapnya erat dari pada hanya memberikan jaketku untuk menyelimutinya. Namun, aku tak bisa. Bukan karena aku tak mampu, hanya saja aku tak bisa kerena dilemaku.

“Chels, kamu lihat deh dua bintang terang itu...” ujarku memulai percakapan lagi.

“Ah ya, dua bintang yang saling berjauhan itu? Tapi mereka yang paling terang diantara yang lain ya...” jawabnya beberapa saat kemudain setelah menemukan bintang yang kumaksud.

“Mereka sama seperti kita bukan? Sama-sama paling bersinar terang, tapi berjauhan,” ucapku ingin mengungkapkan segala isi hatiku.
“Maksud kamu?” tanyanya dengan nada penasaran.

“Iya, kita adalah bintang yang paling terang diantara yang lain. Dan karena kita yang paling terang, semua mata tertuju pada kita,”
“Setiap gerakan kecil kita, pasti akan jadi perbincangan. Maka agar tidak terlalu mencolok, kita berjauhan. Tapi percayalah, dari sana aku hanya selalu melihatmu. Melihat bintang paling terang satunya,” ujarku tulus takut berharap lebih. Karena aku takut menghancurkan sinarmu. Aku lebih memilih melihatmu dari jauh. Melihat dan mengawasimu dikelilingi bintang-bintang indah yang lain. Salah satunya adalah Karel, sahabatku.

Dengan tersenyum, aku mencoba menutupi rasa gugupku mengungkapkan isi hatiku dengan tersirat jelas. Tak berani aku menatapnya. Aku memilih tetap memandang dua bintang terang itu. Tapi, dari sudut mataku, aku melihatnya sedang memandangiku dengan mata sayunya.

“Gas, Chels, kalian ngapain disini?” panggil seorang gadis sambil menuju arah kami. Seketika aku terkaget oleh panggilannya dan dengan bersamaan, aku dan Chelsea menoleh arah suara itu.

“Kalian ngapain disini? Kamu udah ditungguin yang lain untuk potong kue,” ucap Chindai yang telah berada dibelakang kami.

“Yaudah, balik yuk Chels,” ajakku sambil mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri. Belum dia meraih tanganku, Chindai sudah memegang bahunya dan membantunya untuk berdiri.

Mereka berjalan beriringan, dan aku sedikit lebih didepan. Chindai berada ditengah, diantara kami, aku dan Chelsea. Chindai pun masih merangkulkan lengannya pada bahu Chelsea.

“Tadi kalian ngobrolin apa sih? Elo kok pakai jaketnya Bagas?” tanya Chindai pada Chelsea yang berbisik namun aku masih mendengarnya.

“Elo kepo ah Ndai,” sahutku sedikit kesal dengan tingkah gadis satu ini. Dari tadi ia seperti menempel padaku. Iya, iya dulu kami dekat. Dekat sebagai sahabat. Namun semenjak aku lebih mengenal Chelsea, aku lebih merasa nyaman bersama Chelsea. Ku akui itu.

“Itu rahasia kita kan Chels,” lanjutku dengan senyum pada Chelsea untuk lebih mencairkan suasana. Dan ia pun membalasnya dengan senyuman.

“Ah kalian apaan sih,” gerutu Chindai terlihat kesal manja.

--

Tepat ketika lagu selamat ulangtahun akan dinyanyikan untukku, seorang tamu baru saja datang.

Sorry baru dateng, selamat ultah ya bro,” ucapnya kepadaku ditengah riuh nyanyian ulangtahun untukku.

Thanks bray, dah dateng,” balasku dengan senyum yang kupakasakan.

Segera setelah memberikan ucapan kepadaku, sang tamu yang tak lain adalah sahabatku, Karel, menuju kearah Chelsea berada. Karel mendekati Chelsea. Kulihat, mereka mulai mengobrol. Chelsea dan Karel. Keduanya adalah sahabatku, namun Karel juga menyukai Chelsea.

Hatiku? Tentu saja masih harus menyimpan rahasia bahwa aku cinta dia.

