Inspired: a song by Yura ft. Glenn Fredly, Cinta dan Rahasia
*Chelsea's POV
Bintang bertabur menghiasi langit gelap malam ini. Desiran
angin pantai, menambah dingin suasana malam. Terdengar sayup, deburan ombak
bertabrakan dipantai gelap itu.
Aku termenung sendiri di pantai itu. Duduk mendekap lututku,
sambil kupandangi bintang yang bersinar terang ditemani rembulan malam ini.
Dingin, udara dingin menambah desiran hatiku semakin ngilu.
“Hei, ngapain sendirian disini? Gak dingin?” sapanya sambil
mengambil tempat disampingku untuk duduk.
“Eh lo Gas. Gak ngapa-ngapain, pengen sendiri aja,” jawabku kaget sambil melihat sosok lelaki yang beberapa bulan lalu telah menghiasi
hariku mulai duduk disampingku.
Aku mulai memandangi langit lagi. Pun dirinya, menengadah
menghadap langit indah malam ini. Menikmati keheningan malam yang indah itu
bersamanya. Terbesit dipikiranku, aku ingin waktu berhenti saat itu. Dengan
hanya ada aku, dia disampingku dan keheningan malam beserta keindahan taburan bintang
terang dilangit sana.
“Ini, lo pake aja,” ucapnya membuyarkan lamunanku. Dia telah
melepaskan jaket yang ia pakai dan mengenakan dibahuku. Terkaget dan tersipu
aku pun menerimanya.
Ia kembali menengadah menghadap langit. Aku? Aku masih
terpaku melihatnya dari dekat, lagi. Ya lagi. Kami telah lama tak berjumpa.
Telah lama tak ku lihat mata tajamnya, hidung mancungnya serta bibir mungil itu
dari dekat. Inginku sentuh tiap inchi darinya yang kurindukan itu.
“Chels, kamu lihat deh dua bintang terang itu...” ujarnya
membuatku tersadar dari imajinasiku.
“Ah ya, dua bintang yang saling berjauhan itu? Tapi mereka
yang paling terang diantara yang lain ya...” ujar ku ketika telah menemukan dua
bintang yang ia maksud.
“Mereka sama seperti kita bukan? Sama-sama paling bersinar
terang, tapi berjauhan,” ujarnya serius masih menengadah kelangit.
“Maksud kamu?” tanyaku penasaran.
“Iya, kita adalah bintang yang paling terang diantara yang
lain. Dan karena kita yang paling terang, semua mata tertuju pada kita,”
“Setiap gerakan kecil kita, pasti akan jadi perbincangan.
Maka agar tidak terlalu mencolok, kita berjauhan. Tapi percayalah, dari sana
aku hanya selalu melihatmu. Melihat bintang paling terang satunya,” pungkasnya
diakhiri dengan senyuman tulus masih melihat dua bintang itu.
Tersentak hatiku mendengar ujarannya. Aku pun memalingkan
wajahku dan melihat senyuman tulus itu. Jantungku memompa aliran darahku dua
kali lipat lebih cepat. Kemudian rasa senang, kaget dan bingung itu bercampur
menjadi satu.
“Gas, Chels, kalian ngapain disini?” panggil seorang gadis
sambil menuju arah kami. Seketika aku terkaget oleh panggilannya dan dengan
bersamaan, aku dan Bagas menoleh arah suara itu.
“Kalian ngapain disini? Kamu udah ditungguin yang lain untuk
potong kue,” ucap Chindai yang telah berada dibelakang kami.
“Yaudah, balik yuk Chels,” ajak Bagas kepadaku sambil
menyalurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Belum aku meraih tangan Bagas,
Chindai sudah memegang bahuku dan membantuku untuk berdiri.
Kami berjalan beriringan walau Bagas agak didepan. Chindai
berada ditengah, diantara kami, aku dan Bagas. Chindai pun masih merangkulkan lengannya
pada bahuku.
“Tadi kalian ngobrolin apa sih? Elo kok pakai jaketnya Bagas?” tanya Chindai padaku dengan
berbisik.
“Elo kepo ah Ndai,” sahut Bagas yang ternyata mendengarnya.