Chelsea’s pov

Sudah ada Karel disampingku. Karel yang beberapa bulan ini mulai intens menghubungiku walau sudah aku diamkan. Namun gombalanya membuatku sejenak bisa melupakan Bagas. Ya, Bagas, sahabat sekaligus orang yang disukai sahabatku sendiri, Chindai. Chindai yang sekarang sedang berada disamping Bagas yang sedang memotong kue ulangtahunya. Bagas, lelaki yang sampai saat ini masih memiliki tempat istimewa dihatiku.

Hatiku? Tentu saja masih harus menyimpan rahasia bahwa aku cinta dia.

--- 

Jangan... Kau pilih dia.

Pilihlah aku yang mampu mencintamu lebih dari dia.

Bukan... Kuingin merebutmu dari sahabatku.

Namun Kau tahu, Cinta tak bisa... 
Tak bisa kau salahkan.

--END-- 


terakhir kutatap mata indahmu
dibawah bintang bintang
 terbelah hatiku antara cinta dan rahasia
 
ku cinta pada mu namun kau milik
sahabatku dilemahatiku
andai ku bisa berkata sejujurnya
 
jangan kau pilih dia
pilihlah aku yang mampu mencinta mu lebih dari dia
bukan ku ingin merebutmu dari sahabat ku
namun kau tahucinta tak bisa tak bisa kau salahkan
 
ku cinta pada mu namun kau milik
sahabatku dilema hatiku
andai ku bisa berkata sejujurnya
 
jangan kau pilih dia
pilihlah aku yang mampu mencinta mu lebih dari dia
bukan ku ingin merebutmu dari sahabat ku
namun kau tahu
cinta tak bisa tak bisa kau salahkan
 
jangan kau pilih dia
pilihlah aku yang mampu mencinta mu lebih dari dia
bukan ku ingin merebutmu dari sahabat ku
namun kau tahu
cinta tak bisa tak bisa kau salahkan
tak bisa kau salahkan
tak bisa kau salahkan

NB: Pertama tahu lagu ini, Cinta dan Rahasia juga dari ask.fm/achelsea_
Cuma pengen memandang suatu "masalah" dari sudut pandang lain saja.
Just for fun and no offense ya.
Kritik dan saran boleh lho ^^

Sunday 10 May 2015

My Freak Analysis: Bagas' B'day

What's that?
Freak Analysis?
Sorry for the disturbed title.


Jadi kali ini aku ingin mempostinganalisisku tentang tulisan balasan ucapan Bagas kemarin.
Ada hal menggelitikku ketika membacanya. Terutama ketika Bagas membalas say b'day dari Chels.

Mungkin analisku ini akan terlihat gila bila kita berbeda dari point of view-nya.
Sehingga aku harus mengingatkan kalian, kalau POV kita tidak sama, mohon jangan dibaca. Karena tujuan penulisanku ini hanya untuk fun aja. Tanpa ada maksud untuk menyakiti ataupun memojokkan pihak lain. Lagian, ini juga cuma analisis gila yang hanya akan dipahami oleh orang yang memiliki POV yang sama.

Dan disini aku memakai POV dari CGF.

Kuulangi sekali lagi, yang tidak bisa menerima POV dari CGF, mohon jangan dilanjutkan karena ini akan menimbulkan luka. Tsahhh, bahasanya.

Dalam analisis ini, aku akan menggunakan teori Pragmatik.
Teori ini mempelajari hubungan antara konteks dan makna. Ilmu ini mempelajari bagaimana penyampaian makna tidak hanya bergantung pada pengetahuan linguistik (tata bahasa, leksikon, dll) dari pembicara dan pendengar, tapi juga dari konteks penuturan, pengetahuan tentang status para pihak yang terlibat dalam pembicaraan, maksud tersirat dari pembicara. (-wikipedia)
Tapi gak aku buat ribet cuma intinya aja gitu.

Sepertinya biar lebih aman, aku private di WP-ku aja ya.
Takut ada yang ngeyel baca, terus malah fanwar. Karena ini benar-benar dari POV CGF, dan yang gak suka, mungkin aka sakit hati.

Oke deh, let's check it out on my wordpress; 


Salah satu analisis disitu adalah;

Chels bukan Chelsea. Disini memang perlu meng-eliminasi penggunaan kata “kamu” karena tidak cocok bila digunakan dalam kalimat ini. Tapi kenapa Bagas memilih kata “Chels” bukan “Chelsea” nama panggilan lengkap Chelsea? Ini mengindiaksikan kedekatan antara dirinya dengan Chelsea memang dekat sehingga Bagas pun tak sungkan untuk memenggil penggalan nama panggilan Chelsea. Dan sering menggunakannya. Seperti yang Bagas lakukan pada Josia. Ditambah ada kata “ya” yang sebetulnya sangat menggambarkan kedekaatn mereka. Kalau mereka tidak sedekat itu, sebenarnya cukup berhenti dikata “ya” tanpa panggilan “chels” sudah cukup.

Gimana? Menarik gak?
Kalo minta baca, silahkan buka wordpress aku.
Di private sih, tp kalo kamu CGF, pasti tahu password'nya.

Dua digit tanggal,dua digit bulan, dua digit tahun CGF dibentuk. + 3 huruf yang cgf banget.
 Kalau belum jelas, sialhkan bertanya di twitter aku.
happy reading.
Just for fun, no offense!


Saturday 9 May 2015

WTBP: Kabar Gembira untuk Bagas



Cast:
Chelsea, Bagas, Afika
Marsha, Chindai, Angel, Tissa
(Rafli, Josia, Difa)
(Alifah, Xendra, Pelangi)


“Selamat, Ulang tahun. Kami ucapkan... Selamat panjang umur.....” riang lagu ulang tahun terdengar merdu disudut rumah keluarga Bagas sore itu.
“Afika, selamat ulangtahun ya...”
“Selamat ya...”
“Selamat ulangtahun,”
“Selamat ulangtahun, Afika...” ucapan selamat ulangtahun seakan berlomba diucapkan untuk Afika, anak tunggal dari pasangan Agatha Chelsea dan Bagas Rahman yang baru menginjak usia satu tahun.

Terlihat Afika yang baru bisa berjalan namun tertatih itu, ditemani sang ayah, Bagas, tersenyum riang dikelilingi tamu undangan. Bayi cantik yang mengenakan gaun pink itu berhasil menjadi pusat perhatian samua tamu karena memang ini adalah hari ulangtahunnya. Tamu undangan pun tak berhenti mengajak Afika yang terlihat menikmati dikelilingi orang banyak untuk bermain.

Disana terlihat Angel dengan suaminya, Difa serta anak pertama mereka Xendra. Juga ada Marsha-Rafli serta anak mereka, Alifah. Tak ketinggalan Pelangi bersama orangtuanya, Chindai dan Josia. Usia keempat bayi itu tak beda jauh, bahkan Afika dengan Xendra hanya berbeda 3 hari duluan Xendra. Sedangkan Pelangi sekarang baru berusia 8 bulan, dan Alifah berusia 15 bulan.

Chelsea sendiri sedang sibuk memeriksa dan menambahkan snack yang terlihat mulai habis. Terlihat pada raut muka Chelsea bahwa ia lelah dan tak bisa diganggu. Namun ketika sekilas ia melihat kearah sang anak beserta suaminya yang sedang tertawa riang, membuat Chelsea masih terlihat semangat.

Sekilas Chelsea memandang sang anak yang tertawa riang dipangkuan sang ayah, membuat Chelsea termenung sejenak. Ia melamunkan kejadian disebuah pagi, 3bulan setelah pernikahannya dengan Bagas berlangsung.

***
“.hoek.hoek.hoek.”
“Baby C, kamu kenapa?” tanya Bagas ketika melihat sang istri yang ia panggil dengan panggilan kesayangan Baby C (si) itu, baru saja akan menyantap sarapan bersamanya, namun tiba-tiba malah berlari kekamar mandi dan muntah.
“Gak papa kok, mungkin masuk angin aja,” jawab Chelsea sekenanya setelah muntahnya selesai. Bagas pun memapah Chelsea untuk duduk dimeja makan lagi. Lagi-lagi ketika Chelsea akan menyantap makananya, ia kembali mual dan berlari kekamar mandi dan muntah lagi. Bagas yang melihatnya pun kembali tak tenang dan mengejarnya lagi.
“Sayang, kamu beneran gak papa? Kedokter aja yuk...” bujuk Bagas.
“Gak papa Baby B. Udah kamu sarapan aja, ntar kamu telat. Aku mau istirahat dikamar sebentar aja, nanti juga pasti baikan,” ujar Chelsea menenangkan menjawab pertanyaan Bagas memanggil balik dengan panggilan sayangnya Baby B (bi).