“Itu rahasia kita kan Chels,” lanjutnya sambil senyum
padaku. Dan aku hanya membalasnya dengan senyuman.
“Ah kalian apaan sih,” gerutu Chindai terlihat kesal manja.
--- a month ago
“Chels, besok tanggal 6 dateng ya ke birthday party’ku,”
tulisan bbm dari Bagas masih tersimpan di smartphone-ku.
“Iya, diusahain dateng,” jawabku waktu itu.
--
“Chels, besok tanggal 6 kamu dateng ke birthday party
Bagas?” tanya Chindai sahabatku melalui bbm.
“Belom tahu Ndai, gimana? Kamu juga dateng?” tanyaku
penasaran.
“Kaya’nya enggak deh Chels, jauh nih. Salam aja ya buat
dia,” balasnya.
“Beneran lo gak dateng? Gak nyesel?” tanyaku kemudian.
“Ngapain gw nyesel... haha...” balasnya.
“Kan ntar bisa disuapin Bagas... haha...” balasku usil.
“Kaya’ pas bp elo itu ya. Dan itu cukup gw jealous. Tapi mau
gimana lagi, masa’ tiba-tiba gw ke Jakarta?” tulis Chindai.
“Haha.. Sorry.Sorry. Gw kira dah gak ada rasa elo sama dia.
Emh, hubungin aja management, sapa tahu ada kerjaan di Jakarta,” usulku.
“Ah ya, thx saran lo cel...” balasnya kemudian.
---
2 minggu kemudian.
Malam itu tiba-tiba kabar dari Chindai melalui bbm datang.
“Chels, gw mau dateng ke bp Bagas,” tulisnya di bbm.
“Beneran? Jadi elo mau ke Jakarta? Ah, senengnya kita bisa
meet up,” balasku basa-basi.
“Tapi gw mau ketemu Bagas, gak ketemu lo. Haha... Kidding
Cel,” balas Chindai.
“Aish, yadah deh yang mau ketemu cinta lamanya,” ledekku.
“Haha... Gw dah tanya management, terus gw dikasih project. Terus
gw usul tanggal itu, eh dikabulin. Emang kalo jodoh gak kemana ya Cel,” balasan
bbm Chindai kali ini membuat hatiku bergetar getir dan membuatku terpatung,
speechless. Seketika aku mengingat curhatan Chindai padaku dulu. Pengakuannya
bahwa ia menyukai Bagas. Tanpa sadar air mataku sudah siap meluncur dari
pelupuk mataku. Hingga bunyi “ping” dari Chindai menyadarkanku untuk
membalasnya.
“Sorry Ndai, I have to go, bye,” tutupku tanpa basa-basi tak
sopan.
--
“Chels, besok dateng ke bp Bagas?” tanya Chindai padaku
ketika hari bp Bagas kurang beberapa hari lagi.
“Enggak, ada acara keluarga,” white lie-ku ketika logikaku
sedang kalah dari hatiku yang sedang terasa ngilu.
“Yah Chels, kok gak dateng? Dateng yuk, temenin gw. Gw kan
dah lama gk ketemu Bagas, kaku ntar,” bujuknya lagi dengan hanya mengambil
sudut pandang kepentingannya.
“Yah gimana dong, gw ada acara keluarga,” balasku menahan
emosiku yang berkecamuk.
“Gw mau ngomong ama tante There deh, gw mau nyulik elo,”
ancamnya pada bbm.
--
Malam sebelum hari birthday party Bagas dilaksanakan,
Chindai menginap rumahku. Alasannya? Tentu saja masih untuk memaksaku
menemaninya pada acara itu. Dan dengan bantuan mamih yang membongkar “white lie”-ku
bahwa acara keluarga ku tidak ada, hari itu pun aku datang pada bp Bagas.
Kami sampai di lokasi bp Bagas yang dilaksanakan disebuah
vila dipinggir pantai itu pada sore hari. Karena memang acara baru akan dimulai
ketika malam hari. Aku menyapanya bersama Chindai. Chindai
terlihat lebih antusias dariku. Bahkan dari Bagas yang punya acara.