*
Chelsea yang sudah berada dikamar pun heran sendiri, karena tiba-tiba ia ingin mual-mual padahal sedari pagi ia tidak apa-apa. Kemudian ia teringat pada kalender bulananya. Setelah menge-check kalender bulananya, memang sedikit terjadi kecurigaan.
“Sayang, aku berangkat dulu ya...” ujar Bagas dengan nada keras sambil menuju kamarnya. Chelsea yang sedang melihat kalender di smartphone’nya pun buru-buru menyembunyikan apa yang dilihatnya dan sesegera mungkin berbaring ditempat tidurnya.
“Baby C, aku berangkat dulu ya. Ini aku bawain sarapan, dimakan ya...” ujar Bagas sambil meletakkan nampan berisi sarapan itu kemeja disamping tempat tidur Chelsea. Chelsea pun hanya tersenyum mengiyakan. Tak lupa Bagas mengecup kening Chelsea lalu berangkat pergi kekantor.
“Hati-hati dijalan ya. Maaf, bekal makan siangnya belum aku siapin,” ujar Chelsea kemudian.
“Iya, gak papa Baby B. Nanti aku bisa makan diluar, kamu istirahat aja. Kalau pengen ke dokter, hubungin aku aja,” pesan Bagas.

*
Seberangkatnya Bagas kekantor, Chelsea masih merasa malas untuk sarapan. Dan rasa penasarannya pun semakin menjadi. Chelsea pun memutuskan segera pergi ke apotek untuk membeli test-pack dan sarapan diluar saja.

Chelsea menghubungi Marsha, sahabatnya yang kini tengah hamil 5 bulan. Sekalian ia ingin tanya-tanya tentang tanda-tanda kehamilan dari Marsha. Siapa tahu dugaannya memang benar akan tanda-tanda yang ia alami sendiri.

*
Chelsea telah mengantongi 3 buah alat test-pack yang baru ia beli dari apotek. Segera ia menuju sebuah cafe yang tak jauh dari apotek tersebut untuk segera menemui Marsha. Benar saja, Marsha telah menunggunya didalam cafe tersebut.

“Hai...” sapa Marsha sambil melambaikan tangannya ketika melihat Chelsea masuk cafe tersebut.
“Hai,” balas Chelsea juga dengan melambaikan tangan, lalu menuju ketempat duduk Marsha. Mereka pun bercipika-cipiki.

“Sudah kamu belikah?” tanya Marsha tanpa basa-basi tak sabar mendengar cerita dari sahabatnya ini. Karena memang ditelpon tadi, Chelsea sempat bercerita tentang kecurigaan dirinya yang tengah hamil.
“Yap, ini. Aku membeli tiga dengan merk yang berbeda seperti saranmu ditelpon tadi,” jawab Chelsea sambil memperlihatkan sebuah tas plastik dari apotek.
“Bagus, jadi kamu besok pagi, benar-benar ketika bangun tidur, ketika urin kamu belum terkontaminasi, kamu harus segera menge-check’nya dengan alat itu. Biar alat itu bekerja lebih efektif,” jelas Marsha.
“Baiklah...” pasrah Chelsea yang terpotong oleh kehadiran seorang waiter yang menawarkan menu kepada mereka. Setelah mereka memesan dan waiter itu pergi, Marsha kembali memborbardir Chelsea dengan pertanyaan-pertanyaannya.
“Lalu, apa yang terjadi padamu pagi ini? Morning sickness?” tanya Marsha dengan antusias.
“Entahlah, tapi ketika aku akan makan, selalu saja rasa mual dan muntah yang tiba-tiba selalu hadir,” jelas Chelsea.
“Baru pagi ini, atau sudah bebarapa hari ini?” tanya Marsha lagi.
“Umh, sepertinya baru mulai pagi ini,” jawab Chelsea.
“Lalu, apa yang membuatmu sangat yakin kalau kamu sedang hamil?” Marsha masih belum puas bertanya.
“Jadi, setelah aku check kalender period-ku, sudah satu bulan lebih aku telat,” jawab Chelsea dengan riang.
“Benarkah? Semoga saja benar kamu sedang hamil. Jadi anak kita nanti tidak jauh beda usianya,” ujar Marsha dengan antusias.

*
Chelsea mondar-mandir didalam kamar mandinya pagi itu. Sambil ia pegang sebuah test-pack yang ia beli kemarin. Raut muka tak sabar, nampak diwajahnya. Dua garis merah mulai nampak dialat tersebut.
“Aaaa~,” teriak Chelsea terputus ketika ia menyadari tak ingin membangunkan Bagas yang masih tidur dikamar mereka.
“A, benarkah ini?” ujar Chelsea pelan tak percaya dan mata berkaca.
“Coba aku coba lagi,” putus Chelsea kemudian sambil mengambil alat test-pack keduanya. Raut muka harap-harap cemas masih nampak diwajahnya. Kembali dua garis merah muncul dialat test-pack keduanya. Dua garis merah yang berarti positif, positif bahwa ia hamil.
“Benarkah ini? Syukurlah... Apa aku perlu mencobanya untuk ketiga kali?” pikir Chelsea kemudian. Ia pun memutuskan untuk bertanya kepada sahabatnya Marsha melalui telpon.

“Cukup, sepertinya kamu memang positif. Sisakan satu untuk kamu coba besok pagi. Oh ya, nanti kita lunch bareng ya, aku akan mengabarkan ini kepada Chindai juga Angel,” jawab Marsha ditelpon.

*
Seperti kemarin, pagi itu Chelsea masih mual ketika akan melahap sarapannya. Bagas pun semakin khawatir ketika Chelsea tidak ingin kedokter dulu. Namun Bagas juga tidak bisa memaksanya dengan sifat keras kepala Chelsea itu.

“Aku berangkat kerja dulu, mungkin nanti malam aku akan pulang terlambat. Ada meeting diluar kota,” jelas Bagas.

“Baiklah, hati-hati ya Baby B. Aku sudah menyiapkan bekal makan siangmu,” ujar Chelsea dimeja makannya walau dia tidak makan karena selalu mual, dan hanya menemani Bagas untuk sarapan.
“Baby C, kalau kamu sakit gak usah disiapin gak papa kok. Aku nanti juga mungkin akan makan diluar karena ada meeting dengan client diluar,” ujar Bagas.
“Tetap saja, kamu akan memakannya kan?” ujar Chelsea menggoda manja.
“Tentu saja, masakan kamu selalu membuatku ingin makan lagi dan lagi,” goda Bagas balik lalu mencium kening istrinya yang sedikit terlihat pucat itu.
“Aku pergi,” lanjut Bagas keluar rumah.

Semenjak menikah, Bagas yang merupakan salah satu pimpinan perusahaan yang sibuk, selalu mebawa bekal makan siang buatan sang istri. Walau sering meeting dan lunch diluar, dia selalu menghabiskan bekal makanan buatan sang istri. Itu adalah salah satu dukungan Bagas untuk Chelsea yang suka memasak.

*
Siang itu, Chelsea, Marsha dan Angel telah duduk cantik disebuah restoran keluarga sedang menyantap makan saingnya.

“Chindai kapan balik kesini?” tanya Angel ditengah-tengah makannya.
“Entahlah, kemarin dia bilang hanya seminggu,” jawab Chelsea yang kemarin habis komunikasi dengan Chindai dan tahu bahwa Chindai baru pulang ke Manado menjenguk orangtuanya.
“Apa kamu sudah memberi tahu Chindai akan kabar gembiramu?’ tanya Marsha kemudian.
“Belum, aku kan juga belum check kedokter,” balas Chelsea segera.
“Aduh Chel, tapi kamu itu beneran sedang hamil deh menurutku,” sahut Angel.
“Oke, kita telpon Chindai yuk,” ajak Marsha kemudian.