Sedari aku datang, Bagas terlihat sibuk dengan menyapa
tamunya yang berdatangan. Terlihat Chindai selalu mengikutinya. Aku pun
memisahkan diri, dari saat matahari sudah mulai menuju peraduannya hingga
bintang dan bulan menggantikan tempatnya, aku sendirian duduk dipinggir pantai.
Bagas’ pov
Aku melihatnya dari jauh. Gadis itu terlihat tidak menikmati
pestaku dengan memisahkan dirinya dan memilih menyendiri dipinggir pantai.
Tamu sudah hampir datang semua. Kesibukanku mulai berkurang. Dengan diam-diam,
aku meninggalkan lokasi bp–ku dan mendekatinya.
Aneh. Tiba-tiba hatiku berdesir tak karuan. Sama seperti
pertama aku mengenal sosoknya. Semakin dekat aku dibelakangnya. Dengan rambut
dark brown panjangnya yang terurai lurus, ia menghadap kepantai tak peduli apa
yang dibelakangnya. Aku mulai menyapanya.
“Hei, ngapain sendirian disini? Gak dingin?” sapaku mencoba
tenang sambil akan duduk disampingnya.
“Eh lo Gas. Gak ngapa-ngapain, pengen sendiri aja,” jawabnya
yang terlihat sedikit kaget dengan kehadiranku.
Meminimalisir rasa canggungku, aku mulai menengadahkan
pandanganku pada langit malam yang dihiasi taburan bintang malam ini. Hembusan
angin pantai sedikit membangunkan bulu kuduku karena sensasi dingin yang
tercipta walau aku sudah memakai kaos lengan panjang dan jaket. Segera kulepas
jaketku teringat gadis yang berada disampingku tadi hanya mengenakan sweeter
tipis. Kupasangkan jaketku pada bahunya.
“Ini, lo pake aja,” ucapku sambil mengenakan jaketku pada
bahunya. Sekilas kulihat rona merah pada pipinya. Entah karena aku, atau udara
dingin yang menyelimuti kami. Segera aku kembali menengadah memandangi langit,
mengahpuskan rasa canggung yang kutimbulkan.
Rasanya ingin mendekapnya erat dari pada hanya memberikan jaketku
untuk menyelimutinya. Namun, aku tak bisa. Bukan karena aku tak mampu, hanya
saja aku tak bisa kerena dilemaku.
“Chels, kamu lihat deh dua bintang terang itu...” ujarku
memulai percakapan lagi.
“Ah ya, dua bintang yang saling berjauhan itu? Tapi mereka
yang paling terang diantara yang lain ya...” jawabnya beberapa saat kemudain
setelah menemukan bintang yang kumaksud.
“Mereka sama seperti kita bukan? Sama-sama paling bersinar
terang, tapi berjauhan,” ucapku ingin mengungkapkan segala isi hatiku.
“Maksud kamu?” tanyanya dengan nada penasaran.
“Iya, kita adalah bintang yang paling terang diantara yang
lain. Dan karena kita yang paling terang, semua mata tertuju pada kita,”
“Setiap gerakan kecil kita, pasti akan jadi perbincangan.
Maka agar tidak terlalu mencolok, kita berjauhan. Tapi percayalah, dari sana
aku hanya selalu melihatmu. Melihat bintang paling terang satunya,” ujarku
tulus takut berharap lebih. Karena aku takut menghancurkan sinarmu. Aku lebih
memilih melihatmu dari jauh. Melihat dan mengawasimu dikelilingi bintang-bintang indah
yang lain. Salah satunya adalah Karel, sahabatku.
Dengan tersenyum, aku mencoba menutupi rasa gugupku
mengungkapkan isi hatiku dengan tersirat jelas. Tak berani aku menatapnya. Aku memilih
tetap memandang dua bintang terang itu. Tapi, dari sudut mataku, aku
melihatnya sedang memandangiku dengan mata sayunya.
“Gas, Chels, kalian ngapain disini?” panggil seorang gadis
sambil menuju arah kami. Seketika aku terkaget oleh panggilannya dan dengan
bersamaan, aku dan Chelsea menoleh arah suara itu.
“Kalian ngapain disini? Kamu udah ditungguin yang lain untuk
potong kue,” ucap Chindai yang telah berada dibelakang kami.