“Ndai, ada kabar gembira nih...” ujar Marsha setelah terhubung via skype.
“Kalian lagi ngumpul? Gak ajak-ajak ah...” keluh Chindai.
“Lah, kamunya dimana kitanya dimana,” sahut Angel.
“Hahaha... Iya, iya. Btw, ada kabar gembira apa? Jangan bilang kulit manggis kini ada ekstraknya,” ujar Chindai garing.
“Hahaha... bukan kok Ndai. Emh, kita mau dapet keponakan baru nih...” ujar Marsha kemudian.
“Hemh, gue juga udah tahu kalo Marsha lagi hamil tuh...” ujar Chindai.
“Kalau gue gak usah dibilang, udah keliatan kalo gue hamil. Ada yang baru hamil ini...” ujar Marsha antusias.
“Ah, siapa-siapa? Chelsea?” tebak Chindai antusias.
“Nah, kok lo tahu?” sahut Chelsea yang sedari tadi hanya diam menikmati makan siangnya.
“Hahaha... tebakan gue bener? Hahaha... Kemarin-kemarin rada keliatan sih, elo gendutan gitu,” ujar Chindai menggoda Chelsea dengan bilang dia gendutan. Hal yang dibenci Chelsea dibilang gendut.
“Ah elo...” sebal Chelsea.
“Eh, selamat ye Chels. Btw, udah di check kedokter? Cewek ato cowok?” ujar Chindai tak sabaran.
“Lah, 4 bulanan aja belom. Tadi pagi baru di test-pack aja,” jawab Chelsea kalem.
“Bagasnya udah lo kasih tahu belom?” tanya Chindai kemudian.
“Emh, belom sih. Gue bingung gimana kasih tahunya,” jawab Chelsea.
“Elo masih buatin bekal makan siang buat suami lo kan? Nah, besok pagi lo tambahin biskuit bayi tuh. Biar dia bertanya-tanya kenapa ada biskuit bayi,” saran Chindai kemudian.
“Lah, emang napa dikasih biskuit bayi?” tanya Chelsea penasaran.
“Nah, pasti si Bagas juga akan tanya kok ada biskuit bayi juga tuh.... kasih kode gitu, biar dia mikir ndiri,” saran Chindai yang diikuti tawa yang lain.
“Romantis banget tuh Ndai. Lo kemarin gak kasih ide romantis gitu pas buat gue kasih tahu Rafli,” protes Marsha.
“Eh, lo hamil yang tahu duluan juga sapa? Suami lo kan,” ujar Chindai sebal.
“Hahaha... iya juga sih, mertua gue sih, obsesi banget gue hamil. Buru-buru dibeliin test-pack sama mamanya Rafli,” jawab Marsha.
“Tumben elo romantis gitu Ndai,” puji Angel.
“Hahaha... kemarin gue baru baca cara itu di ask.fm’nya om manapiring. Ckckckkk~~” ketawa Chindai yang diikuti sorakan teman-temannya.

*
Pagi itu, sebangun tidurnya, Chelsea mengetest ulang dengan sisa satu test-pack’nya. Dan hasilnya pun masih sama. Dua garis merah ada di test-pack tersebut.

Lalu, Chelsea menjalankan rencana yang disarankan oleh Chindai. Seperti biasa, Chelsea menyiapkan bekal makan siang untuk Bagas. Namun, bekal yang disiapkan Chelsea pagi ini nampak spesial. Chelsea manambahkan sebuah biskuit bayi yang telah ia beli kemarin kedalam bekal tersebut.

Bagas yang sudah selesai sarapan, berpamitan kepada Chelsea yang sedang tiduran dikamar karena mualnya pagi ini lebih hebat dari 2 pagi sebelumnya, ia pun tidak menemani Bagas karena mualnya. Chelsea tak lupa mengingatkan Bagas untuk membawa bekal yang telah Chelsea siapakan. Tanpa curiga, Bagas pun membawa bekal yang Chelsea siapakan.



*
Siang itu Bagas ada meeting diluar kantor, hingga ia pun lunch diluar. Namun walau lunch diluar, seperti biasanya, ia akan tetap memakan habis bekal yang Chelsea bawakan ketika balik kekantornya. Walau dengan sedikit keluhan, tapi tetap saja ia habiskan makanan yang dibuatkan sang istri untuknya karena memang masakan Chelsea enak.

“Kalo gini mah, cuma aku yang dukung bakat masak dia. Dia gak dukung program fitnes aku. Bisa gak six-pack lagi kalo gak dijaga ini,” keluh Bagas yang akan memakan bekal buatan Chelsea.
“Lho, kok ada biskuit ini?” penasaran Bagas.
“Salah masukin ya dia?” tebak Bagas sekenanya yang sudah lahap memakan masakan Chelsea.
“Ntar deh dirumah tanya,” jawab Bagas sendiri yang sudah menikmati masakan Chelsea.
“Eh ya, gimana ya kabarnya my Baby C. Tadi pagi kan muntah hebat dia. Telpon deh...” batin Bagas kemudian menelpon Chelsea yang sudah baikan. Namun dia malah lupa bertanya pada Chelsea tentang biskuit bayi itu.

*
Sore itu Bagas pulang lebih awal. Dikantornya sudah tak ada pekerjaan lagi, juga ia khawatir akan kondisi istrinya yang beberapa hari ini menurun dipagi hari. Namun selalu terlihat lebih baikan ketika ia pulang kantor.

“Aku pulang... Baby C,” ujar Bagas ketika sudah masuk rumah.
“Dimana dia?” pikir Bagas. Bagas pun menuju kamarnya, dan mendapati sang istri tengah membaca sebuah novel ditempat tidurnya. Bagas pun bergegas menuju sang istri dan mencium keningnya.
“Tumben pulang cepet?” sambut Chelsea menghentikan aktifitas membacanya.
“Jadi kamu gak seneng aku pulang cepet?” ujar Bagas menggoda yang sudah duduk disamping Chelsea.
“Yah, bukan gitu sayang...” jawab Chelsea yang lalu akan memeluk Bagas. Namun tiba-tiba terhenti dan Chelsea malah segera berubah menjadi badmood.
“Ah kamu bau, mandi dulu sana...” ujar Chelsea tiba-tiba ketika Bagas akan menyambut pelukannya.
“Hah? Kamu kenapa?” kaget Bagas mendapati penolakan dari Chelsea dan malah mendorong agar Bagas untuk menjauhinya.
“Kamu bau, mandi dulu...” rengek Chelsea serius sambil menutup hidungnya.
“Sayang, kamu ini kenapa sih?” ujar Bagas masih heran dengan tingkah serius Chelsea yang tidak biasa itu. Biasanya pulang kantor dan belum mandi pun, Chelsea fine-fine aja kalau Bagas didekatnya dan malah nempel terus. Ini malah Chelsea memaksa Bagas untuk pergi mandi dulu. Dengan pasrah pun akhirnya Bagas menuruti keinginan Chelsea untuk mandi.

Seperginya Bagas untuk mandi, Chelsea pun heran sendiri dengan dirinya yang tiba-tiba merasa badmood dan tidak nyaman dengan bau Bagas yang belum mandi. Padahal biasanya fine-fine saja. Kemudain ia pun berpikir, “mungkin efek dari kehamilanku.”

*
Makan malam telah siap. Chelsea telah menyiapkan makanan spesial untuk makan malam mereka. Malam ini, telah ia siapkan tekwan yang resepnya ia pelajari dari ibu mertuanya, mama Ira.