“Yaudah, balik yuk Chels,” ajakku sambil mengulurkan
tanganku untuk membantunya berdiri. Belum dia meraih tanganku, Chindai sudah
memegang bahunya dan membantunya untuk berdiri.
Mereka berjalan beriringan, dan aku sedikit lebih didepan. Chindai
berada ditengah, diantara kami, aku dan Chelsea. Chindai pun masih merangkulkan
lengannya pada bahu Chelsea.
“Tadi kalian ngobrolin apa sih? Elo kok pakai jaketnya Bagas?” tanya Chindai pada Chelsea
yang berbisik namun aku masih mendengarnya.
“Elo kepo ah Ndai,” sahutku sedikit kesal dengan tingkah
gadis satu ini. Dari tadi ia seperti menempel padaku. Iya, iya dulu kami dekat.
Dekat sebagai sahabat. Namun semenjak aku lebih mengenal Chelsea, aku lebih
merasa nyaman bersama Chelsea. Ku akui itu.
“Itu rahasia kita kan Chels,” lanjutku dengan senyum pada
Chelsea untuk lebih mencairkan suasana. Dan ia pun membalasnya dengan senyuman.
“Ah kalian apaan sih,” gerutu Chindai terlihat kesal manja.
--
Tepat ketika lagu selamat ulangtahun akan dinyanyikan
untukku, seorang tamu baru saja datang.
“Sorry baru dateng, selamat ultah ya bro,” ucapnya kepadaku
ditengah riuh nyanyian ulangtahun untukku.
“Thanks bray, dah dateng,” balasku dengan senyum yang kupakasakan.
Segera setelah memberikan ucapan kepadaku, sang tamu yang
tak lain adalah sahabatku, Karel, menuju kearah Chelsea berada. Karel mendekati
Chelsea. Kulihat, mereka mulai mengobrol. Chelsea dan Karel. Keduanya adalah
sahabatku, namun Karel juga menyukai Chelsea.
Hatiku? Tentu saja masih harus menyimpan rahasia bahwa aku
cinta dia.
Chelsea’s pov
Sudah ada Karel disampingku. Karel yang beberapa bulan ini
mulai intens menghubungiku walau sudah aku diamkan. Namun gombalanya membuatku
sejenak bisa melupakan Bagas. Ya, Bagas, sahabat sekaligus orang yang disukai
sahabatku sendiri, Chindai. Chindai yang sekarang sedang berada disamping Bagas
yang sedang memotong kue ulangtahunya. Bagas, lelaki yang sampai saat ini masih
memiliki tempat istimewa dihatiku.
Hatiku? Tentu saja masih harus menyimpan rahasia bahwa aku
cinta dia.
---
Jangan... Kau pilih dia.
Pilihlah aku yang mampu mencintamu lebih dari dia.
Bukan... Kuingin merebutmu dari sahabatku.
Namun Kau tahu, Cinta tak bisa...
Tak bisa kau salahkan.
--END--
terakhir kutatap mata indahmu
dibawah bintang bintang
terbelah hatiku antara cinta dan rahasia
ku cinta pada mu namun kau milik
sahabatku dilemahatiku
andai ku bisa berkata sejujurnya
jangan kau pilih dia
pilihlah aku yang mampu mencinta mu lebih dari dia
bukan ku ingin merebutmu dari sahabat ku
namun kau tahucinta tak bisa tak bisa kau salahkan
ku cinta pada mu namun kau milik
sahabatku dilema hatiku
andai ku bisa berkata sejujurnya
jangan kau pilih dia
pilihlah aku yang mampu mencinta mu lebih dari dia
bukan ku ingin merebutmu dari sahabat ku
namun kau tahu
cinta tak bisa tak bisa kau salahkan
jangan kau pilih dia
pilihlah aku yang mampu mencinta mu lebih dari dia
bukan ku ingin merebutmu dari sahabat ku
namun kau tahu
cinta tak bisa tak bisa kau salahkan
tak bisa kau salahkan
tak bisa kau salahkan
NB: Pertama tahu lagu ini, Cinta dan Rahasia juga dari ask.fm/achelsea_
Cuma pengen memandang suatu "masalah" dari sudut pandang lain saja.
Just for fun and no offense ya.
Kritik dan saran boleh lho ^^
No comments:
Post a Comment