“Oh ya, kenapa tadi di lunch box-ku ada biskuit?” tanya Bagas ketika akan makan.
“Emh, biar kamu latihan siap-siap bentar lagi kamu juga harus ikut makan biskuit bayi soalnya...,” jawab Chelsea cuek sambil tersenyum dan tetap melanjutkan makannya.
“Hah? Maksudnya?” tanya Bagas yang benar-benar tidak paham sambil menghentikan makannya. Chelsea hanya tersenyum penuh arti sambil memandang dalam kemata Bagas. Dan itu membuat Bagas mulai berpikir serius.
“Sayang... Kamu...Ha...Mil?” ucap Bagas perlahan tak percaya,
“He’hem...” respon Chelsea sambil mengangguk tersenyum sambil mengeluarkan 3 test-pack dengan dua garis merah yang telah ia siapkan disakunya tadi.
“Baby C, beneran kamu hamil? Benaran sayang?” tanya Bagas penuh suka cita setelah melihat ketiga test-pack tersebut. Lalu ia pun beranjak berdiri menghampiri Chelsea yang duduk dihadapannya, lalu memeluknya dengan erat.
“Aduhhh, iya Baby B,” ujar Chelsea kesulitan karena pelukan erat dari Bagas.
“Sayang, lepasin. Aku mau jatuh...” pinta Chelsea yang hampir terjatuh dari kursinya karna antusias pelukan Bagas. Bagas pun melepaskan pelukannya lalu mengecup kening Chelsea.
“Terimakasih sayang, atas kabar gembira ini,” ucap Bagas tulus dengan mata berkaca.

*
Ketika malam akan tidur, Bagas yang masih antusias akan kehamilan Chelsea, masih terus membicarakan sang jabang bayi.

“Sayang, aku harap si baby adalah anak perempuan. Terus, anak kedua kita adalah laki-laki,” ujar Bagas yang tiduran disamping Chelsea.
“Aku ingin anak perempuanku secantik dan semanis kamu,” lanjut Bagas.
“Aku tidak ingin perempuan dulu. Aku ingin anak laki-laki dulu,” protes Chelsea yang tiduran disamping Bagas berbantalkan lengan Bagas yang ia bentangkan.
“Kenapa?” tanya Bagas penasaran.
“Aku ingin anak perempuanku tumbuh dengan memiliki kakak laki-laki yang dapat ia andalkan seperti kamu,” ujar Chelsea memiringkan tubuhnya menghadap Bagas.
“Benarkah?” ujar Bagas tersentuh.
“Em-e...” suara Chelsea mengiyakan dengan menatap langsung mata Bagas yang juga menatapnya.
“Baiklah, apapun itu, aku ingin dia lahir dengan sehat dan selamat,” ujar Bagas selanjutnya.
“Tentu saja,” balas Chelsea.
“Lalu, apakah kamu sudah memikirkan sebuah nama untuknya?” ucap Bagas yang terlihat lebih antusias.
“Apa kamu sudah?’ tanya Chelsea balik.
“Belum sih, tapi dia harus memiliki nama dengan panggilan berawalan huruf A. Jadi, mari kita panggil dia dengan baby A dulu,” usul Bagas kemudian.
“Hahaha... Okelah baby B,” setuju baby C, atau Chelsea dibarengi ketawanya.

***
“Chelsea...” sapa seorang wanita yang tak lain adalah Tissa, rekan kerja Bagas yang telah menjadi sahabatnya, mebuyarkan kenangan lamanya.
“Eh, Tis...” sapa balik Chelsea.
“Dimana Baby A?” tanya Tissa yang datang hanya bersama anaknya yang sudah berusia 2 tahun lebih itu.
“Itu bersama papanya, ayo kesana,” ajak Chelsea yang memang sudah dipanggil untuk mendampingi sang putri untuk meniup lilin ulangtahun pertamanya.

*
Tanpa rewel, Afika kecil berada digendongan sang papa. Dan ia pun nurut ketika disuruh untuk meniup lilin. Sanjungan pun banyak ditujukan untuknya.

“A, baby-nya pinter ya...” puji Tissa.
“Dulu ngidam’nya apa nih?” lanjutnya.
“Cakalang,” sahut Chinda yang tepat berada disamping Tissa.
“Benarkah?” tanya Tissa antusias.
“Iya, dulu ketika aku sedang pulang ke Manado, bahkan sudah malam pun, selalu pesan cakalang untuk dikirim,” jelas Chindai antusias yang disambut tawa yang mendengarnya.



Terlihat Chelsea hanya tersenyum mendengar jawaban Chindai sambil sibuk membagi-bagikan kue yang selesai ai potong. Sedangkan baby A, asik bercanda dengan tamu babies lain yang membuat repot Bagas dan para orangtua lainnya. Namun sore itu, hanya kesenangan yang menyelimuti rumah itu.


NP: Comments dong...
Terlalu dewasa gak ceritanya??
Ditunggu ya ;)